Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tentang Kuota Rokok FTZ 2016 Bintan, Mardiah Lepas Tanggung Jawab
Oleh : Harjo
Selasa | 28-03-2017 | 17:03 WIB
rokok-ftz.gif Honda-Batam

Rokok FTZ yang laris manis beredar di tengah masyarakat yang terkesan limit kuotanya (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Permasalahan kuota rokok yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) Free Trade Zone (FTZ) Kabupaten Bintan, makin simpang siur.

Tentang kuota rokok FTZ pada tahun 2016 lalu, Mardiah kepada BATAMTODAY.COM menyampaikan, untuk kuota rokok FTZ wilayah Bintan pada tahun 2016 bukan urusannya. Sebab, pembahasan kuota rokok FTZ 2016 sudah dibahas oleh BPK-FTZ di bawah kepemimpinan Saleh Umar.

"Tahun 2016 masalah kuota rokok FTZ, saya sudah tidak mengaturnya lagi. Karena saat ini, keanggotaan BPK-FTZ Bintan sudah ada perubahan pengurusnya. Di mana untuk kuota rokok FTZ sudah dibahas oleh kepemimpinan Saleh Umar di BPK-FTZ Bintan," terang Mardiah, Senin (27/3/2016).

Sebagaimana diketahui, polemik rokok FTZ belakangan ini semakin hangat diperbincangkan, terkait label dengan embel-embel Bintan di belakangnya. Pihak terkait dengan permasalahan rokok non cukai ini, saling mengajukan klaim dengan pendapat yang berbeda, bahkan dengan data yang saling berbeda pula.

Seperti beberapa waktu lalu, Kepada BATAMTODAY.COM, Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) mengatakan, pihaknya belum mengeluarkan kuota beserta lebel "Khusus Kawasan Bebas Bintan". Tentunya hal ini tidak singkron dengan beberapa pernyataan distributor yang lebih dulu berkecimpung di usaha rokok FTZ atau bebas cukai ini.

Distributor PT Yofa Niaga Pastia, Macan Yap kepada BATAMTODAY.COM mengatakan, sejak tahun 2016 lalu, label Bintan memang sudah digunakan guna menghindari rokok yang tidak memiliki kota bebas masuk ke Bintan. Tidak hanya Bintan, daerah lain juga menggunakan embel-embel sesuai daerahnya.

"Jadi Rokok kita Jes dan Fin yang diproduksi oleh PT Mustika Internasional diproduksi di Batam ini memang mendapat perintah dari pabrik agar menggunakan lebel Bintan di belakangnya. Justru yang harus dipertanyakan kenapa rokok yang tidak memiliki embel Bintan bebas masuk di sini. Bahkan ada pula ditemukan yang berlebel Batam pada rokok Super Mild," kata Macan.

Wacana ini menarik perhatian sejumlah masyarakat. Himpunan Kepemudaan Gerakan Aktifis (Grafis) Kepulauan Riau (Kepri), melihat akar masalah ini terletak pada ketidak-sinkronan antar pemangku kepentingan.

Disamping itu, juga wujud adanya inkonsistensi bahwa antara instansi terkait sebetulnya tidak saling berkoordinasi dan jalan sendiri-sendiri. Sementara yang dikorbankan kemudian adalah pelaku usaha.

Seperti misalnya, pernyataan BP Kawasan Bintan yang mengatakan belum mengeluarkan kuota 2017 dan meminta rokok berlabel khusus kawasan Bintan yang ada di pasaran ditarik dengan keberadaannya yang ilegal.

"Itukan pernyataan keliru. Kepala BP Bintan yang sekarang mestinya harus bertanya dulu kepada BP Bintan yang lama. Benarkah tahun 2016 lalu tak ada kebijakan label rokok khusus kawasan Bintan, kan ada dulu," kata dia Zul Kurniawan anggota Grafis, Minggu (26/3/2017).

Sementara dari pengakuan distributor, rokok yang beredar selama ini merupakan sisa kuota 2016 kebijakan lama, Jika itu ditarik karena alasan belum mengeluarkan kota 2017, apa bukan kebijakan paling keliru yang pernah ada.

"Mestinya dia (Kepala BP) tanya dulu sama kepala BPK Bintan yang dulu, sebelum mengeluarkan pernyataan,” ucap Zul.  

Editor: Udin