Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemkab Dituntut Perhatikan Hutan Lindung Di Bintan
Oleh : Harjo
Rabu | 15-03-2017 | 11:26 WIB
Pos-Polhut-Binut1.gif Honda-Batam

Pos Polisi Kehutanan di Kecamatan Bintan Utara. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Kondisi hutan lindung di Kabupaten Bintan semakin memprihatinkan. Sudah jadi rahasia umum, hutan di Bintan sudah gundul.

 

Suparno, mantan anggota DPRD Bintan mengatakan keberadaan hutan lindung di Bintan hanya asri kalau dilihat dari tepi jalan raya. Tapi kalau dilihat ke dalam, sudah gundul dan jadi lahan garapan.

"Katanya hutan lindung di Bintan cukup luas. Apakah masih banyak sesuai dengan kenyataanya di lapangan? tentu berbeda. Sebagian sudah gundul dan ada juga yang sudah jadi milik warga lengkap dengan surat lahannya," kata Suparno kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Rabu (15/3/2017).

Ia mengaku prihatin dan merasa miris melihat kondisi tersebut. Hutan lindung yang seharusnya dilindungi sebagai paru-paru dunia kini sebagian besar menjadi tanah garapan warga. Anehnya lagi, sebagai penggarap justru memiliki dokumen kepemilikan, baik berupa surat alas hak dan surat lainnya.

"Bagi warga yang memanfaatkan hutan lindung menjadi lahan garapan jelas sesuatu yang tidak bisa dibenarkan, apalagi sampai memiliki surat tanah. Artinya, keluarnya surat tanah apa pun bentuknya jelas tidak terlepas dari peran serta unsur pemerintah," katanya.

Suparno yang juga mantan legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mencontohkan, lahan hutan lindung adalah salah satu sumber resapan air untuk Waduk Seijago kecamatan Bintan Utara kondisi hutannya sangat memprihatinkan. Padahal disana ada pos Polisi Hutan yang seharusnya menjaga kelestarian hutan.

"Sayangnya pihak yang harusnya melakukan pengawasan dan penegakan hukum, tidak terlihat kinerjanya," tegasnya.

"Kalau pun ada program penanaman pohon yang dilakukan oleh unsur pemerintah melalui Ormas, LSM dan lainnya tentunya tidak bisa menutupi keserakahan penebangan hutan secara berirama yang sudah dilakukan. Apa lagi hanya sebatas penanaman tanpa dibarengi dengan pemeliharaan," tambahnya.

Lebih jauh, kata Suparno, apa yang terjadi memang bukan hal yang baru lagi. Saat ini, siapa yang bisa memastikan berapa luas hutan lindung di Bintan yang tersisa. Apakah hanya sekedar tinggal diatas kertas seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) namun berbeda dengan kenyataan di lapangan.

Jelas hal tersebut dibutuhkan pemerintah yang lebih peduli, jangan sampai justru akibat keserakahan tanpa memikirkan nasib generasi penerusnya. Apalagi dengan adanya wacana kran eksport biji bauksit akan kembali dibuka.

Jangan sampai justru dalam pemetaan RTRW berwarna hijau sebagai wilayah hutan lindung, disulap menjadi putih, hanya untuk kepentingan sesaat, tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari.

"Dengan kondisi hutan lindung yang sudah rusak, jangan diperparah lagi hanya untuk mengeruk keuntungan kelompok tertentu, justru mengorbankan nasib generasi penerusnya," pungkasnya.

Editor: Yudha