Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Media Online Mencerdaskan Bangsa, Bukan Memecah Belah Kerukunan
Oleh : Redaksi
Kamis | 02-03-2017 | 14:14 WIB
mediaonline.jpg Honda-Batam

Ilustrasi media online. (Foto: Ist)

Oleh Syarifah Farida

KEMENTERIAN Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran. Pada tahun 2014 secara resmi pemerintah mengeluarkan kebijakan pemblokiran situs dengan melalui Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 19 Tahun 2014. Kebijakan ini menuntut seluruh ISP untuk memblokir situs yang dirujuk oleh Kominfo. Pemblokiran situs yang dilakukan ISP dengan cara mengalihkan halaman yang dituju ke halaman peringatan.

Dalam kurun waktu setahun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku sudah memblokir setidaknya 773.097 situs negatif melalui Trust Postif. Sebagian besar yang diblokir merupakan situs pornogafi. Berdasarkan sumber media online CNNindonesia.com tercatat sekitar 90 persen atau 767.888 situs pornografi sudah diblokir. Sementara konten perjudian, termasuk situs kedua paling banyak diblokir yakni dengan jumlah 3.755 situs.

Dalam perjalanannya kebijakan ini menuai banyak perdebatan dari kalangan masyarakat. Perdebatan ini salah satunya terkait pemblokiran berbagai situs-situs yang bermuatan negatif seperti penyebaran informasi yang bersifat hoax, fitnah dan SARA seperti yang disebutkan dalam Permen Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 yaitu pornografi dan perbuatan illegal menurut undang-undang.

Adapun tujuan dari kebijakan ini memperlihatkan bahwa adanya keinginan pemerintah dalam mengambil peran untuk melindungi kepentingan umum dari potensi yang negatif dan merugikan dengan cara menutup aksesnya. Kebijakan ini diharapkan akan memberikan perubahan sikap moral ke arah yang lebih baik kepada masyarakat.

Dewasa ini, dinamika teknologi informasi sangat cepat berubah dan berkembang. Satu situs internet mati, ratusan lainnya muncul. Menurut Pelaksana tugas (Plt) Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Noor Iza mengatakan pihaknya saat ini masih dalam proses komunikasi di internal terkait pemblokiran 11 situs media Islam.

Ke 11 situs Islam yang diblokir tersebut diklaim memuat isu fitnah, SARA dan ujaran kebencian kepada masyarakat. Adapun ke 11 situs Islam yang sempat dikabarkan diblokir tersebut diantaranya : voa-islam.com, nahimunkar.com, kiblat.net, bisyarah.com, dakwahtangerang.com, islampos.com, suaranews.com, izzamedia.com, gensyiah.com, muqawamah.com dan abuzubair.net. (Sumber : Republika.co.id. 3/1/2017).

Namun ada juga sekitar bulan September lalu, 11 situs SARA yang kebanyakan menggunakan nama domain Islam juga diblokir aksesnya melalui Internet Service Provider (ISP). Sebelas situs tersebut adalah : 1. Lemahirengmedia.com, 2. portalpiyungan.com 3. suara-islam.com 4. smstauhiid.com, 5. beritaislam24h.com 6. bersatupos.com 7. pos-metro.com 8. jurnalmuslim.com 9. media-nkri.net 10. lontaranews.com 11. nusanews.com. (Sumber : cnnindonesia.com. 3/1/2017).

Bertolak dari besarnya peran media dalam mempengaruhi pemikiran khalayaknya, tentulah perkembangan media di Indonesia pada masa mendatang harus dipikirkan lagi dan diantisipasi guna meminimalisir dampak-dampak negatif yang merugikan kepentingan nasional. Dasar dari pemblokiran terhadap situs yang dianggap mengandung konten negatif itu tentunya merujuk pada Undang Undang (UU) ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru, No. 19 Tahun 2016 dari Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 sebelumnya.

Dengan mengatasnamakan kebebasan berpikir dan berpendapat, beberapa pengguna media sosial dengan bebas mengutarakan pendapatnya berdasarkan informasi yang belum pasti kebenarannya. Maka tidaklah heran jika banyak terjadi kasus perdebatan personal atau antar kelompok yang hanya dipicu oleh suatu postingan kata-kata seseorang (status/tweet) atau berita, gambar dan video dari situs “antah-berantah”.

Sebenarnya pemblokiran pemerintah terhadap situs yang mengandung SARA, Radikal dan Hoax adalah suatu yang perlu mendapat apresiasi terutama dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya yang selama ini susah payah menyerukan perdamaian Indonesia, sebab jika situs SARA, Radikal dan Hoax dibiarkan bagaimana nasib kedepan pemuda Indonesia. Karena situs-situs yang seperti ini juga bisa melunturkan keberagaman, kebhinekaan dan persatuan bangsa kita yang besar dan majemuk , untuk itu tentunya diperlukan dukungan masyarakat Indonesia untuk memerangi berita hoax dan fitnah.

Hal ini menjadi berbeda ketika berita pemblokiran pemerintah tehadap situs-situs Islam menjadi besar karena dibesar-besarkan oleh media atau orang yang pro radikalisme yang menyajikan berita atau tayangan dengan judul "Pemerintah Blokir Situs Islam". Karena dengan judul tersebut dapat memancing kemarahan umat islam yang awam internet karena pemerintah blokir situs islam padahal sebenarnya pemerintah memblokir situs Islam yang sering menyerukan SARA, Radikal dan Hoax. Seharusnya situs yang mengambil peran siar keagamaan harusnya menjadi media amanah yang mencerahkan umat.

Dampak globalisasi kenyataannya sangat berpengaruh terhadap prilaku dan budaya masyarakat di negara berkembang, khususnya Indonesia dimana, fenomena pengglobalan dunia dan tantangannya harus disikapi dengan arif dan positive thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi kemajuan.

Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Akan tetapi perlu kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan teknologi, informatika, dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal. Jati diri daerah harus terus tertanam dijiwa masyarakat Indonesia, serta harus terus, meningkatkan nilai-nilai keagamaaan. Dalam hal ini, media sangat berperan besar dalam proses sosialisasi kepada masyarakat.

Memang banyak cara untuk bermedia sosial secara sehat dan aman, karena dengan bermedia sosial secara sehat dapat menambah relasi dan menyelamatkan kita dari berbagai kondisi yang tidak menyenangkan termasuk ancaman kerukunan.

Selain itu, peran pemerintah dalam hal ini harus mampu meyakinkan agar masyarakat lebih yakin dan tidak salah paham dengan niat baik pemerintah tersebut dan terhadap situs yang memang nantinya terbukti rentan terhadap isu provokatif, berita palsu, atau informasi yang tidak akurat wajib untuk di blokir karena itu tidak mencerminkan negara kita dan Islam yang sebenarnya. Dan yang terpenting adalah menjadikan media sosial ajang posistif guna membangun generasi bangsa yang maju dan berpotensi khususnya di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.*


Penulis adalah pemerhati masalah kebangsaan, aktif pada Gerakan Penegak Pancasila untuk Kesejahteraan