Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kayu Hasil Pembukaan Lahan Diduga Diolah dan Dijual Diam-diam

Ada Pembalakan Liar dalam Pembukaan Lahan Sawah di Desa Resang Lingga
Oleh : Nurjali
Minggu | 18-12-2016 | 14:30 WIB
Kayu desa Resang.jpg Honda-Batam

Diduga kayu yang berasal dari hasil pembukaan lahan di sawah Desa Resang dijual secara ilegal oleh oknum pengusaha secara diam-diam tanpa seizin pemerintah setempat.

BATAMTODAY.COM, Lingga - Kayu yang berasal dari hasil pembukaan lahan sawah di Desa Resang, Kecamatan Singkep Selatan, Kabupaten Lingga, diduga dijual secara diam-diam oleh oknum pengusaha. Bahkan, pihak Desa sendiri tidak pernah menerbitkan izin apapun terhadap kegiatan yang dilakukan oleh oknum pengusaha tersebut.

Dari investigasi wartawan BATAMTODAY.COM, Nujali, menemukan modus pembabatan hutan dan pengolahan kayu secara ilegal dalam pembukaan ribuan hektar lahan sawah, yang pengerjaannya sudah dimulai sejak awal Oktober 2016 lalu. Berikut laporan selengkapnya.

Pola pengerjaan cetak sawah ini masih sama dengan program Opsus TNI di Desa Bukit Langkap, Lingga Timur, di mana pelaksananya adalah pihak ketiga yang ditunjuk oleh TNI AD.

Sedikitnya 20 alat berat dengan beragam fungsi diturunkan ke lokasi sawah Desa Resang. Dan dalam waktu dua minggu, 40 hektar lahan hutan telah dibuka menjadi petakan-petakan sawah.

Kegiatan cetak sawah tersebut secara otomatis menyisakan ribuan batang kayu besar jenis, seperti kempas, meranti, mentangor dan lain sebagainya, yang rata-rata memiliki diameter 80-100 centimeter.

Terkait pengelolaan kayu dari lahan sawah tersebut, berada di luar tanggung jawab pihak TNI. Dengan kata lain, potensi kayu dari lahan sawah murni kewenangan pemerintah setempat.

Belum dapat diketahui secara pasti seperti apa pola kerja sama pemanfaatan kayu dari lahan sawah Resang, namun di sekitar area persawahan terlihat aktivitas sejumlah pekerja mengolah ribuan batang kayu-kayu menjadi balok-balok.

Edi, salah seorang pekerja kayu yang berhasil diwawancarai di lokasi pencetakan sawah tersebut mengungkap, dirinya bersama sekitar 40 orang pekerja hanya ditugaskan memotong kayu besar dari sisa pembukaan lahan menjadi tual-tual berukuran panjang 5 meter.

"Kami dibayar dengan hitungan per inci Rp150. Kalau hitungan kerja santai, sehari itu kami bisa dapat rata-rata 300 inci-lah. Lumayan gajinya bisa Rp450 ribu," tuturnya, Minggu (18/12/2016)..

Dia menjelaskan, tual-tual itu kemudian diangkut ke lokasi pencetakan balok yang berada tidak jauh dari lokasi sawah. Proses pencetakannya menggunakan 7 buah gergaji piring.

"Kalau ukuran jadi baloknya kira-kira 8-12 centimeter. Rata-rata kayu kempas. Kualitasnya nomor satu, di atas kayu kapur," terang warga Kecamatan Singkep Barat ini.

Terkait siapa pemilik usaha yang mempekerjakannya, Edi mengaku kurang tahu persis. Namun dia menyebutkan seorang warga Tionghoa yang berasal dari Dabosingkep.

Dia juga mengatakan, pemanfaatan kayu tersebut tidak hanya dari area yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai lokasi pencetakan sawah saja, tapi sampai keluar area pesawahan.

"Kami menebang sampai keluar batas yang ditandai. Ada petugas polisi yang mengawasi di lapangan," ungkapnya lagi.

Janji Mentan
Implementasi kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman menciptakan sawah dan lumbung padi organik di atas ribuan hektar lahan perawan Kabupaten Lingga Kepulauan Riau, sudah mulai dijalankan pemerintah setempat.

Langkah awal, dengan menggesa pemetaan area potensial persawahan melalui Study Investigasi Design (SID) bersama tim akademisi dari Universitas Riau (UNRI), berhasil mengoleksi sedikitnya 1.300 hektar lahan APL di tujuh titik, termasuk hutan Kempas di Desa Resang Kecamatan Singkep Selatan dengan luas 254 Hektar.

Hutan yang memiliki potensi kayu kelas satu ini menjadi lokasi pencetakan sawah pertama program 10.000 hektar persawahan organik Kepulauan Riau, yang dicanangkan Mentan RI saat kunjungannya ke Lingga pada 7 September 2016 lalu.

Meski sempat menjadi kekhawatiran masyarakat terkait pemanfaatan kekayaan hasil hutan pada lahan tersebut, Bupati Lingga Alias Wello dengan tegas mengatakan Pemerintah Kabupaten Lingga akan berupaya memaksimalkan potensi kayu dari lahan sawah itu untuk kesejahteraan masyarakat banyak.

"Kami akan mencari solusi. Bahan itu kalau digunakan untuk lokal saja juga melimpah," kata Alias dalam forum diskusi sempana hari jadi Kabupaten Lingga ke-13, akhir November 2016 lalu.

Dia mengatakan, Pemerintah akan mencari jalan keluar agar pemanfaatan kayu dari hutan yang dibuka untuk sawah tersebut dapat turut dinikmati masyarakat banyak.

"Kita minta SKPD terkait mencari aturan cukainya kalau memang ade cukai. Kemudian hasil kayu ini kita tagih, dan kita buatkan dokumen. Supaya masyarakat juga untung," ungkapnya.

Penjualan kayu
Salah satu LSM Lembaga Anti Korupsi (LAKI) Kabupaten Lingga, Sabtu (17/12/2016) mensinyalir adanya kerugian negara dari penjualan ilegal hasil kayu pada pembukaan lahan sawah di Desa Resang.

Azhar, salah seorang pengurus LAKI mengatakan, pihaknya telah menerima informasi dari masyarakat Singkep Selatan terkait aktifitas pengiriman balok-balok kayu yang berasal dari pembukaan lahan sawah tersebut ke Kota Batam, melalui pelabuhan tikus di Desa Marok Kecil.

"Dari keterangan warga, pengiriman kayu-kayu ini bisa tiga kali dalam seminggu, menggunakan lebih dari satu kapal sekali kirim," kata dia.

Dia mengatakan, kapal yang digunakan untuk pengiriman kayu ini berkapasitas angkut hingga 40 Ton. Artinya dalam sekali pengiriman bisa mencapai 150-160 ton.

"Ini jumlah yang besar. Sementara kita tahu, pemerintah setempat tidak pernah mengeluarkan surat keterangan asal usul (SKAU) kayu dari lahan persawahan di Desa Resang," ungkapnya.

Bahkan, LAKI menduga pihak pengelola kayu dari pembukaan sawah di Desa Resang juga tidak memiliki kerjasama yang baik dengan pemerintah daerah, serta tidak memiliki kelengkapan dokumen lainnya atas pemanfaatan potensi kayu pada lahan tersebut.

"Ini berpotensi menyebabkan kerugian negara cukup besar. Lahan yang dibuka tidak sedikit," ujar Azhar.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Kadistanhut) Lingga, Rusli Ismail di Daik Lingga Selasa (13/12/2016) menjelaskan, kayu yang berada dilahan area penggunaan lain (APL) menjadi kewenangan daerah dan boleh dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan lokal.

"Yang rumit itu pemanfaatan kayu di lahan hutan produksi atau hutan lindung. Kalau lahan APL, masyarakat boleh memanfaatkannya," tutur Rusli.

Tapi, lanjutnya lagi, jika peruntukan kayu itu untuk dijual keluar daerah atau sifatnya besar seperti persiapan pembukaan lahan hutan tanaman, maka harus ada kelengkapan izin dari pemerintah dan ada aturan cukai/pajak dari setiap tegakan kayunya.

Editor: Surya