Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revolusi Mental dan Tradisi Pungli
Oleh : Redaksi
Jum'at | 21-10-2016 | 15:14 WIB

Oleh Amril Jambak

REVOLUSI Mental adalah konsep program yang bertujuan merubah mentalitas masyarakat kearah yang lebih baik secara besar-besaran.

 

Secara arafiah, istilah "Revolusi Mental" berasal dari dua suku kata, yakni "revolusi" dan "mental". Arti dari "Revolusi" adalah sebuah perubahan yang dilakukan dengan cepat dan biasanya menuju kearah lebih baik. Beda dengan evolusi, yang mana perubahannya berlangsung lambat.

"Mental" memiliki arti yang berhubungan dengan watak dan batin manusia. Adapun istilah mentalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bermakna aktivitas jiwa, cara berpikir, dan berperasaan.

Defenisi uang pelicin adalah uang yang diberikan secara tidak resmi kepada petugas yang berwenang untuk memperlancar urusan. "beri saja uang pelicin supaya urusanmu cepat selesai", begitulah bahasa yang sering kali didengar saat berurusan di pemerintahan.

Barangkali uang pelicin bisa juga disebutkan sebagai korupsi? Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kata korupsi bahkan rakyat jelata yang tinggal dipelosok desa pun mengenal korupsi.

Gerakan anti korupsi digelar disetiap tempat, gerakan pemberatasan KKN digulirkan dan jihad melawan kriminal birokrasi ditegakkan dengan harapan prilaku insan birokrasi dan sistem pemerintahan berubah menjadi lebih baik.

Hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia berkeinginan negerinya yang tercinta bebas dari penyakit korupsi serta sistem birokrasi yang ruwet sehingga tercipta sistem sosial, politik dan ekonomi yang adil, bermoral, dan agamis.

Namun harapan indah itu saat ini seakan hanya ada dalam angan-angan bahkan mungkin sebuah mimpi karena betapa banyak usaha yang telah dilakukan namun penyakit ini seakan sudah mengakar kuat kuat sehingga tidak bergeming. Bahkan berbagai bencana yang mendera negeri kita belum juga mampu merubah perilaku para koruptor dan para birokrat.

Misalnya saja, salah seorang teman pernah bercerita tentang perilaku aparatur negeri sipil (ASN) di salah satu kantor dinas yang melayani pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk).

Dimana salah seorang pegawai yang bisa mempercepat urusan adminduk dengan tarif tertentu. Sayangnya, ketika teman meminta bukti pembayaran kepada ASN yang berada di meja penerimaan berkas masuk dan keluar, tidak mau memberikan, dengan dalih untuk pribadinya. Jawaban ini membuat kaget teman saya tersebut.

Hal lain juga pernah terjadi, yakni kala mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) untuk pendirian tower telekomunikasi. Dalam pengurusan yang melalui dua dinas, yakni Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), dan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu.

Dimana, Dishubkominfo dalam memberikan rekomendasi perizinan, sebelum dikeluarkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu, terang-terangan ASN di Dishubkominfo meminta sejumlah uang yang mencapai puluhan juta Rupiah per rekomendasi.

Namun, terkadang uang pelicin menjadi salah satu cara bagi sebagian orang dalam memuluskan rencananya. Praktik seperti ini bahkan dianggap sudah menjadi fenomena umum. Sudah barang tentu uang pelicin ini menjadi akar persoalan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Ini mungkin salah contoh kecil yang terjadi. Tidak tidak tertutup kemungkinan perilaku ini juga terjadi di sekitar kita. Mungkin inilah dasar awal dikeluarkannya paket reformasi hukum oleh Pemerintah Pusat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara prinsip menyetujui lima poin draf paket reformasi hukum dalam rapat terbatas (ratas) yang digelar di Kantor Presiden sore ini.

Poin yang dimaksud yakni, operasi pemberantasan pungli (OPP), operasi pemberantasan penyelundupan, program percepatan pelayanan SIM, STNK, BPKB dan SKCK, program pelayanan izin tinggal terbatas dan hak bebas korupsi dengan teknologi informasi yang transparan, dan program relokasi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Negara akan hadir dalam penegakan hukum di Tanah Air. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan menjamin hak masyarakat. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dan ada kepastian hukum bagi masyarakat sehingga masyarakat merasa terlindungi dari hukum-hukum nasional yang sudah digelar di masyarakat," terang Menkopolhukam, Wiranto.

Wiranto menjelaskan, alasan operasi pungutan liar menjadi program prioritas dalam paket reformasi hukum karena belakangan praktik liar itu merugikan negara.

"Kita tahu bahwa pungli sekarang sudah sangat merajalela dalam kehidupan kita sebagai bangsa, di mana mana kita dapatkan pungli itu, pembayaran yang tidak wajar. Segera akan dihabiskan sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, lebih murah," jelasnya.

Jika melihat kondisi yang ada, paket reformasi hukum segera disahkan dan dilaksanakan dengan amat serius. Karena tanpa itu, perilaku meminta dan memberikan uang pelicin akan terus berjalan serta semakin tumbuh subur.

Untuk menyadarkan mereka dari perilaku tersebut, pemerintah melalui pimpinan masing-masing instansi diharapkan membuka mata dan buka telinga serta melakukan penertiban terhadap oknum pegawai yang melangkah cukup jauh dengan membiasakan uang pelicin dalam setiap kali memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Lalu pertanyaannya, sejauh mana pelaksanaan program Revolusi Mental yang didengung-dengungkan selama ini? Semoga saja dengan adanya reformasi hukum perlahan revolusi mental mencapai sasaran, dan fenomena uang pelicin lenyap ditelan regulasi serta keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. *

Penulis adalah Peneliti Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia