Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR RI Wajibkan Pemda Cegah Beredarnya Pornografi
Oleh : Surya Irawan
Senin | 19-09-2016 | 18:50 WIB
Tifatul-sembiring.gif Honda-Batam

Ketua Fraksi PKS MPR RI, Tifatul Sembiring (Sumber foto: www.rmol.co)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi, serta  UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi sudah menegaskan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah itu wajib mencegah beredarnya pornografi.

Pemerintah Pusat dan Daerah wajib menutup tempat pornografi, apalagi melibatkan anak-anak di daerah tertentu, karena tidak sesuai dengan agama dan Pancasila.

Penegasan itu disampaikan Ketua Fraksi PKS MPR RI, Tifatul Sembiring, dalam dialog "Fenomena Penyimpangan dan Degradasi Moral Masyarakat bersama Kepala Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda di Jakarta, Senin (19/9/2016).

"Jadi, kalau ada warnet, bioskop atau tempat prostitusi yang membiarkan dan menyebarkan pornografi dan pornoaksi, maka Pemerintah Daerah berkewajiban menutup atau mensegel tempat tersebut, karena Indonesia adalah negara beragama dan ber-Pancasila. Di mana kemaksiatan itu bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila sebagai jatidiri bangsa," tegas Tifatul.

Omset bisnis porno, kata Tifatul, memang mennggiurkan, karena transaksinya bisa mencapai 10 miliar dollar AS atau setara dengan Rp130 triliun per tahunnya.

"Jumlah situs sendiri di dunia mencapai 3 miliar, dan dari jumlah itu kita tidak tahu berapa jumlah situs pornonya. Dulu, Kominfo menutup sejutaan situs," katanya.

Penutupan, lanjutnya, dilakukan oleh operatur telepon seluler, namun justru memunculkan banyak situs atau website LGBT. Bahkan mereka telah menyusupkan aksinya agar LGBT bisa dilegalkan melalui RUU Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Sehingga yang paling efektif melakukan pemblokiran terhadap pornografi itu, adalah keluarga yang wajib mengontrol dan mendidik anak-anak agar anak-anak beriman takwa, berakhlak mulia sebagai calon pemimpin bangsa ke depan.

"Jadi kita harus kembali ke jatidiri bangsa, dan menghidupkan kembali ke local wisdom (kearifan lokal) berbarengan dengan terus-menerus melakukan sosialiasi empat pilar," katanya.

Mantan Menkominfo ini menilai, kearifan lokal tersebut sudah hilang. "Jadi, tanpa nilai-nilai agama, keluarga, Pancasila dan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka kita tak akan memiliki pegangan hidup dan akan lepas control dan berbahaya bagi anak bangsa ini,” katanya.

Erlinda menilai, penyimpangan seksual khususnya terhadap anak saat ini sudah memasuki keadaan darurat, sama halnya narkoba yang bisa merusak anak-anak bangsa ke depan.

"Dalam kasus prostitusi anak di Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu itu, anak-anak sudah didoktrin kalau mau menjadi orang hebat dan terkenal, maka gaya hidupnya harus LGBT," kata Erlinda.

Erlinda menyayangkan rasa kepedulian dan komitmen elemen di masyarakat masih tentang penghapusan kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak-anak.

“Ini bencana Nasional khususnya di daerah-daerah terpencil itu, eksploitasi anak ini sangat mengerikan. Bahkan ada anak yang harus melayani 4 hingga 13 lelaki hidung belang. Jadi, mau dibawa ke mana peradaban bangsa ini?” ungkapnya.

Editor: Udin