Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jokowi Dinilai telah Lempar Bola Panas kepada Publik.
Oleh : Redaksi
Minggu | 06-11-2016 | 09:35 WIB
Jokowi_batik.jpg Honda-Batam

Presiden Joko Widodo 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal adanya aktor intelektual yang menunggangi aksi demonstrasi pada Jumat (4/11/2016) lalu, dinilai telah melemparkan bola panas kepada publik.

Terlebih lagi, pernyataan Jokowi tersebut yang tidak menyertakan nama aktor politik yang dimaksud, seolah menjadi teka-teki yang bakal lama untuk diungkap, pasca kerusuhan terjadi.

Bahkan, sebagian pihak juga menilai bahwa pernyataan sang kepala negara yang terkesan disampaikan secara tiba-tiba itu dapat memancing kegaduhan atau polemik di masyarakat.

Karena itu, Jokowi diminta untuk lebih bijaksana dan sensitif dalam menjalin komunikasi kepada rakyatnya.

“Dari kacamata komunikasi politik atau komunikasi pada umumnya, bahwa akan lebih produktif jika Jokowi tidak serta-merta mengatakan hal tersebut sekalipun memang ada datanya,” kata Emrus di Jakarta, Minggu (6/11/2016).

Emrus mengatakan bahwa seorang kepala negara harus memiliki kompetensi komunikasi yang mumpuni dalam menyampaikan pernyataan atau sikapnya kepada masyarakat menyangkut persoalan public.

Menurutnya, semua informasi yang dipegang oleh Jokowi, dalam hal ini terkait demonstrasi kemarin tidak harus disampaikan kepada masyarakat secara blak-blakan.

Seorang kepala negara itu sarapannya adalah data intelijen. Artinya sehari-harinya dia sudah memperoleh data intelijen yang telah dianalisis. Jadi ketika dia mengatakan itu saya pikir sudah mempunyai dasarnya. Karena seorang presiden tidak boleh sembarangan dalam mengeluarkan pandangan,” ujarnya.

Selain itu, para penasehat presiden juga diharapkan lebih cermat dalam memberikan masukan dan pandangan kepada presiden dalam menentukan kebijakan dan prioritas.

Terkait hal tersebut, Emrus menjelaskan bahwa sikap presiden yang memilih melakukan peninjauan proyek kereta Bandara Internasional Soekarno-Hatta daripada menjumpai demonstran bisa menjadi indikator kurang cermatnya para penasehat presiden dalam memberikan pandangan kepada presiden.

“Seharusnya dalam acara peninjauan proyek itu bisa ditunda atau diwakilkan kepada Wapres atau menteri-menterinya. Tapi presiden lebih memilih mendelegasikan Wapres dan menterinya untuk bertemu perwakilan demonstran dan datang langsung ke lokasi proyek,” ujarnya.

Karena itu, menurutnya hal tersebut memang sangat disayangkan karena selama ini Jokowi telah menjadi representasi pemimpin yang dekat dengan rakyat.

“Apalagi kita berbudaya ketimuran. Budaya kita ini sudah meletakkan sapaan, teguran langsung, atau pengakuan dengan sorotan mata menjadi sesuatu hal yang luar biasa,” terang dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) tersebut.

Dia juga menambahkan, keputusan Jokowi untuk mendelegasikan Wapres dan sejumlah menterinya untuk bertemu dengan perwakilan demonstran akan dapat mengakibatkan salah persepsi dalam menerima informasi.

“Sengaja atau tidak disengaja, pasti akan terjadi apa yang disebut penyampaian yang belum tentu holistik karena daya tangkap dan pespektif orang berbeda-beda. Selain itu juga akan memakan waktu karena Wapres dan menterinya tidak dapat melakukan keputusan saat itu juga, harus lapor ke Jokowi dulu,” katanya.

Editor: Surya