Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lulus S1 dengan Predikat Cum Laude hanya 3 Tahun, Kini Richard Dapat Beasiswa S2 ke China
Oleh : Redaksi
Selasa | 30-08-2016 | 13:02 WIB
Richart.gif Honda-Batam

Richard Henokh Kurniawan, mahasiswa peraih predikat cumlaude program S1 Reguler Universitas Indonesia pada wisuda semester genap bulan Agustus 2016. Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer ini meraih IPK 3.83.(Sumber foto: Kompas.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Richard Henokh Kurniawan tak pernah bermimpi bisa lulus dalam waktu tiga tahun dari jurusan Ilmu Komputer di Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI dengan predikat cum laude. Ia lulus dengan IPK 3.83.

Richard adalah putra dari Basuki Kurniawan, pengusaha di bisnis furnitur dan properti. Basuki pemilik PT Indoexim International dan PT Rivela International.

Kendati demikian, Richard tak lantas dimanjakan sang ayah. Richard kecil merupakan "penggila" game. Namun kedua orangtuanya tak pernah membelikan dia PlayStation meski dia suka bermain PlayStation.

Untuk bermain PlayStation, Richard harus pergi ke rumah temannya. Richard kecil tumbuh di lingkungan yang penuh optimisme. Sikap itu itu dibangun oleh Basuki dan istrinya, Theresianawati.

"Mama pernah cerita, waktu saya dalam kandungan, mama masih jualan mie ayam di pinggir jalan. Itu buat nopang hidup dan sambilan," cerita Richard di kampus UI, Senin (28/8/2016).

Saat itu, kata dia, ayahnya masih bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Basuki merintis usaha furnitur dan properti. Kehidupan keluarganya pun mulai berubah.

Meski hidup di lingkungan yang penuh optimisme, Richard kecil tak melulu patuh. Ketika masih sekolah dasar, banyak waktunya dihabiskan untuk bermain game di komputer atau laptop.

Richard bercerita, dirinya candu dengan game sejak kelas empat SD hingga menjelang lulus dari sekolah menengah pertama (SMP). Tak pelak, Richard kerap jadi sasaran kemarahan ibunya.

Ibunya berusaha dengan segala cara menjauhkannya dari laptop agar tidak melulu bermain.

"Dulu sampai laptop diumpetin mama karena saya kecanduan (game) banget," kenang Richard.

Kecanduan Richard diakuinya sampai tingkat akut. Saat SMP, Richard lebih banyak menghabiskan waktu bermain game online selepas sekolah. Sementara untuk belajar, Richard mengaku kalau hanya disuruh atau dipaksa ibunya.

Tak ayal, Richard dan ibunya kerap berselisih paham. Hingga akhirnya ayahnya menyarankan dia untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah.

"Saya sering kecanduan game dan berantem sama mama. Akhirnya papa sarankan masuk SMA Taruna Nusantara, karena untuk jauhkan dari kecanduan game, juga menghindari debat sama mama," ungkap Richard.

Bak gayung bersambut, Richard tertarik juga masuk SMA Taruna Nusantara. Selain mengikuti kemauan sang ayah, ia juga mengaku ingin menjadi pribadi lebih baik.

Transformasi

Memasuki sekolah semi militer, membuat Richard bekerja keras untuk beradaptasi. Itu tak mudah baginya. Kerap kali ia gagal menghafal nama dan daerah asal temannya.

"Langsung disuruh push-up 15 kali. Susah banget awalnya karena gak biasa, baru pertama," cerita Richard.

Tiga bulan pertama di SMA Taruna Nusantara tantangan bagi Richard. Semua kontak dengan orangtua terputus. Di masa tiga bulan itulah Richard digembleng untuk bertahan dan beradaptasi.

Beruntung, ia memiliki teman seperjuangan yang juga sama-sama bertahan.

"Di sana satu angkatan 300 orang, sama-sama jauh dari orangtua, tapi saling menguatkan," ungkap Richard.

Kehidupan di Taruna Nusantara dilalui dengan optimis. Di bidang non-akademik, Richard bergabung dengan kelompok marching band sebagi marching bells. Ia juga sempat meraih Juara Harapan 1 di bidang business plan.

Sementara di bidang akademik, Richard langganan masuk 10 besar di kelasnya setiap tahun.

"Terakhir sempat prestasi di bidang matematika. Saya peringkat pertama bidang matematika di satu angkatan SMA Tarnus. Saat itu kelas 12 di semester 1," kenang Richard.

Expand