Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warga Bintan Bingung, Data PBB Tak Sinkron
Oleh : Harjo
Sabtu | 03-09-2016 | 17:03 WIB

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Mirisnya pola pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Bintan. Selain dibebani kenaikan pembayaran pajak mencapai lebih dari 100 persen. Parahnya lagi, tidak sinkronnya data antara pihak Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Daerah (DPKKD) Bintan dan tempat pembayaran lain, baik Bank Riau atau Kantor Pos.

 

Akibatnya, masyarakat Bintan Utara dan sekitarnya semakin dibikin pusing tujuh keliling. Karena saat hendak membayar PBB, selain harus membayar kenaikan yang sangat tinggi, juga harus menghadapi data yang tidak valid.

"Bisa dibayangkan, saya tidak pernah tidak bayar PBB setiap tahunnya, tetapi saat membayar PBB 2016, justru keluar data terhutang beberapa tahun belum dibayar. Itu sangat aneh, untung semua kwitansi atau Surat Tanda Terima Setoran (STTS) sejak belasan tahun lalu masih disimpan, sehingga bisa ada perbandingan data," ungkap Apui, salah seorang warga Tanjunguban kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban.

Apui menjelaskan, tanpa wajib pajak memilki STTS, walaupun tahun sebelumya sudah membayar. Maka dianggap belum membayar atau pajak terhutang. Sementara logikanya, apakah bisa bayar PBB, tahun ini namun tahun sebelumnya belum dibayarkan.

"Karena biasa semua akan berpatokan pada pembayaran terakhir, artinya kalau tahun sebelumnya dibayar, apa mungkin tahun ini bisa dibayarkan. Kanyataannya dalam data yang keluar justru ada tahun tertentu yang sidah dibayar dan sebagian belum. Ini jelas sebuah keanehan terjadi," ungkapnya.

Sementara itu, warga Bintan lainnya, Hendro Suseno yang tinggal di lahan sengketa yang sudah puluhan tahun tidak terselesaikan, mengaku kaget dengan adanya kenaikan pembayaran PBB yang sangat tinggi itu. Padahal, luasan lahan yang ditempatinya bersama orangtuanya memiliki luas 1.300 M2, sebelum adanya kenaikan pajak, biasa membayar setiap tahunnya sekitar Rp300.000. Namun saat hendak membayar pajak tahun ini, justru sudah lebih dari Rp4 juta.

"Kita kaget melihat pajak PBB terhutang bisa naik berlipat-lipat, sementara kita sendiri tinggal di lahan yang masih sengketa. Terkait hal ini, jelas membuat kecewa wajib pajak, apalagi setelah mendengar masyarakat lain sebagian besar memang data tidak sinkron," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) KSBSI Bintan, Yoserizal sangat menyesalkan tidak sinkronnya data antara DPKKD, Bank Riau dan Kantor pos. Karena dengan tidak sinkronnya secara otomatis sudah mengorbankan masyarakat.

"Seharusnya, saat penyerahan pengelolan PBB pada tahun 2014 lalu, data sudah ada sinkronisasi. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban dari sistem terkait dengan adanya kejadian ini, jelas sudah saatnya aparat penegak hukum, melakukan kroscek dengan yang terjadi di lapangan," harapnya.

Karena bukan tidak mungkin permasalahan keluarnya tunggakan PBB sejak masih dikelola oleh pemerintah pusat, dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan secara pribadi.

Karena sudah ada beberapa orang warga yang mengakui ada kesalahan data pembayaran. Sementara petugas hanya mencocokkan kwitansi pembayaran tidak memliki data pastinya.

Sebagaimana diketahui, Kepala UPT Bintan Utara Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Bintan, Triadi, mengakui masih ada data yang belum singkron di tempat pembayaran PBB. Dan untuk sinkronisasinya, akan dikroscek di server DPKKD Bintan.

Demikian disampaikan Triadi menjawab kebingungan wajib pajak terkait pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang belum sinkron di beberapa tempat pembayaran PBB.

"Kalau memang ada yang belum sinkron atau perbedaan, silakan warga datang ke UPT atau DPKKD Bintan yang ada di Kijang. Sehingga kalau memang masyarakat sudah membayar akan diketahui melalui data base yang ada di server DPKKD," ujarnya.

Triadi menyampaikan, bisa saja ada perbedaan data pembayaran PBB, mengingat pelimpahan pengelolaan PBB dari pemerintah pusat ke daerah mulai tahun 2014 lalu. Sehingga kalau masih ada yng tidak singkron, tentunya harus dikroscek ulang, sehingga masyarakat tidak ada yang dirugikan.

"Silakan warga datang membawa bukti pembayaran sebelumnya, apabila PBB sudah dibayar oleh masyarakat. Sehingga datanya bisa dikroscek dan kalau memang sudah dibayar, tidak perlu membayar ulang," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memang kewajiban setiap wajib pajak. Namun sikap antipati akan timbul ketika wajib pajak merasa kecewa dan tertipu atas pelayanan yang diberikan petugas pajak tersebut.

Memang sejatinya wajib pajak menyimpan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) setelah membayarkan PBB-nya. Hanya saja, tidak semua warga yang bisa menyimpan dengan baik bukti setoran tersebut. Sehingga saat hendak membayar PBB tahun berikutnya, STTS tidak dipegang oleh wajib pajak.

Ironisnya, petugas pelayan pajak seperti di wilayah Bintan Utara, pelayanan pajak ada di Bank Riau dan Kantor Pos mengklaim, wajib pajak yang tidak membawa bukti setoran sebelumnya dianggap belum membayar.

"Kalau hanya berpatokan dengan STTS jelas terkesan pelayan pajak hanya memanfaatkan kelemahan dari wajib pajak. Sudah seharusnya pelayanan pajak mempermudah bukan mempersulit, apalagi memanfaatkan kelemahan wajib pajak untuk keuntungan pribadi," ungkap Denny salah seorang warga Bintan Utara yang merasa kecewa dengan pelayanan pajak di tempat penyetoran pajak.

Denny mengatakan, ia terpaksa mengalah dan membayar berapapun biaya beban yang menjadi kewajibannya. Karena ternyata, bukti pembayaran itu tidak tercatat di dalam data base.

"Artinya apa yang terjadi jelas sangat tidak profesional dan wajib pajak akan terus menjadi korban, karena ketidaktahuan yang justru dimanfaatkan oleh oknum yang seharusnya pihak pelayanan mengarahkan cara pembayaran atau penyetoran yang baik," imbuh Denny yang diamini sejumlah rekannya.

Editor: Dardani