Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Dinilai Inkompenten dalam Penyusunan Anggaran
Oleh : Irawan
Kamis | 11-08-2016 | 18:08 WIB
diskusi soal APBN.jpg Honda-Batam

Dialektika Demokrasi dengan tema Pajak dan RAPBN 2017 dengan narasumber dari kiri-kenan (Ekonom Indef Sri Hartati, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Ketua DPD Irman Gusman)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, langkah pemerintah yang melakukan pemangkasan anggaran sebesar Rp 133,8 triliun menandakan pemerintahan Joko Widodo tidak kompeten dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pemerintah semula menargetkan penerimaan tinggi, tetapi realisasinya tak seperti yang diharapkan sehingga harus ada pemangkasan anggaran.

"Ini koreksi untuk Presiden (Joko Widodo) sendiri dan juga pemerintahan. Pemerintah inkompeten untuk menyusun anggaran dan dikoreksi total oleh Menkeu yang baru (Sri Mulyani)," kata Fadli Zon dalam Dialektika Demokrasi dengan tema Pajak dan RAPBN 2017 di Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Fadli mengatakan, anggaran yang disusun pemerintah memang bisa saja sewaktu waktu direvisi bila ada hal darurat.

Namun, APBN-P 2016 baru diketuk pada 28 Juni lalu sehingga seharusnya tak perlu direvisi apabila tak ada kesalahan dalam penyusunan anggarannya.

"Ini karena penerimaan dipatok tinggi, tapi realisasi tak seperti yang diharapkan. Defisitnya tinggi Rp 219 Triliun dari PDB. Artinya tekor negara," kata dia.


Fadli pun mengingatkan pemerintah bahwa pemangkasan anggaran ini harus melalui persetujuan DPR.

"Tak bisa seenaknya dilakukan harus diusulkan ke DPR sebagai APBN-P jilid II," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Sementara Ketua DPD RI Irman Gusman menegaskan, APBN dan ABPD bukan merupakan i sumber dana untuk pembangunan. Sebab, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi itu harusnya didorong dengan industrialisasi dan investasi.

Sehingga yang diperlukan adalah kreatifitas dan inovasi untuk meningkatkan dalam upaya pembangunan. "Jadi, utang tidak masalah sepanjang dimanfaatkan sektor yang produktif,," kata Irman.

Namun, Irman berharao agar dalam penyusunan APBN selanjutnya, hendaknya pemerintah melibatkan DPR RI dan DPD RI sehingga alokasi dana pembangunan akan dapat dimanfaatkan secara maksimal.

"Tapi memang kita saatnya tidak tergantung kepada APBN dan APBD. Selama ini pengelolaan APBN masih secara tradisional. Padahal, dana transfer darah Rp 62 triliun dan dana desa Rp 46 triliun bisa mendorong pergerakan ekonomi rakyat jika dikelola dengan baik dan transparan," katanya.

Sedangkan ekonom Indef Enny Sri Hartati mengatakan, perubahan kebijakan pemerintah dalam masalah pengelolaan anggaran negara, yang melakukan pemotongan anggaran secara sepihak APBN-P, bisa menjadi perubahan mendasar terhadap pengelolaan APBN, yang bisa saja menghilangkan APBN-P.

"Jadi, dalam membahas APBN itu harus hati-hati meski ada target tax amnesty Rp 165 triliun, bahwa APBN itu instrumen fiskal, yang bukan saja untuk mengelola penerimaan dan belanja negara. Disitulah seharusnya ada untuk stimuluas pertumbuhan ekonomi. Sehingga pemotongan anggaran itu harus jelas, mana yang harus dipotong atau tidak seperti dana Desa. Dana Desa itu stimulus untuk membuka lapangan kerja," kata Enny.

Editor: Surya