Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warga Desa Pengujan Bintan Merindukan Jembatan Penyeberangan
Oleh : Harjo
Kamis | 15-09-2016 | 15:11 WIB
rakit-di-bintan1.jpg Honda-Batam

Rakit atau pokcai, satu-satunya alat transportasi warga Desa Pengujan Bintan ke daerah lainnya. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Warga Desa Pengujan, Kecamatan Telukbintan, Kabupaten Bintan, sudah sejak lama merindukan jembatan penyeberangan dari Selat Bintan ke Desa Pengujan. Selama ini, transportasi satu-satunya yang mereka gunakan untuk menyeberang hanya perahu rakit, baik untuk warga maupun kendaraan.

Permasalahan ini sudah menjadi masalah klasik, mengingat pengajuan dari masyarakat kepada pemerintah sudah sejak lama. Namun hingga saat ini, belum ada reaslisasinya. Seiring perjalanan waktu, masyarakat Pengujan juga berharap bisa lebih maju dan berkembang sejajar dengan kampung atau desa lainnya di Bintan.

Ramle, tokoh pemuda Desa Pengujan yang ditemui BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Kamis (15/9/2016), mengungkapkan, alat transportasi penyeberangan berupa rakit --yang selama ini mereka gunakan-- memang suda cukup membantu warga.

Hanya saja, selain permasalahan waktu operasional, masalah biaya yang tergolong tinggi sangat dirasakan masyarakat yang kurang mampu. Namun semala ini tetap saja berjalan dari waktu ke waktu, karena tak ada pilihan lain.

"Selama ini, memang tidak ada pilihan bagi masyarakat untuk menyeberang dari Selat Bintan ke Pengujan dan sebaliknya. Tetap harus mengunakan rakit yang merupakan satu-satunya. Makanya masyarakat sangat merindukan jembatan penghubung," ungkapnya.

Lebih jauh Ramle menyampaikan hal-hal yang membuat miris terkait perahu rakit ini, apabila ada warga yang sakit saat malam hari sementara rakit sudah tidak beroperasi.

"Yang paling memilukan, apabila ada warga yang sakit saat malam hari, sementara rakit sudah tidak beroperasi. Walau dalam keadaan emergency atau darurat, tetap harus menunggu keesokan harinya," tuturnya.

Untuk ongkos penyeberangan mengunakan rakit, Ramle menambahkan, kendaraan roda dua dibandol Rp10 ribu, sementara untuk mobil Rp60 ribu. "Itu untuk pulang pergi. Padahal kalau dihitung jarak tempuh, hanya sekitar 200 meter. Ongkos penyeberangan tersebut dikenakan sama untuk semua penguna jasa, termasuk anak sekolah," ujarnya.

Operasional rakit setiap harinya, dari pukul 06.00 Wib hingga 21.00 Wib. "Tentu bisa dibayangkan kalau yang bersifat emergency atau darurat, terpkasa tertunda. Permintaan jembatan penyeberangan ini jelas bukan hal yang berlebihan," ujar Ramle yang diamini oleh sejumlah rekannya.

"Kelancaran transportasi bagi warga ke daerah lainnya, adalah sebuah kebutuhan yang mendesak. Agar warga bisa lebih maju dan berkembang, sejajar dengan daerah lainnya," tambahnya.

Editor: Dardani