Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lebih Dua Ribu Warga Filipina Tewas dalam Perang terhadap Narkoba
Oleh : Redaksi
Rabu | 31-08-2016 | 13:38 WIB
320a762d-15d6-4492-ae07-ce8191335942_169.jpg Honda-Batam

Sudah lebih dari 2.000 warga Filipina yang tewas dalam pembunuhan di luar hukum yang diperbolehkan Presiden Rodrigo Duterte dalam memerangi narkoba. (Reuters/Czar Dancel)

BATAMTODAY.COM, Filipina - Sudah lebih dari 2.000 warga Filipina yang tewas dalam pembunuhan di luar hukum yang diperbolehkan Presiden Rodrigo Duterte dalam memerangi narkoba. Jumlah korban terus merangkak naik, hanya sekitar dua bulan setelah pelantikan Duterte sebagai presiden.

Kepolisian Nasional Filipina pada Selasa (30/8) mengumumkan bahwa hampir 900 terduga pengedar dan pengguna narkoba tewas dalam operasi polisi dari 1 Juli hingga 20 Agustus.

Data itu menunjukkan terdapat 141 korban baru selama sepekan terakhir, dan rata-rata 20 warga tewas per hari dalam perang melawan narkoba.

Pekan lalu, polisi mengungkapkan bahwa terdapat 1.100 pembunuhan terkait narkoba lainnya yang tidak diklasifikasikan dalam operasi polisi. Ribuan kematian itu kini tengah diselidiki.

Juru bicara Duterte, Martin Andanar, menyatakan bahwa pemerintah Filipina tengah mempersiapkan sejumlah materi publikasi untuk mengedukasi warga akan bahaya narkoba dan menekankan pentingnya memerangi narkoba di Filipina.

Andanar mengungkapkan pada Senin (29/8) bahwa pihaknya tengah mempersiapkan iklan kampanye antinarkoba sepanjang 30 detik yang akan mulai ditayangkan pekan depan di sejumlah stasiun TV komersial dan bioskop.

"Pemerintah tidak menghabiskan dana apapun dalam pembuatan iklan itu, dan stasiun TV dapat menayangkannya secara gratis," kata Andanar di Manila, dikutip dari Reuters.

Selain iklan, Andanar mengungkapkan pihaknya akan menerbitkan pamflet setelah 40 halaman untuk menjelaskan alasan soal banyaknya warga yang tewas dalam perang melawan narkoba.

"Mereka yang di luar negeri harus memahami mengapa banyak orang yang terbunuh dalam kampanye antinarkoba. Mereka harus memahami, ini adalah perang dan memakan korban," kata Andanar.

"Pamflet itu akan menginformasikan dan menjelaskan bahwa pemerintah tidak membunuh orang secara acak, bahwa pembunuhan ini tidak dimaksudkan sebagai pembunuhan di luar hukum dan merupakan bagian dari kampanye antikriminal," ujarnya.

"Sejumlah orang yang tewas [dalam perang ini] adalah petugas polisi yang terlibat dalam aktivitas kriminal," tutur Andanar.

Sejak dilantik pada akhir Juni lalu, Duterte lantang menyuarakan kampanye anti narkoba. Namun, ribuan nyawa melayang karena ia membolehkan warga atau polisi menembak mati terduga pengedar dan pengguna narkoba di jalan-jalan. Praktik pembunuhan di luar hukum ini diduga akan meregangkan hubungan Filipina dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat.

Pekan lalu, pengamat internasional Ruben Carranza mempertanyakan apakah metode penuh kekerasan merupakan cara yang tepat dalam perang anti narkoba yang dikobarkan Duterte. Pasalnya, menurut Carranza, tren penggunaan narkoba di Filipina cenderung menurun.

Rencana Pemberantasan Narkoba Nasional (NDAP) yang diajukan oleh Badan Obat-obatan Berbahaya kepada PBB, menyebut bahwa terdapat 6,7 juta kasus penggunaan narkoba di Filipina pada 2004. Jumlah ini menurun secara signifikan menjadi 1,7 juta kasus pada 2008, dan menurun kembali menjadi 1,3 juta kasus pada 2012.

Data ini, lanjut Carranza, menunjukkan bahwa kasus penggunaan narkoba di Filipina telah berkurang secara signifikan dalam periode 10 tahun. Dalam kurun waktu itu, metode pembunuhan di luar hukum tidak diterapkan, kecuali di Davao City, kota di mana Duterte menjabat sebagai walikota sebelum mencalonkan diri dalam pilpres tahun ini.

Selain kisruh soal pemberantasan narkoba, Filipina juga tengah berupaya memberangus kelompok militan Abu Sayyaf, yang menyandera delapan anak buah kapal warga negara Indonesia. Bulan depan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte bakal berkunjung ke Indonesia untuk membahas berbagai isu, termasuk soal penyanderaan ABK.

Sumber: Reuters
Editor: Udin