Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Mau Dikebiri, Baca Pasal Ini!!!
Oleh : Redaksi
Kamis | 13-10-2016 | 08:00 WIB
kebiri.jpg Honda-Batam

Ilustrasi pengebirian. (Foto: Banjarmasinpost)

HUKUMAN kebiri bisa langsung diterapkan kepada pelaku kekerasan seksual pada anak setelah rapat paripurna DPR mengesahkan Perppu Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

“Setelah menjadi UU maka kita dari kementerian bersama dengan kementerian terkait lainnya, Kementerian Kesehatan, Sosial, Hukum dan HAM membuat PP, untuk pelaksanaan ini, yaitu mekanismenya, peraturan rehabilitasi sosial, hukuman kebiri, dan pemasangan chip di tubuh pelaku," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Yohana mengatakan selanjutnya mekanisme pelaksanaan hukuman kebiri akan diatur dalam peraturan pemerintah yang akan segera dibuat dengan menerima masukan dari sejumlah pihak, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak menjadi pelaksana hukuman kebiri.

Gerindra Menolak

Dalam rapat paripurna DPR, dua Fraksi yaitu Gerindra dan PKS menolak Perppu tersebut menjadi Undang-Undang tetapi dalam lobi yang dilakukan usai rapat paripurna, PKS akhirnya setuju dengan catatan sementara Gerindra tetap menolak.

Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari Gerindra mengatakan salah satu alasan penolakan terhadap hukuman kebiri selain tidak efektif untuk menekan angka kejahatan seksual pada anak, juga sistem hukum yang masih carut marut. "Harus ada pendidikan dan training kepada hakim, mengapa itu tidak dijalankan terlebih dahulu, kita mau menambah hukuman tetapi yang menuntut saja tidak mengerti, ya sama saja. Ini tidak benar, ini tumpul,” kata Rahayu.

Perppu ini mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yakni pasal 81 dan 82, serta menambah satu pasal 81A. Berikut ini isi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2016:

Pasal 81

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(catatan: Pasal 76D dalam UU 23/2004 berbunyi "Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain."

Sedangkan hukuman pidana pada UU 23/2004 sebelumnya adalah paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Adapun nominal denda sebelumnya berkisar Rp 60 juta hingga Rp 300 juta)

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.

(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Pasal 81A

(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.

(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

(Catatan: Bunyi pasal 76E dalam UU 23/2004 berbunyi" Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.")

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Pasal 82A

(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Komnas Perempuan menilai pengesahan Perppu Perlindungan Anak menjadi UU yang memuat hukuman kebiri ini merupakan langkah mundur dalam penegakan HAM di Indonesia dan tidak memperhatikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

“Kita punya PR untuk menyelenggarakan pemulihan yang lebih baik kepada korban yang juga butuh biaya, kita masih punya tantangan hambatan untuk bisa memastikan korban kekerasan seksual dapat mengakses keadilan," kata Azriana, ketua Komnas Perempuan.

"Ketika ada kekerasan seksual masyarakat cenderung mengupayakan untuk menutup daripada melihat itu sebagai kejahatan yang bisa menghancurkan integritas seseorang, menganggap itu sebagai aib keluarga.”

Azriana mengatakan situasi itu sudah menjadi budaya di masyarakat sehingga pelaku memiliki kekebalan dan melakukan kekerasan kembali terhadap korban yang lain.

Sementara itu Sri Mulyati dari Forum Pengada Layanan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan khawatir hukuman kebiri yang diterapkan akan menyasar pada anak-anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual.

“Dari kasus yang kami tangani tren yang terjadi itu pelaku semakin muda usia di bawah 18 tahun atau yang tua sekalian, dan hampir separuhnya adalah anak-anak,” jelas dia.

Sri mengatakan hukuman kebiri juga tidak menjamin kasus kekerasan seksual pada anak menurun.

Komnas Perempuan menyatakan hukuman kebiri juga tak memiliki korelasi dengan penurunan angka kekerasan seksual, untuk itu pemerintah harus melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas hukuman itu setelah Perppu Perlindungan Anak disahkan menjadi UU.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani