Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyarakat Berharap Pilkada Damai
Oleh : Redaksi
Senin | 31-10-2016 | 15:14 WIB
Pilkada-Damai.jpg Honda-Batam

Ilustrasi Pilkada Damai. (Foto: Detak)

Oleh Luckita Yusmala, S.Sos

PILKADA Serentak 2017 di seluruh Indonesia yang direncanakan pada 15 Februari 2017 akan diikuti sekitar 101 daerah, dengan rincian pilkada tingkat provinsi ada 7 daerah, Pilkada Kabupaten ada 76 daerah dan pilkada kota sekitar 18 daerah. Pada saat ini masing-masing calon yang akan bertarung pada pilkada serentak, sudah diketahui baik yang maju melalui jalur partai maupun maju melalui jalur independen.

Dari sekian pilkada gubernur yang menjadi perhatian secara nasional adalah pilkada DKI Jakarta. Pilkada DKI yang diikuti oleh 3 pasang calon yaitu pasangan petahana Basuki Tjahaya Purnama/Ahok - Djarot diusung oleh P. Golkar, P. Hanura, P. Nasdem dan PDI.P. Pasangan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Waswedan dan Sandiaga Uno diusung oleh pasangan Gerindra dan PKS, sementara Pasangan Anak Sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono berpasangan dengan birokrat DKI Jakarta, Silviana Murni, diusung oleh P. Demokrat, P. PAN, PKB dan PPP.

Pilkada Gubernur DKI beraroma Pilpres yang melibatkan 3 poros, Petahana yang dikomandoi oleh PDIP seperti kita ketahui Ibu Megawati sebagai ketua umumnya, Anies- Sandiaga yang dikomandoi oleh P. Gerindra/Prabowo Subianto dan Agus-Silvi yang dikomandoi oleh P. Demokrat yang identik dengan mantan Presiden 2 periode Soesilo Bambang Yoedoyono/SBY. Hal ini menarik dan menjadi perhatian khalayak nasional.

Dinamika Pilkada DKI Jakarta sudah mulai panas, statment-statmentnya pasangan calon sudah saling sindir, terutama pasangan Anies-Sandiaga dengan Ahok.

Selain itu pernyataan Ahok yang dapat mengganggu kerukunan agama soal Surat Almaidah 51 terkait dengan kepemimpinan menjadi blunder buatnya, untungnya Ahok sudah meminta maaf kepada umat Islam sehingga diharapkan permasalahan tersebut tidak sampai berlarut-larut, dan ketiga pasang kandidat tidak lagi melanggar aturan yang ada.

Dalam era informasi yang sangat cepat sekarang ini, masyarakat harus dapat kritis dan obyektif untuk menentukan pilihan untuk mencari pemimpin yang ideal dalam Pilkada. Masyarakat harus cerdas didalam memilih calon yang akan bertarung. Masyarakat dapat mencegah berkembangnya politik uang dan menghindari kampanye-kampanye yang bersifat provokatif baik dari calon yang akan bertarung maupun tim sukses pemenangannya. Masyarakat juga harus menghindari ujaran kebencian atau hate speech karena cara-cara tersebut tidak baik didalam berdemokrasi karena hanya menonjolkan kejelekan kompetitor, bukan karena prestasinya.

Selain Pilkada di Jakarta yang juga menjadi perhatian Pilkada di Nangroe Aceh Darusallam (NAD). Aceh yang paling banyak mengadakan pilkada serentak di banding daerah-daerah lainnya. Seperti kita ketahui, pada pilkada tahun 2012 di provinsi Aceh, merupakan pilkada yang prapelaksanaannya terburuk dalam sejarah pemilihan umum di Aceh. Sepuluh nyawa melayang karena ditembak menjelang pilkada di Aceh.

Tuntutan akan pentingnya mewujudkan pemilu damai itu kembali mengemuka, yang tidak diwarnai kekerasan dan intimidasi, bersih dari kecurangan penyelenggara dan money politics, serta harus ada sikap nyata dari setiap peserta pilkada dan tim suksesnya untuk menolak segala bentuk kezaliman pilkada.

Belajar dari pengalaman buruk itu, kita harus mewaspadai bahwa kondisi aman bisa dibuat gaduh bahkan berubah jadi situasi mencekam jika ada pihak-pihak yang ingin mengacaukan situasi damai, agar pelaksanaan pilkada terlihat tidak aman, sehingga cukup alasan untuk menunda pilkada. Semua pihak harus mewaspadai bahwa pilkada bersih dan damai hanya mudah diucap dan diharap, tapi tidak mudah untuk diwujidkan.

Oleh karenanya, Kandidat kepala daerah dan pasangannya harus mempunyai tekad bersaing secara fair dan mengharamkan segala bentuk kecurangan pilkada. Pihak penyelenggara bersama pengawas harus bisa memetakan tentang potensi kerawanan pilkada di daerahnya masing-masing. Aparat keamanan harus melakukan hal yang sama berdasarkan perspektif keamanan dan segera membuat skenario untuk mengantisipasinya. Daerah-daerah pemilihan yang tergolong rawan harus dapat diantsipasi. Hanya aparat keamanan yang punya kemampuan dan personel memadai untuk membuat kondisi pilkada aman atau tidak.

Di dalam mendukung pilkada serentak, pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga akan netral, seperti pernyataan pemerintah yang diwakili Mensekneg yang menyatakan pemerintah tidak memihak kepada pasangan mana pun dalam gelaran Pilkada, khususnya Pilkada DKI Jakarta 2017. Pemerintah berdiri di atas semua kubu. Presiden mendukung Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis yang sekaligus untuk menepis dugaan intervensi maupun dukungan pihak Istana terhadap salah satu calon pasangan gubernur dan wakil gubernur khususnya pilkada DKI Jakarta pada gelaran Pilkada 2017.

Kita mengharapkan pilkada serentak 2017, berlangsung damai, semua pihak harus mengedepankan persatuan dan kesatuan jangan ada yang terpancing dengan pihak-pihak yang ingin melanggar aturan dan memperkeruh suasana. Apabila ditemukan ada tim sukses dan pasangan calon melanggar aturan sebaiknya melaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kita jadikan momentum Pilkada ini untuk mendapatkan calon pemimpin yang berkualitas, biarkan mereka adu gagasan dan program, pastinya kita akan memilih pemimpin yang akan mensejahterakan rakyatnya bukan malah membuat rakyatnya tambah sengsara. Setiap kebijakan-kebijakan harus pro kepada rakyat bukan pro kepada kelompok atau golongan tertentu yang pembangunannya tidak dirasakan oleh rakyat di daerah yang dipimpinnya.

Marilah semua elemen masyarakat terkait, media massa baik cetak, elektronik dan media sosial turut serta menciptakan dan menggiring agar tahapan pilkada serentak 2017 berlangsung dengan damai, lancar sehingga partsipasi masyarakat untuk mengikuti pilkada dapat meningkat sesuai harapan.

Partisipasi aktif masyarakat dalam Pilkada juga dapat menciptakan proses Pilkada yang jujur, adil, transparan, damai dan terbebas dari penggunaan isu SARA dalam proses kampanye pilkada. Menerima siapapun yang terpilih sebagai gubernur, bupati dan walikota. Dengan demikian kualitas demokrasi di Indonesia dapat meningkat untuk mensejahterakan rakyatnya. *

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan