Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dorong Pebisnis Soto Buka Outlet di Banyak Negara
Oleh : Redaksi
Sabtu | 03-12-2016 | 12:26 WIB
Soto1.jpg Honda-Batam

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong pebisnis soto membuka outlet di banyak negara.

BATAMTODAY.COM, Batam - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong pebisnis soto membuka outlet di banyak negara. Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengatakan, saat ini, Bekraf gencar mengampanyekan soto sebagai kuliner dunia.

 

Soto dipilih karena cocok dikonsumsi di banyak negara. Misalnya, di negara-negara empat musim. "Soto menggambarkan keragaman dan kehangatan Indonesia," kata dia di sela-sela acara Food Startup Indonesia di Yogyakarta, Senin, 28 November 2016.

Acara yang digelar Bekraf itu menghadirkan 50 peserta bisnis rintisan kuliner. Tujuan acara yang dihelat hingga 30 November ini adalah mendorong pengembangan industri ekonomi kreatif di bidang kuliner.

Menurut Ricky, kuliner perlu branding agar bisa mendunia. Soto punya potensi mendunia karena menggambarkan identitas Indonesia, dan membuatnya pun sangat mudah. Sebab, bumbu soto dapat ditemui di toko-toko Asia.

Soto Indonesia pernah dibawa ke sejumlah acara besar di dunia. Di antaranya, saat New York Street Festival di Amerika Serikat pada Juli 2016; Frankfurt Book Fair, Jerman, pada Oktober; dan Asian Culinary Festival di Seoul, Korea Selatan.

Bekraf, kata Ricky, akan kembali membawa soto dalam acara Venice Art Biennale dan Europalia di Belgia pada 2017. Soto yang dibawa, di antaranya soto Betawi, soto Pekalongan, soto Surabaya, dan soto Padang.

"Ahli kuliner menyebutkan ada 47 ragam soto. Kami akan melakukan kurasi," kata dia.

Menurut dia, masa depan bisnis kuliner menjanjikan karena punya pasar bagus di dunia. Kuliner punya kontribusi 40 persen yang berkembang dalam 16 sektor ekonomi kreatif. Tantangan pelaku kuliner adalah membuat bisnis ini terus punya nilai tambah. Seharusnya, kuliner tidak hanya menjadi komoditas yang dikonsumsi orang, melainkan bagian dari kekayaan intelektual Nusantara.

Deputi II Bidang Akses Permodalan Fadjar Hutomo mengatakan bisnis kuliner menyumbang 40 persen dari Rp 700 triliun produk domestik bruto sektor ekonomi kreatif secara nasional. Kini, kuliner bukan sekadar komoditas, melainkan menjadi gaya hidup masyarakat. Sektor ini menjadi kebutuhan dasar, selain fashion dan kerajinan.

Menurut dia, untuk mengembangkan bisnis kuliner rintisan, pelaku usaha harus mampu melakukan branding produk mereka sehingga bisa menjangkau publik secara luas atau mendunia. Indonesia punya banyak contoh produk yang mendunia, misalnya kebab Turki Nilam Sari.

"Untuk bisa mendunia, pelaku usaha mesti punya standar produk. Misalnya, standar penyajian dan rasa," kata dia.

Sumber: Tempo.co
Editor: Yudha