Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Narkoba Membunuh Siapa Saja!
Oleh : Opini
Kamis | 14-07-2016 | 14:46 WIB

Oleh: Moch. Irfandi*

BATAM digegerkan dengan berita meninggalnya seorang lurah yang diduga akibat over dosis narkoba, Rabu, 13 Juli 2016. Kasus ini hanya satu dari ribuan kasus serupa di Indonesia.

 

Memang, kini narkoba semakin menjadi ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Warga negara Indonesia kalangan usia remaja, berbagai kalangan dari beragam lapisan masyarakatpun menjadi pasar sasaran utama pengedaran narkoba. Berbagai usaha diupayakan untuk memerangi peredaran narkoba ini yang dinilai dapat merusak generasi muda Indonesia kedepannyapemberian sanksi pidana hingga hukuman mati telah diterapkan bagi terdakwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Lantas mengapa peredaran narkoba seakan keran air tanpa katup penutupnya.

Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan, saat ini ia sedang melatih pasukan siluman yang disiapkan khusus untuk memerangi narkoba. Para anggota pasukan ini juga dilatih khusus untuk menggunakan peralatan khusus. Pasukan ini tidak bisa disogok, tidak bisa dipengaruhi, tidak bisa disuruh-suruh, pokoknya maju terus untuk memerangi narkoba.

Buwas juga berjanji akan ada kejutan-kejutan saat pasukan silumannya ini mulai bekerja. Menurut dia, pasukan khusus akan bekerja diam-diam di tempat strategis peredaran narkoba, seperti tempat hiburan malam di Jakarta. Buwas menganggap peredaran narkoba di Indonesia saat ini sudah masif sehingga penanganannya juga harus masif. Menurut dia, untuk menyelamatkan jutaan generasi muda dari penyalahgunan narkoba, membutuhkan upaya dan terobosan.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengajukan anggaran untuk mengeksekusi mati 48 terpidana. 18 Orang akan dieksekusi mati usai lebaran 2016 dan 30 orang dieksekusi mati pada 2017. Belasan terpidana mati itu merupakan terpidana kasus narkoba kelas kakap.

Meski demikian, Prasetyo menyatakan jumlah pasti terpidana yang akan dieksekusi mati akan diumumkan jelang hari H. Salah satu nama yang masuk daftar tereksekusi mati adalah Freddy Budiman. Namun Freddy masih menunggu proses hukum peninjauan kembali (PK) yang sedang diproses di Mahkamah Agung (MA).

Sementara di sisi lain, Staf Advokasi LBH Masyarakat, Yohan Misero menilai, perang terhadap narkotika adalah kekalahan yang dirayakan. Pasalnya, sikap pemerintah merespons masalah narkoba sangat represif, misalnya dalam hal penerapan hukuman pidana kepada pengguna narkoba. Akibat dari kebijakan itu justru menimbulkan dampak yang buruk. Para pengguna narkoba yang terlibat kasus seakan memiliki catatan hitam bagi masyarakat sehingga untuk menata hidupnya kembali pun menjadi sulit. Pemakai narkotika di negeri ini masih dipidana. Pemidanaan ini membuat mereka memiliki criminal record dan membuat setelah lepas dari penjara mereka sulit mencari pekerjaan.

Menurut Yohan, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan alternatif terhadap pemakai narkoba, yakni tidak memidana pengguna narkoba melainkan merehabilitasinya. Kebijakan beberapa negara lain seperti Uruguay, Portugal, Ceko, dan Swiss dapat ditiru untuk menciptakan kebijakan narkotika nasional yang humanis. Sikap represif pemerintah juga tampak pada kebijakan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba yang ditangkap. Pada faktanya, kebanyakan dari pengedar narkoba hanya mata rantai yang ada di bawah, sementara mafia-mafia di atasnya tetap terlindungi.

Menyikapi hal tersebut, Komisaris Jenderal Budi Waseso menekankan pentingnya rehabilitasi yang efektif bagi pengguna narkoba. Rehabilitasi masih penting, asal dilakukan dengan benar. "Sekarang kami lihat pengguna makin banyak, tapi tidak jera-jera juga. Begitu pakai, mereka merasa menjadi korban dan akan diurus negara". Budi Waseso mencontohkan kasus yang menimpa pelawak Gogon dan Polo, yang juga hadir dalam diskusi itu. "Kalau kasusnya Gogon, langsung dihukum 4 tahun penjara. Jadinya jera. Kalau Polo, hukumannya ringan, jadinya terkena dua kali”.

Berdasarkan data BNN, menunjukan bahwa jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga akhir tahun 2015 lalu mencapai 5,9 juta orang, jumlah ini meningkat drastis ketika sebelumnya pada bulan Juni 2015 jumlah pengguna narkoba hanya 4,9 juta orang. Bahkan untuk wilayah ASEAN, Indonesia merupakan pangsa pasar terbesar untuk penjualan narkoba, sedangkan negara terbesar pengimpor narkobanya adalah China dan Thailand.

Mencermati berbagai peristiwa terkait peredaran narkoba yang terjadi di Indonesia, wajar saja saat ini Pemerintahan Joko Widodo menyatakan perang terhadap narkoba. Karena penyebaran dan penyalahgunaan narkoba sudah sangat masif dan menyerang berbagai kalangan masyarakat. Oleh karena itu, penyebaran narkoba di Indonesia harus diberantas mulai dari jalur pendistribusiannya termasuk backing dan jaringannya hingga ke akar dan otak pengedaran narkoba.

Apabila melihat adanya upaya yang membela adanya upaya rehabilitasi yang baik agar pelaku peredaran narkoba tetap dapat bekerja di bidang lainnya, apakah hal tersebut menjadi solusi terbaik untuk menanggulangi peredaran narkoba di Indonesia. Lantas jika pengedar tersebut tidak jera dan mengulangi untuk kesekian kalinya, maka siapa kah pihak yang dirugikan. Penanggulangan peredaran narkoba kuncinya adalah tindakan preventif, tindakan tegas, dan diikuti dengan tindakan rehabilitatif.

Oleh karena itu, langkah pemerintah untuk memberantas penyalahgunaan narkoba dalam mewaspadai narkoba perlu mendapat dukungan penuh dari segenap elemen masyarakat. Dalam hal ini pemerintah tentunya juga perlu meningkatkan koordinasi antar instansi serta upaya deteksi dini untuk mencegah secara dini penyebaran narkoba di wilayah NKRI. Hal itu dilakukan guna memperketat titik-titik jalur distribusi narkoba di dalam negeri maupun dari luar negeri, demi tercapainya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari Narkoba.

*) Penulis adalah Peneliti LSISI Indonesia