Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sampah dan Sumpah Serapah
Oleh : Redaksi
Sabtu | 24-09-2011 | 17:51 WIB

Oleh: Shodiqin Nursa

Sampah memang tak disuka. Namun sesungguhnya masalah sampah adalah perkara pengelolaan. Salah kelola, maka sampah membuat resah dan bahkan menimbulkan sumpah serapah.

 

Sampah yang menumpuk di beberapa tempat di kompleks-kompleks perumahan di Kota Batam menunjuk pada "salah kelola" itu. Wajar kalau kemudian warga yang telah menaruh sampahnya di tong sampah itu bersumpah serapah.

Apalagi, kalau melihat fakta bahwa sampah yang ditaruh di tong sampah terus menerus menumpuk karena petugas kebersihan tak mengambil lalu membuangnya.

Kejadian berulang bukan dalam kurun dari hari ke hari, melainkan kurun waktu dari bulan ke bulan. Bahkan, sampai tulisan ini naik tayang, carut marut pengelolaan sampah di Kota Batam belum terselesaikan.

Hari-hari besar di Indonesia yang diperingati, tak mampu menyentuh kalbu orang-orang yang bertanggungjawab mengelola sampah. Jelang Ramadhan, sempat terucap: "Soal sampah segera terselesaikan". Memasuki Hari Kemerdekaan 17 Agustus, juga terucap: "Permasalahan sampah segera teratasi". Namun, sampai hari raya Idul Fitri 1432 Hijriyah tiba, persoalan sampah tak juga teratasi. Dan, kini, jelang bulan Oktober di mana curah hujan meninggi, sampah masih tetap menumpuk.

Pada musim hujan tentu dampak dari sampah menumpuk akan semakin membahayakan bagi kesehatan. Bau busuk menyebar, virus-virus penyakit yang menggurita di gunungan sampah akan terus mengancam kesehatan orang-orang yang hidup di sekitarnya. Di luar itu tentu, pemandangan menjadi kumuh! Lantas, permasalahan sosial timbul!

Permasalahan sampah sebenarnya bukan perkara sepele. Dari kegagalan mengelola sampah saja, seorang pemimpin daerah bisa dikatakan gagal. Walikota Batam Drs H Ahmad Dahlan dan Wakil Walikota Batam H Rudi SE MM, tak boleh mengabaikan sampah yang tak terkelola dengan baik. Sebab, kalau mereka berdua menganggap hal itu sepele, maka kedua pemimpin pemerintahan Kota Batam itu telah nyata-nyata mengingkari visi-misinya untuk membangun Kota Batam.

Visi Walikota dan Wakil Walikota, yakni "Terwujudnya Batam Menuju Bandar Dunia yang Madani dan Menjadi Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi Nasional", akan gontai tanpa konsistensi menjalankan misinya dengan baik.

Coba tengok misi Walikota dan Wakil Walikota:
1). Mengembangkan Kota Batam sebagai kota pusat kegiatan industri perdagangan, pariwisata, kelautan, dan alih kapal yang mempunyai akses ke pasar global dalam suatu sistem tata ruang terpadu yang didukung oleh infrastruktur, sistem transportasi, sistem Teknologi Informasi (IT) dan penataan lingkungan kota yang bersih, sehat, hijau dan nyaman.

2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui fasilitasi pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM), koperasi dan investasi yang didukung oleh iklim/ situasi usaha yang kondusif dan berlandaskan supremasi hukum.

3). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat hinterland dan masyarakat miskin melalui penyediaan fasilitas infrastruktur dasar, penataan dan pembinaan usaha sektor informal serta penanggulangan masalah sosial.

4). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, menguasai IPTEK dan bermuatan IMTAQ melalui peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat serta pembinaan kepemudaan dan olahraga.

5). Menggali, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai seni budaya Melayu dan budaya daerah lainnya serta mengembangkan kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, bertoleransi dan berbudi pekerti.

6). Mewujudkan pelaksanaan pemerintahan yang baik.

Nah, kalau mau jujur, salah kelola sampah akan bertentangan dengan item manapun dari visi maupun misi Ahmad Dahlan-Rudi.

Jadi, salah kelola sampah adalah perkara serius. Walikota-Wakil Walikota tak boleh menunda perkara sampah, apalagi abai. Bukankah sejahat-jahatnya orang adalah mereka yang berkata baik namun perilakunya buruk?

Bahkan, seorang pemimpin tidak saja dituntut mampu mengelola sampah dalam arti harfiah saja; yakni, barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi, kotoran seperti daun dan kertas yang dibuang sembarangan dan seterusnya.

Lebih dari itu, seorang pemimpin dituntut mampu menghindarkan orang dari hidup menjadi gelandangan (sampah masyarakat).

Karena itu, Walikota dan Wakil Walikota hendaknya mengakui ada yang salah dalam hal mereka memimpin. Bukankah pemimpin diperlukan karena kepemimpinannya?

Mumpung sumpah serapah tampak baru sedikit membuncah, persoalan sampah mesti segera enyah!

Penulis adalah pemerhati politik dan masalah sosial, alumnus Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional.