Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

RUU Minol Mengatur 4 Aspek soal Pelarangan dan Pengendalian Miras
Oleh : Irawan
Selasa | 06-09-2016 | 20:07 WIB
diskusiminol.jpg Honda-Batam

Forum Legislasi Tarik-Ulur RUU Larangan Minuman Beralkohol

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Panja RUU Larangan Minuman Beralkohol (minol) Arwani Thomafi menegaskan, dalam perkembangannya, pembahasan RUU Minol di Panja terdiri atas 4 cluster, yaitu larangan total terhadap minol seperti di Aceh, larangan dengan pengecualian, larangan tapi dalam kondisi tertentu diperbolehkan, dan tidak perlu ada larangan melainkan cukup dengan pengendalian atau pengaturan.

"Arus pelarangan karena pengaturan minol dalam RUU ini sebagai payung hukum. Sebab, ada Perda-perda dan Pergub masing-masing di daerah berbeda dalam menyikapinya. Tapi kesimpulannya ada pengaruh negatif pada masyarakat, baik kesehatan maupun kriminalitas," ucap Waketum PPP itu pada forum legislasi “Tarik-Ulur RUU Larangan Minuman Beralkohol”, Selasa 6 September 2016 yang juga dihadiri Ketua Apindo Bidang Kebijakan PubliK Danang Girindrawardana, dan Ketua YLKI Tulus Abadi di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/8/2016)

Karena itu, kata Arwani, perlu dicari titik temu dari pengaruh negatif tersebut. Selanjutnya, pelarangan dalam kondisi tententu dinilai tidak menjamin adanya kepastian hukum. Karena itu, RUU itu berusaha untuk meminimalisisasi dan itu tidak mengganggu kepentingan investasi karena ada pasal-pasal pengecualian dan diperbolehkan untuk kepentingan ritual agama tertentu.

"Jadi, ada ruang kemajemukan yang kita hormati, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh pihak yang berwenang (menteri, pemda) seperti hotel dan restoran. Sehingga hanya ada ruang pembatasan yang tegas dan jelas. Itu semata agar minol tidak menjadi tren di masyarakat," ujarnya.

Selain itu, kata Arwani, pengawasan dilakukan dengan membentuk tim terpadu di di pusat dan daerah. “Soal bentuknya seperti apa? Nanti dibicarakan terkait pentingnya peran serta tokoh masyarakat dan untuk ketentuan pidananya ada tiga macam, yaitu rehabilitasi, denda, dan dipenjara,” katanya.

Pada prinsipnya, pada dua bulan ini baik pemerintahdan fraksi-fraksi sepakat konsolidasi untuk menyampaikan pada tingkat akhir Panja meski ada yang ingin melakukan pendalaman.

Sebab, jangan sampai pelaksanaannya di lapangan mandul. "Jadi, pembahasan RUU ini harus melibatkan dua pihak, pemerintah dan DPR RI. Dari 146 DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) ini, yang selesai dibahas baru 37 DIM, terbagi ke dalam 6 cluster tersebut," katanya.

Sementara itu, Danang meminta DPR dan pemerintah berhati-hati dalam membahas RUU minol di tengah ekonomi negara yang belum membaik. Sebab, cukai minol pada APBN 2017 dipatok Rp 6 triliun dan di tahun 2019 akan dipatok Rp 9 triliun.

"Jangan sampai ada pelarangan, karena dampaknya sangat luas. Baik produksi, distrubusi, konsumsi, tenaga kerja dan sebagainya sehingga tidak ada kepastian hukum. Itulah yang akan menjadi ancaman bagi investor," kata Danang.

Di lain pihak, Tulus mengatakan ada dua komoditas yang dikenai cukai oleh pemerintah yaitu rokok dan minol. “Cukai itu untuk barang yang berdampak negatif secara eksternal dan internal yaitu pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Jadi, cukai itu pajak dosa. Karena itu, dalam masalah minol jangan memprioritaskan pendapatan ekonomi.

Sebab, filosofinya pada aspek pengendalian bukan aspek ekonomi yaitu dampak negatifnya lebih besar daripada sekadar ekonomi. "Pendapatan itu dampak sampingan, bukan pokok. Jadi, itulah yang menjadi dasar pembahasan RUU minol ini," ucapnya.

Editor: Surya