Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Hasil Penyelidikan Komnas HAM atas Kekerasan di Sanggeng, Manokwari
Oleh : Roni Ginting
Rabu | 23-11-2016 | 12:02 WIB
natalius-pigai.jpg Honda-Batam

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI telah melakukan pemantauan dan penelitian kasus kekerasan yang terjadi di Sanggeng, Kota Manokwari Provinsi Papua Barat.

Natalius Pigai, Komisioner Komas HAM, melalui rilis yang diterima BATAMTODAY.COM, Rabu (23/11/2016), menyampaikan kesimpulan kajian dan analisis yang dilakukan oleh tim, sebagai berikut:

Proses tindakan penegakan hukum atau penindakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Papua Barat, dinilai lebih cenderung memihak atau melindungi warga pendatang sebagai pemicu adanya protes warga masyarakat Papua yang ada di Sanggeng. Tindakan kepolisian yang tidak imparsial dan tidak netral ketika orang Papua berhadapan dengan warga pendatang.

"Tindakan penegakan hukum di Papua yang cenderung berpihak pada warga pendatang, merupakan tindakan diskriminatif atas dasar sentimen terhadap Orang Papua Melanesia atau Papua phobia," ungkap Natalius.

Berdasarkan fakta tersebut di atas, katanya, Komnas HAM berkesimpulan bahwa tindakan Papua phobia atau tindakan diskriminatif atas dasar sentimen atas orang Papua telah berlangsung 50 (lima puluh) tahun lamanya. "Dalam kurun waktu 50 (lima puluh) tahun tersebut, tidak pernah ditemukan adanya tindakan kekerasan aparat yang korbannya adalah warga pendatang," ujarnya..

Pelaksanaan penertiban dan penindakan hukum yang dilakukan aparat Kepolisian Papua Barat haruslah dipilah dalam beberapa peristiwa yakni penikaman Vijai Pauspaus telah direspon oleh Kepolisian Resor Manokwari dengan mendatangi TKP, akan tetapi pihak kepolisian tidak merespon secara cepat untuk memberikan kepastian hukum kepada keluarga korban.

Kedua, tindakan penertiban terhadap peristiwa tanggal 26 Oktober 2016 yang dilakukan berupa penembakan dengan senjata menyebabkan 12 (dua belas) orang korban karena itu patut diduga terjadi pelanggaran atas Protap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

"Ketiga, terjadi pelanggaran prosedur dan ketidakprofesionalan petugas Kepolisian dalam tindakan operasi menangkap para pelaku karena salah sasaran, terjadi salah penemabakan dan pemukulan. Hal itu menunjukan lemahnya koordinasi di tingkat pengendali," tuturnya.

Dalam peristiwa kekerasan di Sanggen, Manokwari, Papua Barat, pada 26 -27 Oktober 2016, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dijamin di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan di bidang hak asasi manusia, antara lain: hak untuk hidup; hak untuk bebas dari penyiksaan dan tidak mendapat perlakukan kejam dan manusiawi; hak untuk memperoleh keadilan; hak atas rasa aman; hak anak; hak atas kepemilikan; hak atas kesehatan dan hak atas rasa aman.

Berdasarkan rangkaian tersebut, maka terdapat pihak-pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban dalam peristiwa kekerasan di Sanggeng. Manokwari, Papua Barat, pada 26 -27 Oktober 2016, namun tidak terbatas pada nama-nama sebagai berikut:

  1. Kapolda Papua Barat diduga untuk bertanggung jawab secara umum sehubungan dengan terjadinya peristiwa kekerasan tersebut.
  2. Komandan Brimob, Karoops Polda Papua Barat dan Kapolre Manokwari diduga untuk bertanggung jawab karena pada saat peristiwa bertindak sebagai penanggung jawab wilayah di lapangan, khususnya pada peristiwa tanggal 27 Oktober 2016.
  3. Para komandan/atasan kepolisian diduga bertanggungjawab yang tidak melakukan pencegahan bahkan melakukan pembiaran terhadap anak buahnya yang melakukan kekerasan dalam operasi terutama pada 27 Oktober 2016 yang tidak menggunakan ketentuan sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
  4. Anggota kepolisian, diduga bertanggung jawab melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.
  5. Masyarakat yang terlibat secara langsung dalam tindak penyerangan, perusakan dan/atau pembakaran terhadap berbagai asset terutama Pos Polisi dan sepeda motor.

Editor: Yudha