Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Tak Boleh Kalah Melawan Kelompok Sipil Intoleran

Komnas HAM Soroti SARA pada Penolakan Kapolda Banten
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 13-10-2016 | 09:06 WIB
komnas-ham-natalius-pigai1.jpg Honda-Batam

Komisioner Komnas HAM, Natalius, saat memberikan keterangan terkait bentrok TNI-Polri di Batam tahun 2014 lalu. (Foto: Dok)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komnas HAM menilai perkembangan dinamika sosial masyarakat akhir-akhir ini terganggu dengan menguaknya intensitas sentimen negatif terkait suku, agama, ras antar golongan (SARA).

Aktor-aktor sipil non negara dengan perilaku intoleran berbasis agama, tidak lagi hanya berpengaruh pada fragmentasi sosial saat momentum Pilkada, sebagaimana yang terjadi di DKI Jakarta. Tetapi juga sudah masuk pada aspek pengelolaan negara.

"Adanya penolakan terhadap penunjukan Kombes Sigit Pranowo sebagai Kapolda Banten, yang oleh para sekelompok komunitas nuslim hanya karena beragama non muslim, sangat tidak beralasan," ungkap komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/10/2016).

Natalius menegaskan, terkait dengan gangguan ketertiban dan keamanan dalam pengelolaan pemerintahan dan politik, tidak boleh dibiarkan. Presiden sebagai kepala negara tidak boleh kalah melawan kelompok sipil intoleran.

"Negara memiliki power untuk memaksa menegaskan keutuhan kebinekaan bangsa berbasis pada Pancasila, UUD 1945 dan adagium Bhineka Tunggal Ika dengan memperhatikan hak asasi manusia," ujarnya.

Ketegasan Presiden untuk menolak permintaan orang-orang yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, ia menambahkan, merupakan wujud nyata pemerintah dalam menegaskan kepada rakyat bahwa Indonesia adalah negara plural dan modern, egaliter, meritokrasi dalam rekrutmen penyelenggara negara baik melalui pengangkatan maupun pemilihan.

Natalius juga menegaskan, bahwa salah satu kewajiban utama negara sesuai dengan instrumen hukum HAM adalah memastikan adanya jaminan perlindungan terhadap seluruh warga negara tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras dan juga golongan.

"Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara multiminoritas, pemerintah harus menjamin agar negara tidak dibonsai dalam sektarianisme dan eksklutivisme yang naif dan menggangu keutuhan negara dan bangsa," ujarnya.

Menurutnya, tindakan pencegahan dan deteksi dini terhadap adanya gangguan instabilitas nasional melalui intervensi dan penetrasi bahaya atas dasar kebencian berbasis SARA, menjadi urgensi bagi pemerintah, kepolisian, lembaga intelijen, tokoh-tokoh masyarakat dan agamawan juga pihak-pihak yang terkait.

Editor: Dardani