Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Panggung untuk Eni Lestari, Pejuang Buruh Migran di Forum PBB
Oleh : Redaksi
Senin | 26-09-2016 | 08:00 WIB
ani.png Honda-Batam

PKP Developer

Eni Lestari, aktivis pekerja migran Indonesia diundang berpidato dalam pertemuan KTT Pengungsi dan Migran di forum Sidang Majelis Umum PBB di New York Amerika Serikat. (Foto: VOA)

INDONESIA kembali mendapat tempat di panggung internasional. Kali ini Eni Lestari, aktivis pekerja migran Indonesia diundang berpidato dalam pertemuan KTT Pengungsi dan Migran di forum Sidang Majelis Umum PBB di New York.

Eni bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong sejak 1999. Seperti kebanyakan buruh migran lainnya, ia terpaksa meninggalkan mimpinya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena harus membantu ekonomi keluarganya ketika krisis melanda Indonesia pada akhir 90an.

Dalam wawancara dengan VOA Eni menyatakan ia menjadi aktivis karena sebagai buruh migran ia merasa hak-haknya diekploitasi bahkan sebelum berangkat bekerja ke Hong Kong. Menurutnya ia perlu berjuang mewakili nasih 244 juta buruh migran di seluruh dunia.

“Semua migran pasti mengalami eksploitasi, bahkan sampai buruk sekali, jadi korban trafficking, ditipu. Saya juga termasuk korbannya; saya dibayar tidak sesuai standard dan tidak dikasih hari libur,” paparnya.

Perempuan asal Kediri, Jawa Timur ini dipilih berpidato setelah melalui seleksi yang ketat, dari 400 orang yang mengajukan diri, ia terpilih bersama delapan orang lainnya. Ini bukan kali pertama ia bicara di PBB, namun ini pertama kalinya ia bicara dalam tingkat sidang umum.

Walaupun mendapat kesempatan berbicara di panggung internasional Eni tidak merasa bangga. Ia justru berharap kehadirannya di sidang umum PBB tahun ini bisa membuka mata masyarakat dan mempertanyakan sistem di Indonesia yang menyebabkan perempuan-perempuan Indonesia tidak punya masa depan di negerinya sendiri.

“Kami tampil di summit ini karena putus asa, karena bicara dengan pemerintah di level nasional, baik pemerintah negara asal maupun pemerintah negara tujuan, belum tentu mereka mau mendengar,” ujarnya.

Meskipun tidak berharap PBB bisa menyelesaikan masalah ekploitasi buruh migran, Eni yang telah menjadi aktivis selama 15 tahun ini mengaku akan terus melanjutkan perjuangannya. Sebagai ketua International Migrants Alliance, Eni akan menindaklanjuti rencana PBB terkait rancangan sejumlah kesepakatan internasional terkait nasib migran.

Ia juga mendesak pemerintah RI untuk memperlakukan buruh migran selayaknya manusia, bukan hanya data atau angka apalagi hanya sebagai sumber devisa.

Menurut catatan Departemen Ketenagakerjaan RI, saat ini ada enam juta lebih TKI di seluruh dunia.

Sumber: VOA Indonesia
Editor: Dardarni