Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Apipa, Anak Muslim yang Tinggal di Keluarga China-Kristen
Oleh : Redaksi
Kamis | 29-12-2016 | 09:02 WIB
apipaanakmuslimah.jpg Honda-Batam

Inilah Apipa, anak seorang warga muslim yang tinggal di keluarga China-Kristen. (Foto: BBC)

SEBUAH video yang menceritakan tentang pelajar Muslim yang tinggal di keluarga Cina-Kristen terpilih sebagai kisah baik tahun ini dari Indonesia dalam jajak pendapat yang diadakan oleh organisasi nirlaba Singapura, Our Better World.

Video ini mengangkat satu cerita dari program keluarga asuh lintas-agama yang dijalankan oleh organisasi SabangMerauke - yang ditujukan untuk memberikan contoh nyata toleransi. Apipa, seorang pelajar Muslim berkesempatan untuk tinggal di keluarga etnis Tionghoa yang beragama Kristen.

"Dua tiga hari itu (setelah menginap) Apipa mau minta pindah, terus Apipa ngomong dengan kakak pembina Apipa namanya Kak Mustaf. Kata saya, Apipa tidak betah tinggal di keluarga Kristen, sebab Apipa takut diajak ke gereja, tidurnya gelap lampunya dimatikan," ceritanya dalam video tersebut.

Keluarga Tionghoa yang menerima Apipa di rumahnya, Raymond Lim dan Ratna Megasari awalnya merasa patah arang karena Apipa tidak mau makan. Tetapi ketika mereka mulai mengenal satu sama lain, dua pihak merasakan kedekatan dan akhirnya belajar satu sama lain.

Raymond dan Ratna juga memfasilitasi Apipa untuk salat dan mengantarnya ke masjid. "Tadinya kita pikir, kita yang kedatangan tamu jadinya dia yang belajar dari kita, tapi sesungguhnya kami sebagai tuan rumah, kami juga belajar dari Apipa," kata Ratna.

Dalam program SabangMerauke, anak-anak yang menjalani program tinggal di keluarga asuh ini akan menjadi duta perdamaian bagi teman-temannya.

Dalam video itu Apipa lalu mengatakan bahwa, "ternyata apa yang saya alami tidak seperti yang saya pikirkan, mereka baik."
Salah satu pendiri SabangMerauke, Ayu Kartika Dewi kepada wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska mengatakan bahwa cerita ini adalah satu dari sekitar 55 kisah lainnya yang telah terbangun dari program keluarga asuh SabangMerauke.

"Ada lagi pengalaman anak Muslim yang ditempatkan di keluarga Hindu. Hari-hari pertama, anak ini susah makan. Keluarga Hindu yang tentu tidak makan daging sapi, selalu menyediakan tahu tempe. Setelah ditanya, ternyata anak ini dari Sumatera seringnya makan rendang (daging sapi). Tapi keluarga Hindu ini luar biasa sekali, akhirnya menyediakan rendang di rumah walau mereka di rumah tidak makan daging sapi," ceritanya.

Bagi Ayu dan SabangMerauke, toleransi tidak bisa dideskripsikan dengan sempit karena itu adalah sesuatu yang harus dialami dan dirasakan, bukan hal yang bisa diajarkan. "Kita biasanya takut pada hal yang kita tidak tahu," kata Ayu.

"Jangan-jangan kita sendiri yang membatasi makna toleransi itu. Banyak sekali cerita-cerita tentang toleransi dari kawan-kawan ketika mereka jadi minoritas. Saya sendiri waktu kuliah di Amerika misalnya, di kampus saya tidak ada masjid, masjidnya jauh di kota. Bagaimana anak-anak salat Jumat? Salat Jumatnya di Katedral. Di kasih tempat salat di Katedral. Hal seperti ini kan sesuatu yang indah. Bahkan ketika orang lain membantu kita, mereka tidak melihat sekat agama," tutur Ayu.

Ada banyak stereotype yang membuat kita punya prasangka terhadap orang yang berbeda, lanjut Ayu.

"Kita biasanya takut pada hal yang kita tidak tahu. Sama seperti Apipa yang belum pernah ketemu orang Kristen seumur hidupnya. Dikira kalau ketemu, diajak ke gereja dan di-Kristen-kan. Tapi setelah dia tahu, jadi tidak papa."

SabangMerauke mendapat pendanaan dari Our Better World untuk membuat video ini beberapa bulan lalu, setelah lolos dalam proses seleksi.

Our Better World sendiri adalah sebuah inisiatif yang berfokus pada konten digital dari Singapore International Foundation yang bertujuan untuk mengajak komunitas-komunitas bersama melakukan berbagai aktivitas untuk pemberdayaan komunitas.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani