Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Produsen Rokok Kecewa Keputusan Sri Mulyani soal Kenaikan PPN
Oleh : Ahmad Rohmadi
Sabtu | 07-01-2017 | 15:50 WIB
rokokbyreuters.jpg Honda-Batam

Ilustrasi orang merokok. (Foto: Reuters/David W Cerny)

 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang mengerek tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau dari 8,7 persen menjadi 9,1 persen.

 

Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moeftie mengatakan, sebenarnya rencana kenaikan sudah diketahui asosiasi sejak Agustus 2016 lalu kala berdiskusi dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

Hanya saja, diskusi saat itu merumuskan kenaikan tarif PPN hasil tembakau secara bertahap dari tahun ke tahun, yakni 8,7 persen pada 2016 menjadi 8,9 persen pada 2017 dan 9,1 persen pada 2018.

"Ini yang kami sayangkan, mulanya bertahap 8,7 persen lalu 8,9 persen di tahun 2017 barulah 9,1 persen di tahun 2018. Rupanya pemerintah tetap ingin langsung 9,1 persen," ujar Muhaimin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/1).

Otomatis, lanjut Muhaimin, langkah industri rokok dalam negeri di tahun 2017 akan kian terseok. Pasalnya, tak hanya meningkatkan tarif PPN hasil tembakau, pemerintah juga memasang tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) baru di tahun ini.

"Berat beban kami tahun ini, jangankan kenaikan tarif PPN. Kami juga dikenakan kenaikan cukai rata-rata 10,54 persen. Itu baru rata-rata, nyatanya untuk golongan tertentu lebih tinggi lagi," imbuh Muhaimin.

Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau tahun ini dari 8,7 persen menjadi 9,1 persen.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau.

Beleid tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 28 Desember 2016 lalu dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2017.

Mendapat Serangan

Tak cukup dari sisi tarif, industri rokok juga dipastikan akan terus-menerus mendapat serangan dari gerakan sosial anti-rokok, baik yang diterapkan oleh pemerintah maupun oleh lembaga kesehatan dan lembaga anti-rokok.

Sentimen pembatasan ruang untuk merokok dari pemerintah daerah (pemda) dipastikan akan kian galak kepada perokok. Belum lagi, ada pelarangan penjualan dan pemasangan iklan rokok.

Senada dengan Gaprindo, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) turut menyayangkan keputusan pemerintah yang langsung menginjak gas kenaikan tarif PPN hasil tembakau ke angja 9,1 persen.

"Kami tahu pemerintah butuh pemasukan tapi industri rokok jadi makin terbebani seharusnya diberi nafas dengan kenaikan bertahap karena ada kenaikan cukai juga," kata Ketua GAPPRI Ismanu Sumiran.

Industri rokok, kata Ismanu, dipastikan akan berat bukan hanya karena sentimen tarif PPN dan cukai yang terkerek naik, namun perekonomian yang masih memprihatinkan. Bahkan industri rokok disebutnya sudah pincang sejak tiga tahun belakangan.

Sebagai bukti, tahun lalu saja, produksi industri rokok terjun sekitar enam miliar batang, dari 348 miliar batang menjadi hanya 342 miliar batang.

"Ini membuktikan tahun ke tahun industri rokok kian rapuh, produksinya menurun terus," tutupnya.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani