Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rizani Ahmad, Anak Gunung yang Mencintai Laut
Oleh : Redaksi
Senin | 05-12-2016 | 12:02 WIB
anak-gunung1.jpg Honda-Batam

Rizani Ahmad, anak gunung yang mencintai laut. (Foto: Dok. Rizani Ahmad)

LELUHURNYA adalah petani. Selama ratusan tahun telah berkebun kopi di wilayah Bukit Barisan. Tapi sejak mahasiswa, Rizani Ahmad, lelaki kelahiran Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, 20 April 1979, ini lebih tertarik dengan laut. Apa yang dicarinya?

"Saya ini asli wong Semendo, yang secara tradisi biasa hidup di wilayah pegunungan. Tapi mungkin, karena saya lahir dan dibesarkan di Tanggamus yang ada wilayah pesisir, selain pegunungan, membuat saya menyukai laut," kata Rizani Ahmad, alumni Politeknik Negeri Lampung 2002, seperti dikuti Mongabay Indonesia, di Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, akhir November 2016.

Semendo adalah suku yang menetap di wilayah Bukit Barisan di Sumatera Selatan. Suku ini sejak dahulu dikenal sebagai “perantau” ke berbagai wilayah perbukitan di Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, hingga ke Jambi. Mereka membuka hutan untuk berkebun kopi.

“Tapi mungkin, karena saya aktif di organisasi pencinta alam (PA) selama menjadi mahasiswa, yang kegiatannya banyak ke pesisir Lampung, membuat saya mencintai laut,” kata anak pertama dari empat bersaudara pasangan Makmun dan Sinarmi ini.

Rasa cinta terhadap laut membuat Rizani bergabung dengan Mitra Bentala dari 2003 hingga sekarang. Mitra Bentala adalah organisasi lingkungan hidup yang konsen pada persoalan kelautan di Lampung.

“Rasanya sangat sulit meninggalkan pekerjaan ini,” kata Rizani, yang kemudian menjelaskan saat ini dari 160 ribu hutan bakau di Lampung, sekitar 136 ribu mengalami kerusakan. Yang tersisa pun kondisinya kritis. Ini sebagai akibat dari aktivitas pertambakan udang, ikan, pembangunan infrastruktur seperti fasilitas lokasi wisata, permukiman, juga pencarian ikan yang tidak lestari.

Kali pertama bergabung dengan Mitra Bentala, Rizani yang kini dipercaya sebagai ketua divisi pemberdayaan masyarakat, melakukan pendampingan di Desa Pulau Pahawang, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

“Saat saya ke sana, kondisi mangrove dan terumbu karangnya rusak. Kami bertekad menjaga yang tersisa dan berjuang memperbaiki yang rusak.”

Padahal, ekosistem laut di Pulau Pahawang sangatlah komplit. Ada terumbu karang, mangrove, perairan yang bersih, serta wilayah berupa pulau yang dekat dengan daratan Sumatera.

Panjang pantai Pulau Pahawang sekitar enam kilometer, yang sebagian besar hutan bakaunya rusak. Setelah tiga tahun didampingi, pada 2007 keluarlah Peraturan Desa Perlindungan Hutan Mangrove Desa Pulau Pahawang. “Saat ini sekitar 141 hektare hutan bakau telah terselamatkan,” katanya.

Namun, setelah menjadi wilayah favorit wisata, berbagai persoalan muncul di Desa Pahawang, yakni sampah dan kerusakan terumbu karang akibat sejumlah wisatawan melakukan diving, serta rehabilitasi mangrove yang lamban. “Padahal kami mendorong wisata konservasi dan pendidikan di sana,” ujarnya. “Aksi menanam mangrove untuk wisatawan yang datang, tampaknya tidak optimal,” katanya.

Apa yang sudah dikerjakan di Desa Pulau Pahawang lalu dikembangkan di Desa Gebang yang didampingi Mitra Bentala sejak 2011. Desa ini pun pada 2015 telah melahirkan Peraturan Desa tentang Penataan dan Pelestarian Pesisir Desa Gebang. “Kita berharap Desa Gebang sama seperti Desa Pulau Pahawang, bahkan jauh lebih baik dalam menjaga lingkungan dan kesejahteraan masyarakatnya.”

Lingkungan Terjaga, Rakyat Sejahtera

Apa yang diinginkan dan dicari dari seorang Rizani? “Itu pertanyaan yang selalu disodorkan keluarga maupun teman-teman. Dan saya selalu menjawabnya untuk hidup,” kata suami Siti Andriani ini.

Dijelaskan Rizani, dia menyakini bumi dan isinya diciptakan Tuhan untuk semua makhluk hidup. Untuk kesejahteraan makhluk hidup ciptaan-Nya. “Tetapi pada sisi lain, kita juga diminta menjaganya. Ini bukan berarti demi kepentingan Tuhan, tapi untuk kepentingan kita. Jika alam dirusak, kita juga yang merasakan dampak negatifnya.”

Oleh karena itu, niat maupun langkah yang dilakukan Rizani bersama para pegiat lingkungan hidup lainnya di Lampung adalah berusaha sekuatnya menjaga ekosistem yang masih terjaga. Berusaha memperbaiki apa yang rusak. Dan mendorong upaya pemanfaatan yang lestari, yang sepenuhnya untuk masyarakat, sehingga hidup menjadi sejahtera.

Menyelamatkan hutan mangrove, misalnya, yang berarti menyelamatkan hidup ribuan manusia, khususnya nelayan. Setiap satu hektare hutan bakau sekitar satu ton ikan yang hidup, yang merupakan sumber pendapatan nelayan.

"Selain itu, hutan mangrove merupakan benteng bagi masyarakat yang hidup di pesisir dari badai dan gelombang tinggi atau tsunami."

Lebih jauh, hutan mangrove dapat mencegah abrasi laut, mempertahankan kondisi tanah, menjaga kualitas air atau mencegah pencemaran, serta menjadi habitat berbagai makhluk hidup, “Yang semuanya itu sangat berguna bagi manusia dan makhluk hidup lainnya,” ujar Rizani.

“Saya merasa, laut kita saat ini terus mengalami kerusakan, sehingga manusianya menjauh dari kesejahteraan. Ini tidak adil. Makanya kita upayakan agar laut kita kembali lestari dan rakyat yang memanfaatkannya hidup sejahtera.”

Berhasilkah? “Saya hanya bekerja, kita bekerja, dan saya percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kita,” papar Rizani. (*)

Sumber: Mongabay.co.id
Editor: Yudha