Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sosok Kartini Masa Kini

Hidup Sederhana Pantang Minta-minta, Itulah Sri Umiyati
Oleh : CR-15
Sabtu | 22-04-2017 | 11:40 WIB
sri-01.gif Honda-Batam

Sri Umiyati, wanita yang hidup sederhana, tinggal di gubuk reot bersama suami dan dua dari enam anaknya di Desa Teluksasah, Kecamatan Serikuala Lobam, Kabupaten Bintan. (Foto: Siti Maysharah)

 

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Sosok Rade Ajeng (RA) Kartini jelas sangat dikenang atas jasanya memperjuangkan kesetaraan atau emansipasi wanita. Melalui perjuangan RA Kartini dengan semangat " Habis Gelap Terbitlah Terang" telah berhasil mengangkat derajat kaum wanita di negeri nusantara.

 

Namun hal tersebut sedikit berbeda dengan sosok Sri Umiyati (50) warga Desa Teluksasah, Kecamatan Serikuala Lobam, Kabupaten Bintan. Semangatnya bisa lebih dari RA Kartini, tetapi nasibnya tidak secerah yang dia harapkan.

Dalam kondisi hidup yang serba pas-pasan baik sandang dan pangan, memang bisa dilewatinya hingga diusianya yang sudah genap setengah abad. Lewat perjuangannya membantu suaminya, dengan cara mengais rezeki untuk menghidupi keluarga yang dicintainya.

Sri Umiyati bisa di bilang, sosok yang sangat tangguh dalam kondisi ekonomi keluarga yang jauh dari kata sejahtera. Bagaimana tidak ? wanita yang lahir di Dabo Singkep, 11 Mei 1967 ini sehari-hari bekerja sebagai pembuat sapu lidi dari pelepah kelapa yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya.

Maklum dia dan keluarga tidak memiliki kebun atau lahan sendiri. Mirisnya, rumah tempat tinggal hanya menumpang di lahan orang lain.

Selain membuat sapu lidi berbahan baku dari lidi pelepah kelapan, dia juga mengumpulkan botol bekas air mineral. Baik bahan sapu lidi dan botol bekas minuman mineral, didapatnya dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah warga di sekitar Desa Teluksasah atau di sekitar tempatnya tinggal.

"Saya setiap hari keliling cari botol bekas minuman mineral, sekalian cari daun kelapa tua untuk dijadikan sapu lidi," paparnya.

Jauh dari bayangan semua orang, perempuan yang dikarunia enam putra dan putri ini, menjual satu batang sapu lidi seharga Rp8 ribu. Itu pun tidak setiap hari bisa dijualnya hingga bisa membeli kebutuhan keluarganya.

Pasalnya, suaminya hanya bekerja sebagai tukang urut tradisional, pun bila ada warga yang memanggil atau meminta untuk diurut.

"Saya antar sapunya ke warung-warung. Tapi tidak semua warung mau menampung. Kadang nunggu stok yang di warung itu habis dulu, baru bisa dipasok lagi. Jadi tidak setiap hari sapu lidi terjual," ujarnya, saat ditemui BATAMTODAY.COM pada Jumat (21/4/2017) di gubuk reok miliknya.

Ia mengaku, dalam sehari hanya bisa membuat dua sampai tiga batang sapu lidi saja. Untuk botol bekas, dia hanya menjual jika ada pembeli yang datang langsung ke rumahnya. Karena dia sendiri tidak memiliki kendaraan sebagai moda transportasi.

"Botol air mineral bekas yang saya kumpulin bisa terjual, kalau ada pembeli yang datang ke rumah, dan biasanya datang dua minggu sekali," terangnya.

Ironisnya, ibu dari enam orang anak ini tinggal di kebun daerah Lobam yang belum ada fasilitas penerangannya bersama sang suami dan dua orang anak yang ada saat ini. Karena sebagian anaknya sudah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri.

"Anak saya jumlahnya enam. Yang dua diadopsi orang, dua lainnya sudah menikah, yang satu hanya tamat bangku SMP, dan satu lagi masih bersekolah di SMA," terangnya.

Perjuangan dan ketangguhannya untuk membantu suaminya, menunjang perekonomian keluarga ini dapat menjadi contoh yang baik. Meski hidupnya yang sangat sederhana, tetapi tidak mengurangi kasih sayangnya untuk mengabdikan dirinya demi keluarga tercintanya.

"Saya memang tidak berpendidikan, hidup saya juga sederhana, tetapi saya akan berjuang semampu saya demi keluarga terutama anak-anak saya tanpa meminta-minta kepada orang lain," demikian Sri Umiyati.

Editor: Gokli