Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kearifan Lokal Menjaga Kelestarian Alam

Pemkab Lingga Angkat Tradisi Mandi Safar
Oleh : Bayu Yiyandi
Rabu | 30-11-2016 | 19:41 WIB
mandisafardilingga.jpg Honda-Batam

Tradisi mandi Safar di Kabupaten Lingga. (Foto: Bayu Yiyandi)

 

BATAMTODAY.COM, Daiklingga - Mandi di bulan Syafar atau Mandi Safar di Kabupaten Lingga, sudah tidak asing lagi. Karena sudah menjadi tradisi masyarakat setempat secara turun temurun. Tradisi ini kembali diangkat oleh Pemkab Lingga melalui Dinas Pariwisata menjadi salah satu event wisata tahunan.

 

Pada tahun 2016 ini juga Pemkab Lingga kembali menyelenggarakan kegiatan tersebut dengan acara yang langsung dipimpin oleh Wakil Bupati Lingga, M Nizar di objek Wisata Lubuk Papan pada Rabu (30/11/2016) bertepatan 1438 Hijriah/ 2016 Masehi.

Muhammad Nizar, disela-sela kegiatan itu menyampaikan bahwa tadisi mandi syafar sebagai salah satu ritual adat orang Melayu Daik harus terus dilestarikan. Selain itu, titik-titik wisata yang dijadikan lokasi ritual berlangsung juga perlu mendapat perhatian khusus untuk penataan yang lebih baik.

"Mandi Safar adat istiadat kita. Memang harus kita pertahankan. Pelestarian juga harus dilakukan di tempat-tempat yang menjadi lokasi kegiatan ini berlangsung," ungkap Nizar, Rabu (30/11) pagi.

Dalam kesempatan tersebut, bulan Safar yang juga dikenal sebagai bulan naas perlu menjadi intropeksi bagi seluruh kalangan. Tradisi menolak bala dari seluruh marabahaya ini terang Nizar juga harus dijalankan setiap bulannya lewat kegiatan-kegiatan doa bersama.

"Ini jadi intropeksi untuk kita bersama. Tidak hanya dibulan Naas ini, tapi kedepan perlu juga setiap bulan digelar doa bersama," sambung Nizar.

Sementara itu ditempat yang sama, salah seorang pemerhati budaya melayu Lazuardi mengatakan mandi syafar yang lazimnya berlangsung disungai-sungai memiliki makna filosofi alam melayu yang tinggi. Sebagai sebuah kebudayaan dan tradisi kata Lazuardi tentu ada nilai-nilai yang harus diambil dari tradisi.

Empat elemen yakni air, api, angin dan udara kata Lazuardi juga dikenal dalam alam melayu. Air memiliki peran cukup besar, selain menjadi media mensucikan diri lewat wudhu, air juga dikatakannya memiliki pran besar dalam kehidupan.

"Mandi Safar lazimnya dilaksanakan disungai. Seperti namanya safar yang berarti jalan-jalan menjadi bumbu ritual ini. Intinya adalah tolak bala dan doa selamat agar terhindar dari bulan naas. Ada air untuk di mandi, ada juga yang diminum dari sangku sebagai medianya. Para tetua percaya lebih dari 12.000 balak diturunkan pada Rabu terakhir bulan syafar ini. Untuk itu kita mencari keselamatan," jelas Pukcu War, demikian ia biasa disapa.

Pukcu mengatakan, ada nilai-nilai filosofis yang juga perlu diambil dan diketahui bagi kalangan luas untuk tetap menghidupkan tradisi turun temurun ini. Kesinambungan alam dan manusia salah satunya. Lewat kegiatan budaya ini terang Pukcu lingkungan sekitar harus menjadi perhatian bersama untuk terus dijaga.

"Air menyejukkan, mengalir dari atas kebawah. Seperti harapan kita agar kesalamatan dari Yang Kuasa turun kepada hambanya. Budaya ini jika dilihat lebih jauh banyak memiliki makna bagi kehidupan kita, menjaga kelestarian dan keseimbangan alam khususnya fungsi sungai terhadap orang-orang melayu," tukas Pokcu.

Editor: Dardani