Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebijakan Bebas Visa, Ditinjau Ulang?
Oleh : Redaksi
Selasa | 01-11-2016 | 15:14 WIB
ilustrasivisa.jpg Honda-Batam

Ilustrasi visa Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Andre Penas

GUNA mendorong peningkatan kunjugan wisatawan manca negara ke Indonesia, sejak 22 Desember 2015 pemerintah memberlakukan kebijakan bebas visa terhadap 176 negara. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kujungan wisatawan manca negara ke Indonesia, dan ditargetkan pada tahun 2019 mendatang jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 20 juta orang.

 

Dampak kebijakan selama setahun tersebut terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan cukup terasa, data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari sampai Agustus 2016, terjadi peningkatan kunjungan sebesar 8,39 persen atau meningkat dari 6,79 juta menjadi 7,36 juta kunjungan dan terbanyak berasal dari China. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan jumlah pekerja di sektor parawisata serta menaikan devisa yang ditargetkan akan mencapai US$ 20 miliar.

Sayangnya selain membawa dampak positif, kebijakan bebas visa juga mulai memperlihatkan dampak negatif yang semakin terbuka, masuknya ratusan ribu tenaga kerja asing (TKA) China serta banyaknya peredaran Narkoba oleh WNA asal negara-negara Afrika ke wilayah NKRI.

Saking kesal dengan invasi TKA China ke Indonesia, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra secara tegas meminta pemerintah segera mencabut kembali kebijakan bebas visa terhadap 176 negara karena lebih banyak merugikan masyarakat. Menurutnya alih-alih menarik kunjungan wisatawan manca negara, kebijakan ini banyak disalahgunakan WNA China yang mencari kerja di Indonesia.

Sebagian besar dari warga Negara China itu ternyata memanfaatkan kebijakan ini untuk mencari kerja di Indonesia dengan cara illegal dan tanpa ijin. Buktinya setiap waktu ada saja pemberitaan terkait penangkapan TKA China ilegal oleh aparat keamanan di berbagai wilayah. Dikhawatirkan TKA China nantinya akan merampas pekerjaan bagi tenaga kerja dalam negeri terlebih yang datang bukan saja tenaga ahli, tetapi juga buruh kasar yang umumnya dipekerjakan di proyek pembangunan yang dilakukan konraktor asal China.

Terkait banyaknya keluhan elemen masyarakat yang meminta pemerintah mencabut kebijakan bebas visa, pemerintah nampaknya setuju tetapi semuanya masih dalam proses evaluasi. Pemerintah masi harus mengkaji negara masa saja yang bisa memberikan keuntungan lebih bagi kita.

Terhadap maraknya penangkapan terhadap TKA China sudah selayaknya pemerintah mengkaji ulang pemberian bebas visa kepada warga negara tersebut. China juga tidak memberikan bebas visa kepada warga negara kita yang berkujung kesana sesuai azas timbal balik (resiprokalitas). Pemerintah juga perlu mengkaji apa keuntungan bebas visa bagi negara-negara kecil dan miskin di Amerika Latin dan Afrika yang ketahuan sering menjadi kurir narkoba dari luar negeri.

Pemerintah memang perlu mengevaluasi jumlah negara yang perlu diberi bebas visa sehingga tidak terkesan terlalu mengobral terutama terhadap negara yang tidak memberikan dampak positif baik dari segi ekonomi maupun budaya bagi kita. Dari sejumlah permasalahan diatas dapat disimpulkan sementara bahwa permasalahan masuknya TKA China maupun Arika yang menyalahgunakan kebijakan bebas visa kurang dilandaskan pada suatu kajian yang serius dan teliti.

Sehingga ketika muncul permasalahan di lapangan, aparat yang bertugas digaris depan seperti Imigrasi maupun pihak Tenaga Kerja, serta Kepolisian terkesan lamban menangani permasalahan tersebut. Untuk meredam masuknya TKA illegal, pemerintah harus memberi persyaratan tambahan seperti memiliki tiket pulang ke negaranya, mereka akan tinggal dimana srta sampai kapan dan sebagainya. *

Penulis adalah Kontributor LSISI Wilayah Banten