BATAMTODAY.COM, Anambas - Delapan belas siswa-siswi tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Palmatak, Kabupaten Kepulauan Anambas, terpaksa "mengelus dada" meskipun bercampur kecewa. Pasalnya, niat siswa-siswi tersebut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terhenti karena keterlambatan mencetak Bukti Peserta Ujian (BPU).

Diketahui bersama, BPU merupakan salah satu syarat untuk mengikuti tes sekolah ikatan dinas pada Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. Sedangkan periode pencetakan BPU yang ditetapkan oleh panitia seleksi, yakni 23 Maret 2017 hingga 23 April 2017.

"Anambas merupakan daerah yang terluar, tertinggal‎, dan terdepan. Memang banyak kekurangan daerah, termasuk akses transportasi dan akses informasi. Siswa-siswi ini merupakan anak yang mempunyai semangat tinggi dan cerdas, namun kalah dalam kesempatan," jelas Wahyu Tero Primadona yang mendampingi 18 siswa-siswi tersebut, Selasa (25/4/2017).

Wahyu menerangkan, siswa-siswi tersebut merupakan anak dari nelayan. Menurutnya, semua orang berhak bermimpi ingin mengabdi terhadap bangsa dan negara ini.

"Tapi sayang, mimpi itu harus pupus. Padahal untuk melakukan pendaftaran online, prosesnya menunggu lama. Bahkan untuk membayar administrasi pendaftaran Rp250.000 sudah dilakukan via transfer ke rekening saudara mereka yang di Batam. Karena di Anambas tidak ada bank mandiri‎. Tetapi BPU tidak dapat dicetak lagi karena sudah kelewatan batas waktu. Ini memang kekurangan kami," terangnya.

Dia menjelaskan, pihaknya berangkat menuju Kota Batam pada 20 April lalu menggunakan ferry cepat via Tanjungpinang. Sementara jarak tempuh Tarempa-Tanjungpinang mencapai 10 jam dan melanjutkan 1 jam perjalanan menuju Kota Batam.

"Ini sudah memakan waktu yang begitu lama untuk tiba di Batam. Karena mereka harus mengarungi laut Natuna. Tetapi semangat mereka langsung padam ketika sudah menemui tim panitia seleksi yang di Batam, sebab sama sekali tidak memberikan toleransi. Dari awal bulan April, siswa-siswi ini mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian Sekolah. ‎Sehingga mereka berjibaku mengejar waktu," jelasnya.

Wahyu juga menyayangkan perhatian Pemerintah Pusat terhadap daerah terdepan, terluar dan tertinggal yang sangat minim. Padahal Anambas merupakan daerah penghasil migas.

"Semua orang punya cita-cita, tetapi kalau Anambas selalu serba keterbatasan. Maka sangat sulit untuk meraih cita-cita itu. Miris rasanya daerah penghasil migas tetapi terbengkalai," keluhnya.

"Kekecewaan terbesar kami, jadwal tes yang ditentukan panitia sele‎ksi, tidak menyesuaikan jadwal sesuai USBN yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan," kesalnya.

Editor: Udin