Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Waspadai Pesona Tipu Daya Palu Arit
Oleh : Opini
Senin | 25-07-2016 | 12:35 WIB

Oleh: Friska Ayu*

DEMOKRASI merupakan paham yang dijunjung tinggi oleh Indonesia, di mana setiap warga negara memiliki hak yang setara dalam mengambil segala keputusan dan mendapatkan perlakuan yang sama dari negaranya. Indonesia menerapkan gagasan ini dengan berlandaskan dasar negara yang merupakan dasar hukum tertinggi di Indonesia, yaitu Pancasila sehingga disebut Demokrasi Pancasila.

 

Penggabungan dua unsur ini ditujukan agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah menggagas ide-ide untuk kemajuan diri dan kemajuan bangsa. Namun saat ini, demokrasi secara singkat lebih sering dikaitkan dengan kebebasan yang disalahgunakan oleh oknum yang berniat menentang paham Demokrasi Pancasila dengan mengikuti paham lain yaitu komunisme.

Maraknya paham komunis di Indonesia semakin menjadi-jadi di tahun 2016. Hal tersebut dapat kita lihat dari tersebarnya atribut-atribut dengan lambang komunis, yaitu gambar palu dan arit. Pada 30 Juni 2016 lalu di Kota Singkawang, sempat tersebar kalender dengan lambang palu dan arit. Kalender tersebut dibagikan kepada warga Kota Singkawang oleh Thjai Cui Mei yang merupakan anggota DPRD Kota Singkawang.

Kemunculan kembali paham komunis dengan peredaran lambang dan atribut juga membuat geger masyarakat Desa Ncera, Kecamatan Belo, Lombok dengan tersebarnya pamflet yang memuat gambar palu dan arit. Pamflet tersebut sengaja di tempel oleh oknum tak bertanggung jawab di sejumlah titik yaitu papan reklame, tembok warga, jembatan sungai, dan warung-warung milik warga.

Selain di Singkawang dan Lombok, tersebarnya atribut komunis masih banyak ditemukan di sejumlah daerah seperti Tangerang Selatan, Sulawesi Selatan, Bogor, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, dan masih banyak lagi yang berbentuk, kaos, stiker, dan pin. Pemerintah memberi perhatian khusus pada permasalahan ini. Presiden Joko Widodo sempat memanggil Kapolri saat itu, Jenderal Badrodin Haiti, Kepala BIN Sutiyoso, Jaksa Agung M Parasetyo, dan Panglima TNI yang diwakili KSAD Jenderal Mulyono ke Istana Negara pasa 10 Mei 2016 lalu.

Lambang palu dan arit merupakan sebuah simbol yang lahir ketika pecahnya revolusi Bolshevik, Rusia pada tahun 1917 yang pada saat itu dipimpin oleh Vladimir Lenin. Palu melambangkan buruh dan arit melambangkan petani. Pada saat itu, petani dan buruh bersatu menentang dan berniat menggulingkan kekuasaan tirani yang telah megakar di Rusia selama ratusan tahun.

Lambang palu dan arit kemudian dilarang di Indonesia karena lambang tersebut digunakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menurut Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Anto Tabah, PKI telah melakukan banyak pengkhianatan pada bangsa dan negara dengan memaksa kehendak untuk membunuh banyak putra-putra terbaik bangsa seperti 48 ribuan santri, ulama, kyai, dan membunuh enam Jenderal TNI. Meskipun telah diberi pengampunan, kaum komunis semakin menjadi-jadi di Indonesia.

Tersebarnya atribut-atribut berlambang palu dan arit dapat membahayakan bangsa khususnya generasi muda. Bagi masyarakat yang tidak mengerti seluk beluk sejarah kelam yang terjadi pada bangsa Indonesia pada 1965 akan mudah tertipu oleh oknum-oknum yang memutar balikan informasi sejarah sebenarnya. Mereka akan mudah terhasut bahkan tergoda untuk bergabung dengan organisasi penentang Demokrasi Pancasila yang bahkan tidak mereka ketahui latar belakangnya yang sebenarnya.

Tercantum pada pasal 107a UU No.27 Tahun 1999 bahwa “barang siapa melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan ajaran komunisme, marxisme, leninisme, dalam bentuk perwujudannya akan dipidana 12 tahun”.

Negara akan menindak dengan sangat tegas bagi warganya yang melakukan tindak pidana terserbut. Komunisme jelas harus diberantas hingga tuntas. Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum adalah harga mati. Tidak bisa diganggu gugat atau bahkan tergantikan dengan ideologi yang lain yang justru dapat menjerumuskan karena sifat dari komunis bertentangan dengan nilai-nilai yang telah diselaraskan dengan ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Seperti, ajaran komunis yang sebenarnya bersifat atheis dengan paham tidak mengimani Tuhan sebagaimana mestinya karena Tuhan dianggap tidak ada, komunisme melarang penganutnya menguasai alat-alat produksi karena menuntut kesetaraan sehingga kurang menghargai manusia sebagai individu. Jadi, cukup jelas bahwa komunisme merupakan paham yang merugikan bangsa, sehingga sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi ideologi Pancasila.

*) Penulis adalah Peneliti di LSIS Jakarta