Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Si Ratu Horor Suzzanna Jadi Topik Utama di Festival Film Tokyo
Oleh : Redaksi
Rabu | 26-10-2016 | 14:02 WIB
Suzanna.gif Honda-Batam

Sosok legendaris film horor Indonesia itu jadi perbincangan digelaran ke-29, Tokyo International Film Festival (TIFF). (Foto: Tati Studios via Wikimedia Commons)

BATAMTODAY.COM, Tokyo - Dalam gelarannya yang ke-29 tahun ini, Tokyo International Film Festival (TIFF) memberi fokus berlebih untuk film Indonesia.

Berlangsung dari 25 Oktober hingga 3 November 2016, festival film ini memiliki program khusus Crosscut Asia yang menetapkan Indonesia sebagai fokus. Tidak hanya itu, dalam program Asian Future, salah satu film Indonesia terbaru mendapat tempat untuk turut diputar, berjudul Salawaku.

Di luar dua program itu, yang tak kalah mengejutkan adalah adanya program TIFF event bersama Atenee Francais Cultural Centre berbentuk diskusi yang mengupas sosok Suzzanna, ratu film horor Indonesia yang legendaris.

Mengutip situs Japan Foundation Asia Center, pembahasan akan ratu horor film Indonesia di era 1980-an itu dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 11 November mendatang, di Athenee Francais Cultural Center, Tokyo.

Turut hadir dalam pembahasan ini Yomota Inuhiko, yang merupakan seorang pakar studi film dan sastra.

Dalam pengantar diskusi disebutkan Suzzanna merupakan seorang aktris legendaris yang di dalam filmnya banyak berganti peran dari mulai istri yang setia, hingga ratu penjaga pantai. Ia berlumuran darah atau berpakaian serba emas, hingga aksi terbang di udara.

Jika Christine Hakim merupakan wajah Indonesia yang kerap digambarkan dengan karakter film yang bijak dan baik, sosok Suzzanna hadir dengan cara yang berbeda, penuh mistis.

Kehadirannya dalam perfilman horor Indonesia menjadi legenda dan patut diperbincangkan.

Di antara filmnya yang cukup terkenal yakni Bernafas dalam Lumpur (1970), Beranak dalam Kubur (1971), Sundel Bolong (1981), Ratu Ilmu Hitam (1981), Nyi Blorong (1982), Bangunnya Nyi Roro Kidul (1985), Malam Jumat Kliwon (1985), Santet (1988), dan Wanita Harimau /Santet 2 (1989).

Pemutaran 11 film Indonesia

Selain mengupas Suzzanna, TIFF 2016 juga menggelar program khusus untuk Indonesia dalam Crosscut Asia. Pengunjung festival yang datang dari berbagai negara berkesempatan menonton 11 film, dari film teranyar sutradara mapan hingga yang unik dari sutradara ambisius yang sedang naik daun.

Ke-11 film tersebut yakni, ada tiga karya sutradara Teddy Soeriaatmadja, berjudul About A Woman (2014), Something in the Way (2013) dan Lovely Man (2011).

Film lainnya, ada Lewat Djam Malam (1950) hasil restorasi digital, Fiksi. (2008), Someones Wife in the Boat of Someones Husband (2013), Filosofi Kopi (2015), Sendiri Diana Sendiri (2015).

Tiga film Indonesia yang tayang tahun ini juga turut diputar, yakni Ini Kisah Tiga Dara, Catatan Dodol Calon Dokter dan Athirah.

Selain film-film di atas yang diputar dalam program Crosscut Asia, film Indonesia juga ada yang diputar dalam program Asian Future, yakni Salawaku yang merupakan film karya sutradara Pritagita Arianegara.

Menurut situs penyelenggara festival, Crosscut Asia menayangkan film-film Asia dengan fokus pada satu negara, sutradara, aktor atau tema tertentu. Pada perhelatan thun ini, Crosscut Asia menetapkan Indonesia sebagai fokus dengan tajuk "Colourful Indonesia".

Menjelang akhir Januari 2017, festival film ini juga menjadwalkan pemutaran film Indonesia dengan diiringi simposium bersama pembuat film Indonesia. Kedua agenda ini masuk dalam bagian program Crosscut Asia.

TIFF tahun ini berlangsung dari 25 Oktober hingga 3 November 2016 di di Roppongi Hills, EX Theater Roppongi dan berbagai tempat di Tokyo.

Sebagai film pembuka diputar Florence Foster Jenkins yang dibintang Hugh Grant dan Meryl Streep. Sementara, sebagai film penutup, ada film dari Jepang berjudul Satoshi: A Move for Tomorrow.

Sumber: Japan Foundation Asia Center
Editor: Udin