Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fahri Hamzah Cakap Legislatif Punya Hak Imunitas
Oleh : Irawan
Kamis | 10-11-2016 | 08:24 WIB
fahrihamzahbyjp.jpg Honda-Batam

Fahri Hamzah. (Foto: Jawa Pos)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, ke Bareskrim Polri, Rabu (9/11/2016), berkaitan dengan orasi Fahri Hamzah pada aksi damai 4 November lalu yang dinilai melakukan penghasutan upaya makar terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Wakil DPR Fahri Hamzah menyayangkan banyak nasehat yang masuk kepada Presiden tidak memahami peta konstitusi dan UU pasca amandemen ke-4 UUD 1945.

"Hal ini menyebabkan banyak sekali pernyataan yang sebetulnya sudah tidak relevan diucapan Presiden," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/11/2016).

Menurut Fahri, dalam menyikapi demonstrasi masih digunakatan kata ditunggangi dan digerakkan. Padahal sebetulnya, demonstrasi dan penggeraknya legal dan sah. "Lalu buat apa susah-mencari dalang dan penunggang segala?" tanyanya.

Kemudian terkait makar, kata Fahri, juga banyak yang belum paham bahwa pasal makar itu sebagian besar sudah dibatalkan Mahamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk penyesuaian dengan UUD 1945 yang baru.

"Makar dalam terminologi aslinya di KUHPidana disebut anslaag. aanslag itu diartikan sebagai gewelddadige aanval yang dalam bahasa Inggris artinya violent attack. Artinya, makar itu hanya terkait dengan fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat," jelas Fahri.

Di Bab II KHUPidana memang sebelum reformasi, makar di bahas dari pasal 104 sampai dengan 129. Namun sekarang sudah banyak yang dihapus dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Pasal makar yang tersisa hanya yang terkait violent attack, seperti membocorkan rahasia negara, kerjasama dengan tentara asing dalam massa perang dll. Sementara yang terkait dengan kehormatan dan martabat kepala negara sudah berubah menjadi delik aduan.," katanya.

Amandemen 1945, lanjutnya, telah memigrasi segala anasir otoriter yang berpotensi mengekang kebebasan befikir dan berekspresi masyarakat.

"Jadi, salah tempat di era demokrasi ini kalau masih ada yg berfikir tentang makar. Presiden naik dan jatuh diatur jalan keluarnya dalam konstitusi, tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial," paparnya.

Wakil Ketua DPR ini menegaskan, yang perlu diketahui mengenai posisi dan tugas legislatif sebagai wakil rakyat adalah bahwa tidak ada fungsi pengawasan eksekutif pada legislatif.

"Yang memiliki fungsi pengawasan itu adalah legislatif. Fungsi pengawasan ini bisa di kantor DPR ataupun di luar kantor. Dan dalam menjalankan fungsinya tersebut tidak boleh ada yang menghalangi dan atau anggota DPR imun dari tuntutan," tegasnya.

Karena itulah alasan kenapa legislatif diberi hak imunitas oleh UUD 1945, sebab karena akan mengawasi kekuasan yang besar.

Eksekutif bisa saja tidak rela diawasi, lalu menggunakan kekuasaan untuk menjegal dan melawan pengawasan. Seharusnya dengan dasar itu anggota DPR harus berani.

"Jadi ini bukan soal makar atau melawan, tapi soal pengawasan. Kalau memang bangsa ini menghendaki anggota DPR yang diam, maka sebaiknya kita kembali ke sistem otoriter," katanya.

Fahri berpendapat mungkin orang mau merebut pertumbuhan ekonomi besar seperti China dengan sistem tangan besi. Silahkan saja tapi saya tidak akan diam. Saya tidak percaya dengan kemajuan ekonomi yang hanya meletakkan manusia dalam mesin produksi," tandasnya.

Fahri menambahkan, UUD 1945 adalah konstitusi manusiawi yang meletakkan manusia lebih penting dari apapun. "Oleh sebab itu, pemerintahan Jokowi jangan lagi menggunaan kosakata yang sudah hilang di era demokrasi ini," katanya.

Editor: Dardani