Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Putusan Sarat dengan Manipulasi dan Pesanan

Terpidana Penambangan Ilegal di Dompak Ajukan PK
Oleh : Chr/Lani/Dodo
Senin | 26-09-2011 | 17:44 WIB
Kuasa_Hukum_tiga_Terdakwa_Perkara_PK_kasus_Illegal_Mining_Sanggam_Sidauruk_SH.JPG Honda-Batam

PKP Developer

Kuasa Hukum tiga Terdakwa Perkara PK kasus Illegal Mining Sanggam Sidauruk SH

TANJUNGPINANG, batamtoday - Tiga terpidana kasus penambangan ilegal di Dompak masing-masing M. Ridwan, Zurmiati dan Jendaita Pinem mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Riau dan Pengadilan Negeri Tanjungpinang lantaran putusan tersebut dinilai sarat dengan manipulasi dan pesanan pihak tertentu.

Permohonan PK ketiga itu terpidana didaftarkan di PN Tanjungpinang, dengan registrasi perkara PK Nomor 05/Pid.PK/2011/PN TPI, pada Selasa (23/8/2011) lalu melalui kuasa hukumnya, Sangap Sidauruk, SH.

Dalam memori PK-nya, Sangap mengatakan permohonan PK atas putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.112 K/Pid.Sus/2011 tanggal 23 Mei 2011 juncto putusan Pengadilan Tinggi Riau No. 262/PID/2010/PTR, tanggal 21 Oktober 2010 juncto putusan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang No. 82/PIB.B/2010/PN.TPI tanggal 19 Agustus 2010, pada ketiga klien-nya dilakukan atas dasar banyaknya fakta dan data yang tidak sesuai dengan putusan Kasasi Mahkamah Agung, PT dan PN Tanjungpinang. 

"Ada delapan bukti yang kami ajukan dalam permohonan PPK kasus penambangan ilegal yang menghukum klien kami ini serta dua saksi yang akan kami hadirkan nantinya di persidangan untuk mengungkap fakta sebenarnya," kata Sangap kepada batamtoday di Tanjungpinang, Senin (26/9/2011).

Dirinya berharap dengan adanya bukti dan fakta serta saksi yang nantinya akan ditunjukkan, hukuman yang dijatuhkan pada tiga kliennya, dapat ditinjau kembali karena tidak sesuai dengan fakta dan data yang terungkap di persidangan.

Sebanyak delapan bukti yang diajukan dalam permohonan PK itu, kata Sangap, antara lain adalah surat pernyataan tentang adanya penggalian tanah oleh pihak/perusahaan lain di lokasi penambangan liar karena pengalihan dan pengerukan tanah dilakukan orang yang lain itu, dimana saat perkara ketiga terpidana belum putus.

"Hal ini, kami perkuat dengan foto dan video yang menunjukkan terjadinya perubahan pada bentuk keadaan lahan lokasi saat persidangan lapangan yang dilakukan oleh majelis hakim PN Tanjungpinang," bebernya. 

Bukti lain, tambah Sangap, ada juga surat permintaan secara tertulis dari masyarakat Sei Sudip untuk melakukan penimbunan rawa yang akan dijadikan jalan umum pada lahan tersebut.

"Melalui surat, kami akan mencoba membuktikan, kalu aktivitas yang dilakukan klien kami bukan merupakan penambangan, melainkan kegiatan penggalian tanah, untuk menimbun lokasi rawa yang akan dijadikan jalan desa, sesuai dengan permintaan masyarakat setempat," terangnya lagi.

Hal lain, tambah Sangap, pihaknya juga menunjukan bukti adanya pengumuman kehilangan sertifikat HGB No.00871 atas nama PT Kemayan Bintan yang dibuat oleh Suban Hartono pada media massa setelah putusan dijatuhkan oleh PN, PT dan MA pada ketiga terpidana. 

Padahal, dalam keterangan Suban Hartono pada sidang pidana ketiganya, diterangkan, kalau sertifikat kepemilikan lahan lokasi penambangan ilegal yang dilakukan ketiga terpidana saat, itu dapat dihadirkan dengan alasan sedang dipegang dan disimpannnya.

"Pengumuman kehilangan 3 sertifikat di media massa ini sangat bertolak belakang dengan keterangan Suban Hartono sebagai saksi dalam sidang ketiga terpidana, yang saat itu, menyatakan, tiga sertifikatnya sedang dalam simpananya," ujar Sangap. 

Dugaan keterangan palsu atas pernyataan dan pengumuman kehilangan yang dibuat PT Kemayen Bintan menjadi bukti bahwa pihak atau oknum yang mengaku sebagai pemilik lokasi tanah telah memberikan keterangan palsu, Hingga, fotokopi sertifikat HGB yang hanya bertuliskan "Sesuai dengan Aslinya" tanpa dibubuhi tandatangan dan Cap stempel, mengalahkan bukti sertifikat Hak Milik dan surat keterangan lainnya yang dimiliki sejumlah warga atas kepemilikan lahan di lokasi tambang ilegal. 

"Selain itu kita juga mengajukan novum berupa, dua peta yang dibuat oleh BPN, dan diduga rekayasa karena tidak pernah digunakan dalam setiap persidangan, Surat Perjanjiaan Jual Beli atas alat berat yang disita, perjanjian sewa menyea, dan kwitansi pembayaran sewa, sejumlah surat kesepakatan Kerja, serta bukti-bukti dan saksi lain," pungkas Sangap.