Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kabid BKLI BC Batam

Impiannya Kuliah di ITB Kandas Tapi Mulus di STAN
Oleh : Suci Ramadhani
Kamis | 04-05-2017 | 08:00 WIB
bcevy.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kabid Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi BC Batam, Raden Evy Suhartantyo. (Foto: Suci Ramadhani)

SKENARIO hidup, bukan kita yang menentukan. Cita-cita yang diimpikan, bisa jadi dikandaskan Tuhan, tapi disiapkannya pengganti. Itulah perjalanan hidup seorang Raden Evy Suhartantyo, mimpinya kuliah di ITB kandas, tapi karirnya di Bea Cukai justru mulus. Bagaimana skenario hidup yang digariskan Tuhan untuk Evi? Berikut hasil perbincangan wartawan BATAMTODAY.COM, Suci Ramadhani dengan Evi.

Pria kelahiran Madiun Jawa Timur, 4 September 1969 itu biasa disapa Evi. Seragam yang dikenakannya saat ini, sejatinya bukan cita-citanya. Setamat bangku SMA, obsesi yang membuncah di benak Evi muda kala itu adalah, kuliah jurusan perminyakan di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sebuah jurusan yang keren, menjanjikan masa depan kerja bergelimang petro dolar. Apalagi, bagi lulusan ITB, pasti banyak pintu perusahaan minyak internasional yang terbuka bagi mereka.

Sayangnya, tidak mudah meraih mimpinya itu. Kendala biaya dan ekonomi keluarga membuat langkahnya kuliah di ITB makin berat. Untungnya, dengan modal angka-angka nilai di rapornya yang hampir menyundul angka 10, sebuah kesempatan kuliah kedinasan dan gratis, terbuka bagi Evi, STAN. Ya, Sekolah Tinggi Akutansi Negara.

"Saya dulunya tamat SMA pengen masuk ke teknik perminyakan ITB, tapi karena ada beberapa masalah, hingga akirnya saya memilih untuk masuk ke bea dan cukai," tuturnya dalam perbincangan di kantornya, Selasa (2/5/2017).

Program D3 STAN pun dilahapnya dengan pilihan program bea dan cukai, tahun 1991. Tak terasa, skenario Tuhan yang digariskan untuk dirinya, mengantarkan Evi menjadi pegawai custom. Tak terasa pula, 25 tahun berlalu sudah, ia berseragam bea cukai. Sejumlah kota di Indonesia telah menjadi tempat penugasannya.

Tugas penegak hukum kepabeanan kini telah melekat di pundaknya. Berbagai pengalaman telah dihadapinya, termasuk ketika ia menindak sebuah kapal dengan muatan rotan 750 ton. Kapal itu bergerak dari Palembang menuju Malaysia. Menggunakan kapal patroli 6005 pria yang ramah itu pun berhasil melakukan penegakan hukum.

"Penindakan terbesar yang pernah saya atasi adalah penindakan kapal yang berisi rotan sebanyak 750 ton, pada 24 Oktober 2014, hingga kejadian tersebut menjadi kebanggaan tersendiri dan statusnya sudah lelang," kenangnya.

Besar di kota pecel, Madiun Jawa Timur, Evi menamatkan sekolahnya di SMAN 2 Madiun. Sejak berseragam putih abu-abu itulah, Kepala Bidang (Kabid) Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) BC Batam itu hobi bermain bulu tangkis. Selain itu, Evi juga gemar dengan kegiatan olah raga lain,karate, futsal, pramuka dan naik gunung. Hobinya itulah yang mengantarkan beberapa kali meraih tropi juara bulu tangkis, meski di lingkungan internal bea cukai. Tapi, jadilah!

Dengan belajar dari alam sewaktu naik gunung, belajar disiplin di lapangan bulu tangkis dan futsal, serta belajar membangun kekompakan dan semangat tim sewaktu di pramuda dulu, kini Evi menjadi pemimpin yang disiplin, tegas, tapi bijaksana. Menghargai kinerja anggotanya, serta menghormati orang lain.

Pernah empat tahun ditugaskan negar di Indonesia Bagian Timur. Dan mengharuskannya berpisah dengan anak dan istrinya.

"Saya pernah jauh dari keluarga selama empat tahun. Mau tidak mau, saya harus menjalani tugas yang diberikan oleh negara. Tapi akhirnya, semua berjalan baik dan saya dipercayai menduduki jabatan sekarang ini," katanya, menutup perbincangan kami.

Ternyata, skenario Tuhan yang semula terasa pahit, tapi indah pada waktunya.

Editor: Dardani