Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengusaha Australia Pilih Pengrajin Indonesia untuk Olah Kulit Buaya
Oleh : Redaksi
Senin | 25-07-2016 | 11:50 WIB
kerajnan-dari-kulit-buaya.jpg Honda-Batam

Tas Hasil Pengrajin Indonesia di Crocodylus Park yang merupakan taman wisata edukasi dan riset tentang buaya yang berada di pinggir Kota Darwin, tepatnya di 815 McMillans Road, Berrimah, Darwin.(Sumber foto: ABC)

BATAMTODAY.COM, Australia - Kulit buaya dari Australia dikenal dengan kualitasnya yang sangat bagus. Perusahaan-perusahaan fashion ternama dunia seperti Louis Vuitton, Hermes, Prada, Gucci memburu kulit buaya dari Australia.

Para produsen kulit buaya di Australia menjual bahan mentah kepada para perusahaan fashion kelas dunia itu. Tentu saja, keuntungan mereka hanya didapat dari penjualan bahan mentah berupa kulit.

Namun, beberapa produsen lalu berpikiran tak hanya menjual barang mentah, tapi juga menjual barang jadi. Akhirnya, beberapa produsen kulit buaya di Australia menjalin kerja sama dengan para pengrajin untuk menghasilkan barang jadi. Dan pilihan mereka jatuh pada pengrajin dari Indonesia, yang sebagian besar berada di Bandung.

"Kami memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Indonesia, terutama pengrajin di Indonesia. Kami mengirim kulit buaya ke Indonesia, untuk disamak dan kemudian dijadikan barang jadi seperti tas, sepatu dan barang-barang indah lainnya," kata pengelola Crocodylus Park, Giovanna Webb, yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Mei 2016 lalu.

Giovanna mengatakan, dia sudah bekerja sama selama 20 tahun lebih dengan para pengrajin dari Indonesia. Dia menyebut, hasil kerja pengrajin kulit buaya dari Indonesia selalu mengagumkan.

"Pengrajin Indonesia selalu memuaskan saya karena kualitas produknya yang sangat bagus. Karena biaya produksi di Indonesia juga lebih murah, namun kualitasnya tetap terjaga," jelasnya.

Produsen kulit buaya dari Australia mengirim bahan mentah ke Indonesia. Setelah itu, para pengrajin yang rata-rata industri rumahan mengubah barang mentah itu menjadi berbagai produk fashion nan indah seperti tas, dompet, sepatu dan lainnya.

Namun, para pengrajin Indonesia tidak memberikan merek ke produk jadinya. Karena kerja sama hanya sebatas mengolah bahan mentah menjadi produk fashion yang siap jual.

"Setelah dijadikan barang jadi di Indonesia, kemudian kami membawa kembali ke Australia untuk dijual. Tentu saja dengan harga yang jauh lebih murah dibanding produk dari brand terkenal," tutur Giovanna.

Sesampainya di Australia, produk jadi dari kulit buaya kemudian diberi merek. Setelah itu akan langsung masuk ke pasaran dan angka penjualannya selama ini cukup tinggi. Beberapa contoh hasil produksi para pengrajin di Indonesia dijual di toko souvenir Crododylus Park.

Kulit Buaya Olahan Pengrajin Indonesia vs Merek Terkenal di Australia

Para peternak dan pengusaha kulit buaya di Australia menjual bahan mentahnya ke para perusahaan fashion terkenal di Eropa. Sebagian lagi dikirim ke Indonesia untuk dibuat menjadi produk fashion siap jual dan kembali dibawa ke Australia untuk dipasarkan.

Sesampainya di Australia, produk-produk hasil keterampilan para pengrajin Indonesia itu diberi merek dan langsung dipasarkan. Di pasaran Australia, produk-produk itu bersaing langsung dengan produk dari brand-brand terkemuka seperti Louis Vuitton, Hermes, Prada, Gucci dan lainnya. Padahal, bahan mentah keduanya sama-sama berasal dari kulit buaya Australia.

"Memang ada perbedaannya, di Eropa seperti Paris dan Italia, mereka menggunakan cara penyamakan (kulit) yang sangat rumit dan memakan waktu lama untuk menghasilkan produk terbaik. Namun penyemakan kulit di Indonesia semakin baik setiap tahunnya," kata pengelola Crocodylus Park, Giovanna Webb

Perbedaan lainnya adalah brand-brand terkenal dari Eropa sangat memperhatikan detail desain dari sebuah produk. Yang membuat harga jual mereka sangat tinggi karena brand-brand itu menjual karya seni.

"Kita juga harus sadar bahwa perusahaan fashion besar tidak hanya memperhatikan hasilnya, namun mereka memperhatikan detail sebagai hasil dari karya seni," jelas Giovanna.

Hanya produk yang menggunakan bahan mentah kulit buaya Australia yang dipasarkan. Tujuannya, agar konsumen bisa mendapatkan pilihan yang berkualitas karena brand asal Eropa juga menggunakan bahan mentah kulit buaya dari Australia.

Namun kelebihan dari produk para pengrajin Indonesia adalah harga jualnya yang jauh lebih murah. Meskipun harganya jauh lebih murah, produk-produk fashion dari Indonesia tetap terjaga kualitasnya. Seberapa murah produk fashion yang dihasilkan pengrajin Indonesia itu? Giovanna enggan menyebutkan.

Namun dari pengamatan di toko kerajinan fashion kulit buaya di taman buaya itu, untuk tas harganya di kisaran AUD 1500 (sekitar Rp15 juta), dompet dan ikat pinggang di kisaran AUD 300 (Rp3 juta).

"Di sini, dengan harga yang lebih murah karena diproduksi di Indonesia, kita bisa mendapatkan produk kulit buaya dengan kualitas tinggi dan indah. Sehingga bisa memberikan pilihan bagi para konsumen," tutur Giovanna. (Sumber: ABC)

Editor: Udin