Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ribuan Anak Eks Gafatar Terancam Tak Sekolah
Oleh : Redaksi
Jum'at | 07-10-2016 | 11:25 WIB
Gafatar.JPG Honda-Batam

Para pengikut Gafatar asal Batam saat dipulangkan. (Foto: Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sebanyak 3.583 anak eks-Gafatar terancam tak mendapatkan hak mereka sebagai anak, akibat dicap buruk oleh warga di sekitar tempat tinggal mereka. Sebagian dari anak-anak tersebut bahkan ditolak saat hendak bersekolah di dekat tempat tinggal mereka.

Hal itu diungkapkan oleh perwakilan dari Koalisi Advokasi Hak Anak Indonesia (KAHAI) Ilma Sovri Yanti saat melakukan mediasi dengan Direktur Rehabilitasi Sosial Anak dari Kementerian Sosial Republik Indonesia Nahar, Kamis (6/10/2016), di Jakarta.

Ribuan anak itu merupakan bagian dari 8.187 warga eks-Gafatar yang diusir dari Kalimantan Barat pada Februari lalu.

"Mereka (anak-anak eks-Gafatar) banyak yang ditolak dari sekolah setempat karena stigma negatif," kata Ilma.

Ilma kemudian memperkenalkan salah satu ibu eks-Gafatar, Parmi, yang mengaku khawatir dengan proses tumbuh kembang anaknya. Setibanya di daerah asalnya di Tangerang, banyak penduduk sekitar yang mencibir ketika bertemu anaknya.

"Mereka tunjuk anak saya, Kamu enggak sekolah? Kamu Gafatar ya? Dasar kamu sesat!" ujar Parmi menirukan tuduhan warga sekitar.

Untuk menghindari penolakan terhadap anaknya, Parmi mengaku memilih untuk mengajarkan sendiri pelajaran sekolah kepada anaknya di rumah.

Parmi tak memiliki latar belakang sebagai pengajar. Ia mengaku hanya mengandalkan Internet untuk mempelajari metode pembelajaran dan pendidikan.

Parmi juga membeli buku berbekal uang hasil jerih payah suaminya yang bekerja sebagai kuli panggul. Hingga akhirnya pada satu titik, Parmi memberanikan diri untuk mengajak putranya ke tempat les yang sering dikunjungi oleh anak-anak sekitar kontrakannya.

"Saya selalu ajarkan anak saya untuk sopan. Senangnya, sekarang mereka semua tahu bahwa anak saya itu anak baik-baik. Jadi pelan-pelan kami bisa buktikan," tutur Parmi.

Namun, Parmi menganggap dirinya hanyalah segelintir orang yang beruntung karena pemerintah daerah dapat mengayomi warga dengan baik.

Ida Zubaidah, warga eks-Gafatar asal Bogor, menuturkan kisah yang lebih tragis mengenai sahabatnya sesama eks-Gafatar yang kini tinggal di Majalengka, Jawa Barat.

Sebelum tiba di tempat tinggal asalnya masing-masing, Ida dan sahabatnya yang tak mau diungkap identitasnya ini sempat ditampung di dinas sosial di beberapa daerah.

Saat tiba di Cimahi, Jawa Barat, anak dari sahabatnya ini diperiksa dan diambil datanya untuk pengarsipan dinas sosial. Mereka difoto dengan posisi tegak sambil memegang karton polos.

Keluarga sahabat Ida itu terkejut ketika tiba-tiba, warga sekitar mendatangi rumah sementara mereka dan berteriak, "Anak kamu itu teroris! Kamu tidak boleh tinggal di sini!"

Para warga itu membawa secarik kertas yang menunjukkan foto anaknya memakai baju oranye dan memegang papan bertuliskan "teroris".

"Mereka memodifikasi fotonya. Bajunya waktu difoto pertama kali itu ya baju biasa, tapi tiba-tiba jadi oranye. Papannya juga tadinya kosong, tapi jadi ada tulisan teroris," tutur Ida.

Menurut seorang eks-Gafatar yang kini tergabung dalam KAHAI, Faldiaz Bachtiar, masih banyak bentuk ketidakadilan lain yang menimpa anak-anak tersebut sehingga hak-hak mereka tak terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Masih banyak yang lainnya juga. Dalam perjalanan dari Kalimantan dengan kendaraan dan cuaca yang tidak mendukung, banyak anak sakit dan tidak mendapat penanggulangan baik. Ada pula yang mendapat trauma psikologi parah," katanya.

Menanggapi segala keluhan ini, Nahar mewakili Kementerian Sosial meminta KAHAI untuk menyusun data anak-anak eks-Gafatar dengan rapi sehingga pemerintah dapat memetakan solusinya dengan baik.

"Data ini kan masih tersebar. Saya ingin teman-teman susun setidaknya mengandung empat unsur, yaitu identifikasi masalah, identitasnya, lokasinya di mana, dan penanganan yang dibutuhkan apa agar kami dapat segera berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait," kata Nahar.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha