Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Gaya Ketegasan The Punisher
Oleh : Redaksi
Rabu | 12-10-2016 | 15:12 WIB
bandar-narkoba-hargai-kepala-presiden-filipina-1-juta-us.jpeg Honda-Batam

Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (Foto: Pikiranrakyat)

Oleh Amril Jambak

SELAMA 100 hari Presiden Filipina Rodrigo Duterte menjabat sebagai Presiden Filipina. Dalam 100 hari kepemimpinannya, Duterte telah menciptakan banyak kontroversi dunia.

 

Salah satunya dengan membunuh 3.700 bandar dan pecandu narkoba, yang disebut sebagai langkah memerangi barang haram tersebut di negaranya. Pria yang dijuluki "The Punisher" ini memang sejak lama mengecam peredaran narkoba yang semakin meluas di negaranya.

Dengan tewasnya 3.700 orang ini, Duterte seperti tengah memenuhi janji pada kampanyenya yang akan menumpas narkoba. Pasalnya, menurut dia sedikitnya 36 warga Filipina tewas akibat narkoba dalam sehari.

"Sedikitnya 3,7 juta warga Filipina telah menjadi kecanduan metamfetamin (shabu)," katanya seperti dilaporkan Daily Mail, Minggu (9/10/2016).

Meski demikian, dia dicintai rakyatnya. Hal ini dibuktikan dalam hasil jajak pendapat lembaga Social Weather Stations yang dirilis di 100 hari kepemimpinannya.

Berdasar dari hasil survei yang dilakukan pada 24 hingga 27 September lalu, setidaknya 76 persen dari total 1.200 responden mengaku puas dengan kinerja Duterte. Hanya 11 persen yang menyatakan kurang puas dan sisanya tidak memilih.

Mayoritas responden mengaku mendukung kebijakan Duterte, termasuk dalam memerangi narkoba yang telah menewaskan lebih dari 3.000 orang.

Duterte memenangkan Pemilu Filipina pada Mei lalu dengan total suara 37,6 persen dan dilantik presiden pada akhir Juni lalu. Duterte merupakan politisi lokal yang berhasil memenangkan pemilu presiden dengan janji utamanya yakni memberantas kejahatan kriminal dalam waktu enam bulan.

Pekan lalu, Duterte sempat menyatakan dengan senang hati membantai 3 juta pecandu narkoba. Ia juga menyamakan dirinya dengan pemimpin Nazi Adolf Hitler yang memusnahkan orang-orang Yahudi di Eropa.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus narkoba semakin mengancam anak-anak. Jumlah pengguna narkoba di usia remaja naik menjadi 14 ribu jiwa dengan rentang usia 12-21 tahun.

Jumlah tersebut terbilang fantastis karena data terakhir dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Puslitkes Universitas Indonesia menyebutkan total pengguna narkoba segala usia mencapai 5 juta orang di Indonesia. Angka tersebut 2,8 persen dari total seluruh penduduk Indonesia pada 2015.

Keprihatinan ini menggugah KPAI untuk semakin terlibat dengan berbagai pihak untuk memerangi narkoba. Komisioner KPAI bidang Narkotika dan Kesehatan, Titik Haryati, di Jakarta pada Senin (2/5/2016), seperti dirilis dari suara.com, anak-anak merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dari bahaya narkoba. Hal penting yang harus dilakukan bagi anak yang terpapar narkoba adalah rehabilitasi, baik fisik maupun psikis.

MUI menjadi mitra KPAI karena memiliki jaringan kuat ke seluruh wilayah di tanah air. Rencananya, MUI Pusat akan melibatkan seluruh pimpinan MUI di Provinsi untuk bisa melaksanakan upaya pencegahan sampai pada tingkat RT dan RW.

Menurut Titik, Ketua MUI Maruf Amin memiliki komitmen kuat untuk memberantas narkoba, khususnya anak-anak. Kerja sama KPAI dengan MUI meliputi pengawasan, sosialisasi serta edukasi tentang bahaya narkoba pada anak.

Salah satu agenda kerja adalah mewujudkan rehabilitasi terpadu untuk memulihkan anak yang sudah terlanjut terlibat dalam narkoba. Konsep rehabilitasi terpadu ini mencakup sekolah, klinik, tenpat bermain, tempat olah raga, ruang serbaguna, tempat ibadah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi fisik dan psikis anak.

Berdasarkan Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia.

Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau pernah pakai narkoba pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkoba jumlah pengguna narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015.

Jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja, shabu dan ekstasi. Jenis narkoba tersebut sangat terkenal bagi Pelajar/mahasiswa, pekerja, dan rumah tangga. Sebagian besar penyalahgunaan berada pada kelompok coba pakai terutama pada kelompok pekerja.

Alasan penggunakan narkoba karena pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, dan tekanan lingkungan teman kerja merupakan faktor pencetus terjadinya penyalahgunaan narkoba pada kelompok pekerja.

Kabag Humas BNN, Kombes Slamet Pribadi mengungkapkan pada tahun 2008, angka prevalensi nasional pengguna narkoba menyentuh angka 1,9% dari jumlah penduduk. “Tiga tahun berikutnya, yakni di tahun 2011, meningkatan menjadi 2,23%,” kata Slamet, Jumat (29/4).

Kemudian di tahun 2014, mengalami penurunan menjadi 2,18%. Namun angkanya kembali merangkak naik pada tahun 2015 sebanyak 0,2% atau menjadi 2,20%.

Slamet menjelaskan, penelitian dilakukan dengan mengambil sampel pengguna narkoba yang berusia antara 10-59 tahun. Adapun kategorinya adalah mencoba mengunakan, teratur menggunakan, pecandu non suntik, dan pecandu suntik.

Pada tahun 2011 hingga 2014 berhasil ditekan. Sebab, pada rentang waktu itu ada sinergitas dari penegak hukum dalam memberantas narkoba, jaringannya, peredarannya, dan penggunanya.

Pada tahun 2015, angka pecandu narkoba kembali meningkat. "Peningkatan terjadi karena para pengguna atau pecandu kurang menyadari untuk melakukan pengobatan. Bahkan, terbatasnya tempat rehabilitasi juga ikut menaikkan angka prevalensi," ungkapnya.

Jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Hal tersebut disampaikan Komjen Pol Budi Waseso Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). "Setiap hari ada 30-40 orang yang mati karena narkoba," pungkasnya.

Terkait dengan perang narkoba ini. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas khusus penanganan masalah narkoba di Kantor Presiden Jakarta Rabu (25/2) memerintahkan seluruh aparat keamanan termasuk kementerian dan lembaga untuk lebih meningkatkan perang terhadap narkoba.

Presiden juga menginstruksikan agar BNN rutin melakukan inspeksi mendadak di lembaga pemasyarakatan (Lapas). Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di dalam Lapas menurut Presiden, ditengarai sama besarnya dengan aktivitas di luar lapas.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti kala itu, memerintahkan jajarannya melakukan operasi di semua pintu masuk narkoba. Untuk itu, Kapolri menegaskan perlu ada upaya maksimal dalam perang terhadap narkoba mulai dari pencegahan hingga penegakan hukum serta upaya rehabilitasi. Kapolri juga menekankan pengawasan peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan dan tempat hiburan, harus dilakukan secara ketat.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti seperti dirilis voaindonesia.com, menjelaskan ada peningkatan kejahatan narkoba sebesar 13,6% setiap tahunnya. Sebagai gambaran, tahun 2015, itu ada 50.178 tersangka yang ditangkap. Kasusnya ada 40.253. ini yang kita tangani, ditambah lagi dengan yang di BNN sebanyak 665 kasus. Oleh karena itu ini sudah kategori membahayakan.

Kapolri menambahkan, jumlah barang bukti yang disita kepolisian selama tahun 2015 untuk ganja 23,2 ton, ekstasi 1.720.328 butir, sabu 2,3 ton, sisanya adalah heroin, kokain dan hasis. Barang bukti yang disita ini menurut Kapolri baru sekitar 20% dari narkoba yang beredar di pasaran.

Kinerja Kepolisian dan BNN hingga ke bawah, dan Kejaksaan, sering terlihat tidak sinkron dengan hasil akhir yang ada di tingkat sidang (Pengadilan). Dimana, beberapa kasus tergambar tidak sinkronnya di tingkat aparat penegak hukum.

Salah satu kasus, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis lebih ringan daripada tuntutan jaksa terhadap pengedar narkotika dalam persidangan, Kamis (26/11/2015). Sebelumnya, jaksa menuntut tiga warga negara Tiongkok pengedar narkoba dengan hukuman mati.

Dalam persidangan yang berlangsung terpisah, majelis hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Ko Chi Yuen (57). Adapun rekannya, Kwok Fu Ho (30) dan Yang Wing Bun (52), dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Vonis itu lebih ringan dibandingkan dengan putusan pada dua persidangan sebelumnya. Pada 13 November lalu, hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Wong Chi Ping (40), warga negara Tiongkok, karena terbukti memiliki 862 kilogram sabu.

Berikutnya, pada 19 November, giliran Zaini Jamaludin (40), warga negara Indonesia, yang dijatuhi hukuman mati. Pria asal Aceh ini adalah pemilik truk tronton yang digunakan untuk mengirim 1,3 ton ganja kering dari Medan ke Jakarta.

Dalam persidangan, kemarin, ketiga terdakwa yang divonis merupakan anggota kelompok pengedar asal Tiongkok. Mereka ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, 13 Maret 2015, dengan barang bukti 46 kilogram sabu.

Majelis hakim yang diketuai Edi Hasmi menyatakan, Ko alias Peter terbukti melakukan tindak pidana pemufakatan jahat untuk menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram. Hal ini diatur dalam Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Adapun hal-hal yang meringankan di antaranya terdakwa bersikap sopan di persidangan dan menyesali perbuatannya. Selain itu, ia belum pernah dihukum dan kini dalam kondisi sakit kanker lambung ganas.

Di Provinsi Riau misalnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis dipimpin Rustiyono dan hakim anggota Andikha Prasetyo dan Zia Ul Jannah memvonis terdakwa Rozali bin Misri (31) dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dalam sidang kasus narkoba, Senin (22/2/2016). Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 9 tahun penjara.

Padahal, JPU menuntut terdakwa dengan pasal 114, 112 dan 127 tentang narkotika jenis sabu-sabu. Sementara hakim memutuskan berdasarkan pertimbangan narkotika jenis ganja.

Dikatakan JPU, putusan majelis hakim bertentangan dengan alat bukti surat dari laboratorium forensik cabang Medan dengan nomor Lab : 4960 /NNF/2015 tanggal 8 Juni 2015 yang menyimpulkan bahwa 1 botol plastik berisi 30 ml urin diduga mengandung narkotika milik terdakwa Rozali adalah positif matemfetamina alias positif menggunakan sabu-sabu.

Untuk itu, dengan kenyataan yang ada, penulis mengharapkan kepada pemerintah dan aparat hukum (polisi, kejaksaan, dan pengadilan) hendaknya ‘satu hati’ dalam memberantas peredaran narkoba di Republik Indonesia ini. Jika tidak, pelaku narkoba tidak pernah jera, bahkan cenderung bermunculan pemain baru. Ini akibat rendahnya tuntutan terhadap pelaku dan tidak ketatnya pengawasan peredaran narkoba. Padahal tindakan mereka telah merugikan masyarakat luas, khususnya generasi muda bangsa ini.

Masyarakat diminta membantu memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang kini telah menjalar hingga ke pelosok desa sebagai upaya menyelamatkan generasi muda penerus bangsa di masa mendatang.

Marilah secara bersama-sama memberantas peredaran narkoba, laporkan kepada aparat hukum jika disekeliling kita ada peredarannya. Dan terakhir harapan dari kita semua, aparat penegak hukum hendaknya bersinergi, menyamakan persepsi bahwa narkoba ancaman yang paling dekat, dan perlu diberantas hingga tuntas.

Jika dilihat dari sepakterjang Presiden Filipina Rodrigo Duterte, hukuman yang dijalankan di Indonesia masih lemah. Terlihat masih banyak pertimbangan-pertimbangan sehingga melemahkan penegakan hukum pemberantasan narkoba di Tanah Air.

Alangkah baiknya, negara ini mencontoh ketegasan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, jika betul-betul memberantas narkoba yang sudah mengkhawatirkan perkembangan dan pertumbuhan anak bangsa Indonesia. Seriuskah kita? *

Penulis adalah Koordinator Forum Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.