Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mereka Tolak Kepunahan Orangutan Lewat Seni
Oleh : Redaksi
Rabu | 14-12-2016 | 12:14 WIB
lukisan-itu1.jpg Honda-Batam

Lukisan-lukikan orangutan Kalimantan untuk menggugah semua, agar peduli bahwa satwa ini di ambang kepunahan. (Foto: Tommy Apriando)

KUMIS dan jambang tipis. Anting silver tampak menghiasi kedua telinga. Begitulah penampilan khas Bayu Widodo, pegiat seni dari Survive Garage. Tiga bulan lalu dia diundang bikin karya tentang orangutan berikut habitat. Awalnya, dia merasa cukup susah dengan tema baru ini. Selama ini, Bayu lebih sering bikin karya isu urban, keadilan, masyarakat adat, dan kritik sosial.

Akhirnya ide itu muncul. Tiga hari dia menghabiskan waktu buat menghasilkan karya bercerita hutan, orang dan orangutan. Ketiganya tak terpisahkan. Semua dalam kesatuan ekosistem berkesinambungan. Hutan rumah bagi manusia dan satwa. “Banyak hutan rusak karena tambang dan perkebunan sawit,” katanya.

Karya Bayu terpajang di sisi kanan dari pintu masuk pameran Art For Orangutan 2016, di Jogja National Museum (JNM), pada 26-29 November 2016.

Acara mengkampanyekan perlindungan orangutan dan habitat ini melibatkan 121 seniman baik lukis, patung dan karya cetak. Semua ada 134 karya senin. Pameran kedua ini hasil kerja sama Centre for Orangutan Protection (COP), Komunias Gigi Nyata dan IAM Project.

Karya Bayu dibuat antara kombinasi stensil, kerok dan gambar. Warna putih orangutan dan ranting-rating kering pepohonan. Latar gambar dia bikin dalam suasana kekacauan. Dia ingin menyampaikan, oranguran dan hutan Indonesia antara masih ada dan tiada.

“Karya itu juga refleksi kepada saya pribadi untuk ikut selamatkan hutan, orangutan, dan kehidupan,” katanya.

Sebagai satwa langka, katanya, sudah kewajiban pemerintah berperan penting melindungi.

Ervance dari Komunitas Gigi Nyala mengatakan, pameran kedua kali ini mengambil tema “Menolak Punah.” Harapannya, lewat karya seni bisa mendukung gerakan perlindungan orangutan dan habitat.

“Lewat seni kami ingin ajak manusia membantu orangutan bisa bertahan dari kepunahan. Harapannya pengunjung peduli dan mau membenatu menyelamatkan orangutan lewat cara yang bisa kita lakukan,” katanya.

Ramadhani, Managing Director COP mengatakan, lewat pameran berharap kepedulian terhadap endemik hutan Indonesia muncul dari banyak kalangan.

Dia bilang, keterancaman orangutan dan habitat, ada tiga penyebab utama, yakni, ekspansi perkebunan sawit dan pertambangan, perdagangan ilegal, dan sirkus satwa.

Dari catatan COP, tahun 2016, lima orangutan mati di dua kabupaten berdekatan di Kalimantan Timur, yakni Kutai Timur dan Kota Bontang. Tiga mati terbakar, satu mengapung di sungai dan satu buta, terjerat kaki hampir putus.

Sekitar 1.200 orangutan masih bisa terselamatkan di rawat pusat rehabilitasi yang tersebar di beberapa titik di seluruh Kalimatan. Hilangnya orangutan dampak perluasan perkebunan sawit. Orangutan dianggap hama penganggu yang memakan biji sawit hingga merugikan perusahaan.

“Istilah tembak, kubur dan diam jadi jalan pintas mengurangi kerugian. Perusahaan mengupah tiga pemburu dibayar Rp2 juta perbulan,” ucap Dhani.

Kurun 2004-Agustus 2016, setidaknya ada 23 kasus tercatat penembakan orangutan dengan senapan angin. Orangutan mengalami kondisi kritis, cacat permanen hingga mati.

Upaya penyelamatan orangutan juga dilakukan Dhani dengan membuat petisi di Change.org. Petisi didukung 11 lembaga perlindungan satwa yang tengah menyerukan kampanye “Perketat Pengawasan Senapan Angin” –di media sosial kampanye bisa dilihat lewat tagar #TerorSenapanAngin. Pada Jumat (4/12/16), petisi sudah mengumpulkan lebih 7.831 dukungan.

Dhani mendesak, pemerintah bikin aturan dan hukum bisa dijalankan dengan tegas. “Izin-izin perkebunan sawit dihentikan.”

Dia juga ingin, pemerintah membentuk tim satgas yang bekerja cepat merespon laporan masyarakat dalam penyelamatan satwa endemik, terutama orangutan.

Erik Meijaard, Erik Meijaard, ilmuwan konservasi asal Australia mengatakan, banyak perburuan dan pengusiran orangutan dari habitat. “Kita akan kehilangan spesies yang perkembangbiakannya lambat ini. Akan sangat sulit mendapatkan mereka kembali.”

Survei menunjukkan, setiap tahun ada sekitar 2.000-3.000 orangutan mati dibunuh selama 40 tahun belakangan oleh para pemburu dan penduduk yang memperlakukan mereka sebagai peliharaan.

Hanya ada sekitar 100.000 orangutan lagi diestimasi tersebar di Kalimantan, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Jumlah ini merosot tajam dari 1973 sekitar 288.500 orangutan. Diperkirakan tahun 2025, nanti populasi orangutan merosot hingga 47.000. (*)

Sumber: Mongabay.co.id
Editor: Yudha