Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sutan Siregar Tak Gentar Memburu Keadilan
Oleh : Shodiqin
Selasa | 06-09-2011 | 18:37 WIB
sutan1.jpg Honda-Batam

Sutan J Siregar. batamtoday/ shodiqin

Nama H Sutan J Siregar begitu populer belakangan ini, sebagai pembela gigih terhadap Nurdin dan Suprianto, dua sekuriti tersangka pembunuh. Bahkan ketika ditinggal dua kliennya itu, Sutan tetap optimis bahwa keadilan akan tegak!

“Fiat justitia ruat caelum”. “Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh”. Kalimat yang diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus pada tahun 43 SM itu, dikutip Sutan untuk meyakinkan diri bahwa apapun situasinya, kondisinya dan rintangannya, tak membuatnya untuk berhenti dan lalu kalah dalam berjuang.

Advokat yang mendampingi Nurdin dan Suprianto, dua tersangka dari tujuh tersangka dalam kasus pembunuhan Putri Mega Umboh, ini memang sedang dirundung kegalauan. Bayangkan, dua orang yang dibelanya, dengan menuntut “polisi penganiaya”, ternyata perjuangannya kendur dan bahkan terkesan menjadi bersahabat dengan anggota polisi Polda Kepri yang menganiaya mereka tersebut.

Ketika perjuangan mencari keadilan untuk pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) berjalan menuju puncak, Nurdin dan Suprianto mencabut kuasa dari Sutan. Pengacara yang memulai karirnya pada 1985 di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini menjadi kuasa hukum Nurdin dan Suprianto sejak mereka ditahan di Polda Kepri, Rabu (27/7/2011).

Sebagaimana lima sekuriti lainnya yang berstatus sebagai tersangka, maka Nurdin dan Suprianto juga diancam pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau dengan waktu tertentu, maksimal 20 tahun penjara.

Namun, beratnya tantangan yang dihadapi tak membuat Sutan gentar. Apalagi, ada yang aneh dengan ditangkapnya dua sekuriti ini, sebagaimana sekuriti-sekuriti lainnya, yang kemudian ditahan dan dijadikan tersangka pembunuh.

Sutan yakin, dua kliennya tidak bersalah dan karena itu dia terus mengupayakan keadilan bagi Nurdin dan Suprianto. Kegigihan alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) 1987 ini membuahkan hasil. Bersama lima sekuriti lainnya, Nurdin dan Suprianto ditangguhkan penahanannya pada Sabtu (30/7/2011).

Pasca keluarnya Nurdin dan Suprianto dari tahanan Polda Kepri, dengan status wajib lapor, ada urusan baru yang harus dikerjakan Sutan. Sebab, penganiayaan polisi terhadap kedua kliennya selama ditahan harus juga diupayakan keadilannya. “Polisi telah melakukan pelanggaran HAM berat,” ujar Sutan.

Maka, Nurdin dan Suprianto dengan didampingi Sutan, mengadukan kasus penganiayaan polisi yang menimpa mereka, ke berbagai institusi: Polda Kepri, Mabes Polri dan Komnas HAM.

Lumayan, dari pengaduan itu Propam Mabes Polri dan Dit Propam Polda Kepri memeriksa para anggota polisi yang melakukan penganiayaan. Dan, pada September 2011 mendatang, pemeriksaan tersebut tuntas. Sementara itu, Komnas HAM telah turun ke Batam mendatangi Polda Kepri, pada Rabu (24/8/2011). Komnas HAM telah meminta klarifikasi dan meminta keterangan kepada pejabat Polda Kepri.

Itu berarti, upaya Sutan telah maksimal melakukan pembelaan terhadap kedua kliennya. Namun, apa yang terjadi kemudian membuat Sutan tercengang. Nurdin dan Suprianto mencabut kuasa yang telah diberikannya.       

Menurut Sutan, kedua kliennya itu mencabut kuasa karena dipengaruhi oleh pejabat Polda Kepri. Dengan memberikan janji dan iming-iming pergi umroh ke Mekkah, Polda Kepri seolah mendapat lampu hijau untuk berdamai dengan Nurdin dan Suprianto. Apalagi setelah Polda Kepri berhasil memberikan uang kepada Nurdin dan Suprianto, kira-kira sebesar Rp 18.500.000, yang berujung pada tindakan Nurdin dan Suprianto mencabut kuasa yang telah diberikan kepada Sutan.

Pasca pencabutan kuasa yang dilakukan Nurdin pada Selasa (16/8/2011) dan Suprianto pada Rabu (17/8/2011), Sutan malah mendapat teror.

Sutan Siregar mendapat SMS dari orang tak dikenal. Bunyi SMS-nya berbau teror. "Lakukan kerja profesional, jangan jadi provokator dan jangan jadi penghasut," begitulah antara lain isi SMS tersebut.

Ketika Sutan sendirian ditinggal para kliennya, muncullah teror SMS yang membuatnya agak gelisah. Berikut bunyi SMS dari nomor 0821716998XX yang dikirim ke handphone Sutan pada Kamis (18/8/2011) pukul 10.10 WIB:

"Sutan Siregar dan AKP Filmansyah. Kalian berdua jangan jadi provokator. Kalian berdua sudah terdeteksi. Lakukan kerjaan yang profesional (pengacara laks sebagai pengacara jgn jd penghasut, provokator. Untuk AKP Filmansyah Anda selaku polisi laks tugas pelisi yg profesional jgn jd penghasut provokator situasi. Klo ada kerjaan sampingan yg legal jgn ilegal seperti jasa scurity mu skrang. Kamu mlawan institusi bhya kamu. Contoh sdh ada (Susno Duadji). Intinya kalian berdua Sutan Siregar & AKP Filmansyah jgn sampai kalian berdua jd tersangka atas ulah2 hasutanmu. Ati2 kalian berdua jgn membabi buta kalian brdua memprovokasi situasi."

Menanggapi hal itu, Sutan tak mengerti apa maksudnya. "Apakah itu teror? Tapi itu hal yang lumrah, hal biasa, tapi kok tidak gentelment. Saya tak mengerti, ditujukan ke kasus mana?" kata Sutan kepada batamtoday, melalui sambungan telepon, Kamis (18/8/2011).

Sutan sudah mencoba telepon balik ke nomor telepon yang mengirim SMS teror itu, namun tak diangkatnya. Sementara itu, menyangkut isi SMS, Sutan juga tak mengerti dengan disebut-sebutnya nama AKP Filmansyah. "Saya tak kenal Filmansyah. Yang saya kenal AKP Elmansyah. Tapi, mungkin maksudnya Elmansyah," ucap Sutan.

Namun begitu, Sutan tetap akan berjuang. “Semoga saja hukum masih tegak di republik ini," katanya. Sutan juga tetap optimis: “Meski langkah kita telah dimatikan dengan adanya bujuk rayuan orang berkepentingan dalam kasus penganiayaan sekuriti ini, tapi kita masih ada Kompolnas, Mabes Polri, dan Komnas HAM yang sedang mengusut kasus ini.”

Meski Sutan merasa kecewa terhadap sikap Nurdin dan Suprianto yang mencabut kuasa, namun alumnus S2 Universitas 17 Agustus Jakarta 2008 ini, tak sungkan andai bekas kedua kliennya itu kembali memintanya untuk menjadi kuasa hukum.

Bagi Sutan, pelanggaran HAM berat yang dilakukan anggota polisi Polda Kepri kepada sembilan sekuriti itu, proses hukumnya harus tuntas. “Para pelaku penganiayaan itu harus mendapat ganjaran yang setimpal. Lebih-lebih, mereka itu polisi yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat dan bukan menyiksa rakyatnya,” ucap Sutan.

BIODATA SUTAN J SIREGAR:
Tempat dan tanggal lahir: Medan, 29 Maret 1963
Alamat rumah: Bengkong Harapan II Blok L No. 136 Kota Batam
Alamat kantor: Jalan Teratai Blok VI No. 5 Kota Batam.

Pendidikan:
SD Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
SMP Kota Padangsidempuan, Sumatera Utara
SMA Kota Padangsidempuan, Sumatera Utara
S1 Hukum, Universitas Sumatera Utara, 1987
S2 Hukum, Universitas 17 Agustus Jakarta, 2008.

Karir dan penanganan kasus:
Pengacara praktek di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, 1985
Advokat, berdomisili di Batam sejak 1989
Klien terbanyak menyangkut soal perburuhan, disusul kasus-kasus pidana dan perdata.

Keluarga:

Istri: Hj Ida Rukiah Rangkuti

Anak:
- Raja Sahiman Siregar (19), mahasiswa semester 3 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)
- Sri Ulfa Siregar (18), mahasiswi semester 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)
- Muhtarudin Siregar (14), kelas 3 SMP Negeri 30 Kota Batam.