Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Panglima TNI Mampu Definisikan Ancaman NKRI dengan Tepat
Oleh : Irawan
Selasa | 23-05-2017 | 13:02 WIB
Mahfudzsiddig21.jpg Honda-Batam
Mantan Ketua Komisi I DPR Mahfuz Sidik

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mantan pimpinan Komisi I DPR RI, Mahfuz Sidik menyebut ada yang menarik dari perhelatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar, Senin (22/5/2017) kemarin, yang dihadiri Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai pembicara.

Pasalnya, di tengah paparan tentang menjaga dan membangun NKRI, Jenderal Gatot membacakan sebuah puisi karya Deny JA berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya'.

"Panglima TNI sedang menunjukkan inti masalah yang sedang berkecamuk di banyak pikiran dan perasaan masyarakat Indonesia. Masalah yang jika tidk dicarikan solusi sistemik dan struktural, akan menjadi ancaman nyata bagi NKRI,"jelas Mahfuz dalam pernyataan tertulisnya ke media, Selasa (23/5/2017).

Mahfuz melanjutkan, selama ini ada upaya menggiring opini bahwa ancaman NKRI adalah kelompok-kelompok muslim yang aktif bergerak membela hak-hak agamanya, tapi kemudian diberi stempel anti keberagaman, anti Pancasila dan anti NKRI. Sebaliknya pihak yang menjadi sumber awal kegaduhan, justru ditampilkan sebagai simbol keberagaman, Pancasila dan NKRI.

Dari penggiringan opini ini muncul dua masalah baru, menurut anggota DPR RI dari Fraksi PKS ini. Pertama, terjadi gejala polarisasi ideologis antara masyarakat muslim dan non-muslim. Kedua, ada gejala konflik horizontal antar unsur masyarakat muslim, yaitu antara yang mengklaim pihak moderat dan yang dituding pihak radikal.

"Saya setuju penuh dengan pernyataan Wapres JK, saat maraknya aksi bela Islam di Jakarta. Beliau katakan bahwa di balik aksi ini ada endapan rasa ketidakadilan akibat kesenjangan ekonomi yang sangat besar,"ungkap Mahfuz.

Menurut pandangan politisi dari dapil Cirebon-Indramayu ini, apa yg sedang terjadi adalah masalah sosial-ekonomi yang dipicu menjadi masalah politik-ideologis oleh seseorang atau sekelompok orang yang justru dipersepsi oleh masyarakat muslim sebagai sumber kesenjangan.

"Nah dengan puisi itu, Panglima TNI sebenarnya mengingatkan kita semua bahwa inti masalah adalah kesenjangan sosial-ekonomi dan penguasaan aset kekayaan nasional di tangan segelintir orang. Dalam sejarah konflik ummat manusia di manapun, ini adalah sebab pokok dari berbagai konflik, perpecahan dan kehancuran banyak bangsa,"tukas Mahfuz.

Maka, saran Mahfuz, sudah sepatutnya semua pihak terutama para pemimpin lembaga negara, partai politik dan tokoh-tokoh masyarkat menyadari betul hal ini. Semua pihak harus keluar dari perangkap polarisasi ideologis dalam melihat dan menyikapi masalah bangsa.

"Tapi juga berani dan mau untuk masuk ke jantung masalah yang sebenarnya. Ingatlah akan pepatah memahami masalah adalah setengah dari jawaban. Jika salah memahami masalah, maka kita tak akan pernah sampai kepada jawaban. Yang terjadi justru kita menambah masalah baru,"ucapnya.

Lebih lanjut Mahfuz mendukung agar TNI terus menjelaskan kepada semua unsur masyarkat akan hal ini. Ini tugas kenegaraan dan kebangsaan TNI yang diatur dan dijamin UU. Jangan tunggu bangsa ini larut dalam konflik, lalu TNI baru ambil peran sebagai pemadam kebakaran.

Berikut puisi lengkap Tapi Bukan Kami Punya yang dibacakan Jenderal Gatot di Rapimnas Golkar di Balikpapan, Senin ( 22/5/2017)

Tapi Bukan Kami Punya

Sungguh Jaka tak mengerti
Mengapa ia dipanggil polisi
Ia datang sejak pagi
Katanya akan diinterogasi

Dilihatnya Garuda Pancasila
Tertempel di dinding dengan gagah
Terpana dan terdiam si Jaka

Dari mata burung garuda
Ia melihat dirinya
Dari dada burung garuda
Ia melihat desa
Dari kaki burung garuda
Ia melihat kota

Dari kepala burung garuda
Ia melihat Indonesia
Lihatlah hidup di desa
Sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA

Lihat padi menguning
Menghiasi bumi sekeliling
Desa yang kaya raya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA

Lihatlah hidup di kota
Pasar swalayan tertata
Ramai pasarnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA

Lihatlah aneka barang
Dijual belikan orang
Oh makmurnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA

Jaka terus terpana
Entah mengapa
Menetes air mata
Air mata itu IA YANG PUNYA

000

Masuklah petinggi polisi
Siapkan lakukan interogasi
Kok Jaka menangis?
Padahal ia tidak bengis?

Jaka pemimpin demonstran
Aksinya picu kerusuhan
Harus didalami lagi dan lagi
Apakah ia bagian konspirasi?
Apakah ini awal dari makar?
Jangan sampai aksi membesar?

Mengapa pula isu agama
Dijadikan isu bersama?
Mengapa pula ulama?
Menjadi inspirasi mereka?

Dua jam lamanya
Jaka diwawancara

Kini terpana pak polisi
Direnungkannya lagi dan lagi

Terngiang ucapan Jaka
Kami tak punya sawah
Hanya punya kata
Kami tak punya senjata
Hanya punya suara

Kami tak tamat SMA
Hanya mengerti agama
Tak kenal kami penguasa
Hanya kenal para ulama

Kami tak mengerti
Apa sesungguhnya terjadi
Desa semakin kaya
Tapi semakin banyak saja
Yang BUKAN KAMI PUNYA

Kami hanya kerja
Tapi mengapa semakin susah?
Kami tak boleh diam
Kami harus melawan
Bukan untuk kami
Tapi untuk anak anak kami

000

Pulanglah itu si Jaka
Interogasi cukup sudah

Kini petinggi polisi sendiri
Di hatinya ada yang sepi

Dilihatnya itu burung garuda
Menempel di dinding dengan gagah
Dilihatnya sila ke lima
Keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kini menangis itu polisi
Cegugukan tiada henti

Dari mulut burung garuda
Terdengar merdu suara
Lagu Leo kristi yang indah
Salam dari Desa
Terdengar nada:
"Katakan padanya padi telah kembang
Tapi BUKAN KAMI PUNYA"

Mei 2017

Editor: Surya