Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Empat Pilar Kebangsaan dan Rekor MURI
Oleh : si
Senin | 07-11-2011 | 13:52 WIB

Oleh : Surya Irawan

Rencana Ketua F-PKB MPR Lukman Edi memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri) sosialisasai empat pilar kebangsaan pada 10 November 2011 mendatang selama dua 24 jam adalah bagian dari strategi untuk menarik minat masyarakat dari berbagai kalangan terhadap identitas kebangsaan tersebut. Hal itu ditempuh agar sosialisasi empat pilar kebangsaan terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika tidak membosankan dan akan lebih menarik.

Sasaran sosialisasi ini pun dari banyak kalangan dari pelajar, organisasi kepemudaan, tukang ojek, serta pekerja malam (satpam dan kupu-kupu malam). Lukman Edy akan menjadi fasilitator tunggal memberikan ceramah empat pilar kebangsaan selama 24 jam untuk memecahkan rekor Muri. Materi yang disampaikan akan disesuaikan dengan audience misalkan untuk pekerja malam sedikit menyerempet ke hal-hal sensitif.

"Apa yang akan disampaikan nanti akan disesuaikan untuk pelajar, pemuda dan organisasi kepemudaan kita gunakan bahasa yang akan serius, sedangkan untuk tukang ojek dan pekerja malam, materi yang disampaikan disesuai dengan dunia mereka," kata Lukman Edi.

Sosialisasi empat pilar kebangsaan yang dilakukannya selama 24 jam, tidak hanya mengejar rekor Muri belaka tetapi yang lebih penting adalah menjadikan Pancasila lebih menarik. Pasalnya sejak era reformasi bergulir hingga sekarang, kondisi bangsa di ujung disintegrasi. Nilai-nilai ketimuran yang kita junjung tinggi pada masa Orde Baru (Orba) lalu, seperti sopan santun, gotong royong, toleransi antar umat beragama, rasa hormat, dan musyawarah untuk mufakat sudah digantikan dengan budaya kekerasan.

Kekerasan seakan sudah menjadi menu sehari-hari masyarakat yang hampir setiap hari menghiasi layar kaca televisi kita. Televisi seperti berlomba-lomba menayangkan budaya kekerasan mulai dari perkelahian antar pelajar, mahasiswa, masyarakat yang dipicu persoalan sepele bisa merembet ke konflik agama maupun ras. Maraknya praktik korupsi negara kita juga akibat tidak memahami dan melaksanakan empat pilar kebangsaan, sehingga orang tidak malu lagi untuk korupsi.

Kegalauan seperti itulah yang mendorong Lukman Edi dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ingin menjadikan empat pilar kebangsaan, khususnya Pancasila lebih menarik. MPR pun setiap pekan melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan ke berbagai daerah, namun masih terkesan monoton karena tidak semua Anggota MPR memiliki pemahaman dan penyampaian yang baik seperti mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

Sosialisasi empat pilar kebangsaan dengan target audience berbeda-beda juga telah dilakukan Lukman Edi di dihadapan para narapidana di LP Cipinang, Jakarta Timur. Lukman berdalih sosialisasi di hotel, kampus, sekolah, atau gedung-gedung pemerintah, menurutnya hal itu sudah biasa dan sering dilakukan. Padahal, kita punya rumah tahanan yang dihuni berbagai ma­cam orang dari berbagai kelas sosial, status ekonomi, dan latar be­lakang, tapi kini mereka ber­sama.

Rumah tahanan juga cermin dari kebhinekaan, karena penjara Cipinang banyak orang-orang besar. Ada politisi dan mantan pejabat negara. Ada juga para pelaku kriminal kecil-kecil sampai kriminal kelas kakap. Di sanalah mereka punya waktu luang memikirkan bangsa ini jauh lebih obyektif daripada yang di luar penjara.

"Saya menyampaikan Pancasila dan UUD 1945. Saya sampaikan bahwa secara konseptual nilai-nilai yang terkandung dalam Pan­casila dan UUD 1945 sudah ideal. Hanya masalahnya, imple­men­tasinya belum maksimal. Saya ajak mereka nanti kalau sudah ke­luar untuk ikut kembali mem­bangun negara. Mereka memang di masa lalu melakukan tindak pidana, tapi mereka sudah mene­busnya de­ngan hukuman penjara. Kita ti­dak boleh meng­­ha­kimi terus me­ne­rus ter­ha­dap orang yang sudah me­nebus ke­sala­han­nya," kata mantan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa  ini.

Dalam hal waktu, Lukman mengaku telah terbiasa begadang di malam hari. Lukman pernah melakukan sosialisasi di hadapan para guru yang tergabung dalam PGRI di Kabupaten Pelalawan Riau selama 5 jam tanpa henti. Dia menjamin tidak akan terkapar alias Knock Out (KO) saat melakukan sosialisasi, yang akan dibagi dalam 5 sesi itu, dimana setiap sesinya Lukman akan mendapat alokasi waktu istirahat selama 15 menit.

Semua pihak tertentu berharap pemecahan rekor MURI sosialisasi empat pilar kebangsaan yang dilakukan Lukman Edi berlangsung sukses. Bagaimanapun upaya yang dilakukan Lukman Edi dalam membuat Pancasila menjadi lebih menarik dengan cara nyeleneh patut mendapat dukungan semua pihak. Sebab, kita tidak mungkin lagi mengembalikan lagi Penataran P4 alias Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang diterapkan pemerintahan Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Suharto.

Meski penataran sejatinya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa nasionalisme dan kebanggaan kepada Tanah Air dan ideologi serta landasan hukum negara yakni Pancasila dan UUD 1945 tetap saja kita tidak bisa mengembalikannya walaupun ada kerinduan bila melihat kondisi bangsa akhir-akhir ini karena zaman sudah berubah. Reformasi kendati telah mencerai beraikan kebhinnekaan dan terkesan kebablasan akibat terlalu bebasnya sehingga sulit dikontrol, kita tetap harus punya semangat untuk memperbaiki kondisi bangsa dan negara.

Apa yang dilakukan Lukman Edi adalah bagian dari revitalisasi Penatara P4, dengan cara mengubah format penyampainnya di sesuaikan dengan psikoligis audience. Konsepnya bisa diambil dari penataran P4 yang lama di modifikasi dengan keadaan sekarang, sehingga tidak menjemukan dan bikin stress. Dengan memahami aspek psikologis audience, apa yang disampaikan Lukman Edi dalam sosialisasi selama 24 jam, materi tentang empat pilar kebangsaaan bisa masuk dan menancap di alam pikiran mereka, tidak hanya melalui diskusi, tapi juga permainan-permainan yang menggugah masalah identitas sebagai bangsa, kebhinnekaan dan nasionalisme.

Karena itu, kita semua berharap agar sosialisasi empat pilar kebangsaan yang dilakukan Lukman Edi tidak sekedar hanya mencari popularitas dan rekor muri belaka. Melainkan bagaimana menjadikan Pancasila itu lebih menarik, sebagai dasar negara dan kehidupan sehari-sehari bangsa Indonesia. (Penulis adalah wartawan batamtoday tinggal di Jakarta)