Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Usai Kematian Raja Bhumibol, Industri Seks Thailand Lesu
Oleh : Redaksi
Selasa | 18-10-2016 | 11:16 WIB
Thailand1.jpg Honda-Batam

Suasana pasar malam akhir pekan Chatuchak di Bangkok, Thailand pada Jumat (14/10) malam yang sepi usai kematian Raja Bhumibol Adulyadej. (CNN Indonesia/Rizky Sekar Afrisia)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pekerja seks dan industri hiburan malam di Thailand menaati arahan pemerintah untuk menghentikan hingar-bingar dan turut dalam masa berkabung. Distrik "lampu merah" di Bangkok yang biasanya penuh warna-warni neon kini lesu, bar-bar dan panggung striptis dilarang buka.

Diberitakan Washington Post, Minggu (16/10), tentara turun ke jalan-jalan di distrik lampu merah Soi Cowboy di Bangkok dan menutup bar-bar. Tindakan ini sesuai dengan arahan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha untuk berkabung selama satu bulan usai kematian Raja Bhumibol Adulyadej, Kamis pekan lalu. Masa berkabung nasional ditetapkan selama setahun ke depan.

Selama 30 hari, bar-bar diminta tutup dan minuman keras dibatasi penjualannya. Pemilik bar tidak keberatan dengan perintah itu kendati mereka merugi puluhan juta rupiah per hari. Pasalnya, atmosfer kesedihan telah meliputi Thailand sehingga bisnis hiburan dianggap tidak tepat jika tetap buka.

"Kami tidak bisa bekerja di situasi seperti ini. Semua orang menangis," kata pemilik bar V8 Diner di Bangkok, Bam, yang telah menutup usahanya selama dua hari sejak kematian Raja dan buka kembali hari Minggu lalu. Dia mengaku merugi US$2800 atau lebih dari Rp36 juta.

Para pekerja seks yang biasanya menjajakan diri di distrik lampu merah Thailand juga ikut menahan diri. Kelab malam ditutup, salah satunya adalah Bunnies A Go Go, sebuah kelab striptis di Bangkok. Pemiliknya, Maya, mengatakan para penari striptis di tempatnya pulang kampung selama masa berduka.

Ada sekitar 40 kelab malam di Soi Cowboy yang kini gelap gulita. Cahaya neon hanya bisa terlihat di pedagang-pedagang kecil dengan gerobaknya.

Namun bagi beberapa pekerja seks yang masih menjajakan diri, saat-saat seperti ini sangat menguntungkan mereka. Seorang pekerja seks, Chanchom Srikaew, 40, mengaku untung dua kali lipat dibanding hari biasa, yaitu sekitar US$200, karena para lelaki hidung belang tidak ada pilihan lain selain dirinya. Bagi PSK yang masih "berdagang", mereka mengenakan pakaian hitam-hitam.

Menurut Chanchorm, para wisatawan yang memang khusus datang untuk seks ke Thailand kecewa saat melihat distrik itu tutup. Biasanya mereka ke pantai atau ke negara-negara Asia Tenggara lainnya. "Mereka menunggu saat-saat menyenangkan kembali lagi," kata Chanchom.

Wisatawan mengaku kecewa dengan kelab-kelab malam yang tutup, salah satunya Hugo dari Sydney, Australia. Dia bersama wisatawan lainnya hanya ditemani ponsel di depan kelab-kelab yang tutup. "Jika saya tidak membuat janji pada Jumat, saya kemungkinan akan pergi ke Laos atau Kamboja saja. Jika saya tahu akan seperti ini jadinya," kata dia yang mengaku ke Thailand untuk berobat.

Sekitar 30 juta wisatawan menyambangi Thailand tahun ini, jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah terutama akibat membanjirnya turis asal China. Pariwisata menyumbang US$81 miliar bagi produk domestik bruto Thailand pada 2015, hampir mencakup 25 persen.

Walau prostitusi telah ilegal selama 70 tahun di Thailand namun negara itu memiliki lebih dari 123 ribu pekerja seks, berdasarkan data Avert, lembaga pemerhati HIV dan Aids. Industri seks dan kelab malam di Thailand mempekerjakan hingga 250 ribu orang.

Pattaya, adalah pusat industri seks besar di Thailand selain Bangkok. Di tempat ini terdapat lebih dari 1.000 bar dan panti pijat plus-plus.

Upah minimal Thailand sekitar 300 baht setara Rp110 ribu. Pekerja seks di jalan mendapatkan minimal 1.200 baht (Rp443 ribu), dan lebih dari 3.000 baht (Rp1,1 juta) bagi prostitusi kelas atas.

Kementerian Pariwisata Thailand Kobkarn Wattanavrangkul Juli lalu mengatakan akan menghapuskan prostitusi dan menghadirkan wisata berkualitas di Thailand. "Kami ingin industri seks hilang. Wisatawan tidak datang ke Thailand untuk hal itu. Mereka datang karena keindahan budayanya," ujar Kobkarn kala itu.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha