Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kehadiran Negara di Natuna dan Laut Cina Selatan
Oleh : Opini
Selasa | 09-08-2016 | 10:14 WIB
natuna.jpg Honda-Batam

Perairan Kabupaten Natuna. (Foto: Ist)

Oleh Arifin Ilham

REPUBLIK Rakyat Cina (RRC) sejak 8 Agustus 1998 telah menjanjikan sebuah spirit perdamaian dan sportivitas saat pembukaan Olimpiade Beijing 1998 yang menjadikan bangsa Asia bangga dan mengharapkan Cina menjadi negara adidayaseperti Amerika Serikat untuk membawa Asia menjadi kawasan yang damai dan sejahtera.

Harapan terhadap Cina di kawasan Asia bertambah besar dengan gagasan The Maritime Silk Road atau 21st Century Maritime Silk Road yang disampaikan Presiden Xi Jinping dalam pidato di DPR RI saat berkunjung ke Indonesia pada 2003. Sebuah inisiatif untuk meningkatkan kolaborasi di Asia Tenggara, Oseania, dan Afrika Utara melalui jalur perdagangan laut melalui Laut Cina Selatan (LCS), Laut Pasifik Selatan, dan Samudra Hindia.

Semua inisiatif yang dilakukan Cina ini sekilas berhasil menutupi kenyataan adanya potesi konflik di LCS yang berupa tumpang tindih klaim kepemilikan Spratly dan Paracel serta konsep nine dashed lines (9DL) Cina sebagai klaim sepihak bahwa LCS adalah milik Cina, karena sejatinya kawasan LCS merupakan kawasan laut bebas yang juga berhak dikelola oleh negara-negara disekitar kawasan LCS sesuai batas teritorial yang berlaku di masing-masing negara, yaitu Fillipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Indonesia.

Kenyataannya, Cina telah mengingkari konsep pembangunannya yang bersifat peaceful development dengan memperkuat angkatan perang dan menegaskan klaim di LCS dan Laut Cina Timur. Cina melakukan hal ini diperkirakan karena adanya kandungan minyak dan gas bumi di kawasan LCS yang sangat melimpah sehingga Cina terbosesi untuk menguasai kawasan LCS tersebut. Cina juga secara sepihak mengklaim bahwa zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna adalah traditional fishing milik Cina.Kapal ikan Cina melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Natuna yang ironisnya mendapat pengawalan dari kapal coastguard Cina.

Langkah agresif Cina menyebabkan Amerika Serikat pun ikut-ikutan mempertahankan kepentingan globalnya di LCS dengan dalih mempertahankan kebebasan bernavigasi. Kejadian ini menyebabkan LCS menjadi wilayah dengan intensitas potensi perang yang tinggi antara Cina dan Amerika Serikat, dikarenakan Cina telah melakukan langkah agresif dengan menambah kekuatan armada perangnya di LCS dan menjadikan Kepulauan Spratly sebagai basis militer Cina. Sedangkan Amerika Serikat yang bersekutu dengan Fillipina menjadikan kawasan Fillipina sebagai basis militer Amerika di LCS.

Pada 2013 pemerintah Filipina secara resmi mengajukan gugatan sengketa di LCS ke Permanent Court of Arbitration (PCA). Ada tiga permintaan Filipina, yaitu (1) Klaim kepemilikan sebagian besar LCS oleh Cina adalah tidak sah; (2) Atol, pulau karang dan beting, termasuk pulau-pulau buatan yang ada di LCS bukanlah pulau karena tidak mempunyai sumber kehidupan, sehingga tidak memiliki zona ekonomi eksklusif; (3) Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh Filipina di ZEE Filipina tidak diganggu oleh Cina. Gugatan Fillipina tersebut pada 12 Juli 2016 dikabulkan oleh PCA namun Cina melalui Kementerian Luar Negeri Cina menolak dan tidak mengakui keputusan mahkamah arbitrase internasional tersebut. Tindakan yang dilakukan Cina tersebut dapat dianggap bahwa Cina tidak ingin menjaga perdamaian di kawasan LCS dan ingin menegaskan bahwa LCS adalah milik Cina secara mutlak.

Klaim Cina terhadap perairan Natuna juga menimbulkan masalah baru di bidang maritim Indonesia. Semenjak Cina melakukan klaim terhadap perairan Natuna, banyak kapal asing berbendera Cina yang masuk ke wilayah Indonesia di perairan Natuna secara ilegal dan melakukan pencurian ikan di sekitar perairan Natuna. Permasalahan ini menyebabkan nelayan di perairan Natuna mengalami kerugian dalam hal pendapatan dan berdampak pada kerugian negara di bidang maritim karena wilayah teritorial Indonesia dieksploitasi oleh negara asing secara illegal.

Klaim mutlak yang dilakukan Cina terhadap LCS dan perairan Natuna dapat menjadi bumbu pemicu penyebab konflik antar negara di kawasan LCS yang bisa mengarah pada kejadian fatal seperti perang dunia layaknya PD I dan PD II. Hal ini dapat dilihat dari negara sekutu yang membantu negara di ASEAN dalam mempertahankan kawasan LCS.

Cina sebagai negara tunggal memiliki lawan sekutu yaitu Inggris yang akan membantu Malaysia dan Brunei Darussalam, Amerika Serikat yang akan membantu Fillipina dan Vietnam. Inggris dan Amerika Serikat akan berjuang mati-matian membantu negara di ASEAN untuk mempertahankan kawasan LCS dari Cina demi kepentingan global mereka sendiri.

Dalam permasalahan ini, hanya Indonesia yang tidak memiliki sekutu karena sejatinya Indonesia menerapkan prinsip politik luar negeri non-alignment (tidak memihak/bersifat netral). Indonesia harus mampu berperan aktif secara netral dalam menjaga keamanan di LCS khususnya kedaulatan NKRI di perairan Natuna yang baru-baru ini diklaim sebagai wilayah traditional fishing ¬oleh Cina. Prinsip non-alignment harus dipertahankan namun tetap fleksibel menyesuaikan situasi permasalahan di lapangan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Pasal 8 UU No 23 tahun 2008 dan UNCLOS 1982 telah mengatur sedemikian rupa batas wilayah NKRI yang mutlak sehingga sangat tidak wajar jika masih ada negara asing yang mempermasalahkan batas laut Indonesia.

Indonesia patut mempertahankan batas wilayah NKRI di perairan Natuna dan LCS dari kepentingan Cina di kawasan tersebut karena Indonesia berkedaulatan penuh terhadap perairan Natuna dan memiliki hak terhadap LCS jika disesuaikan dengan perundangan-undangan yang berlaku dalam UNCLOS 1982.

Disisi lain, masyarakat wajib mengetahui batas laut Indonesia di wilayah perbatasan agar masyarakat dapat bersinergi dengan pemerintah untuk turut serta dalam membantu menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah perbatasan Indonesia dari pihak asing manapun yang berkepentingan terhadap wilayah Indonesia ataupun yang dapat merugikan Indonesia. Negara asing tidak berhak mengganggu dan mengklaim batas wilayah perbatasan Indonesia di darat, laut maupun udara. Indonesia tidak pernah mengganggu Cina, lalu untuk apa Cina mengganngu stabilitas Indonesia? *

Penulis adalah Pemerhati Masalah Pertahanan dan Keamanan