Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keseriusan Pusat dalam Mengelola Kekhususan Batam
Oleh : Opini
Selasa | 21-06-2016 | 11:53 WIB

Oleh Ampuan Situmeang

MEMANG harus diakui, bahwa Batam bukan daerah khusus, atau otonomi khusus. Namun oleh undang-undang tertentu memberikan pelakuan-perlakuan khusus. Contohnya, mengamanatkan Pemerintah Kota (Pemko) Batam mengikutsertakan Otorita Batam dalam Pembangunan Kota Batam. Oleh karenanya, harus diatur hubungan kerja antara Otorita Batam (saat ini BP Batam) dengan Pemko Batam, (dalam pasal 21 UU 53/1999).

Contoh lainnya, Hak Pengelolaan BP Batam yang menyeluruh di Pulau Batam dan pulau-pulau lainnya, kemudian konsep Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam yang menyeluruh. Ini semua adalah perlakuan dan atau pemberian kegiatan dalam pelaksanaan kewenangan yang bersifat khusus.

Lalu kemudian timbul pertanyaan: Mengapa Pemerintah Pusat selama ini terkesan setengah hati dalam membahas tuntas pelemahan dan kemandekan yang terjadi dalam pelaksanaan konsep Kawasan Bebas, atau contoh-contoh perlakuan tersebut di atas?

Beberapa analisis dari kajian yang dapat diuraikan di sini adalah, pertama, karena berbenturan dengan konsep otonomi daerah, ada kewenangan yang berbenturan di lapangan. Contohnya, kewenangan di bidang kewenangan pengadaan lahan, khususnya di Batam, ini akan menjadi momok dan masalah seperti api dalam sekam, yang suatu saat mudah berubah menjadi api yang membara, sehingga pasti merepotkan semua pihak.

Kedua, Otonomi Daerah di Batam tidak maksimal, karena Pemko Batam suka tidak suka harus mengikutsertakan Otorita Batam yang beralih sekarang ini menjadi BP Batam. Sementara hubungan kerjasama yang diharuskan oleh UU pembentukan Kota Batam sampai sekarang tidak kunjung "dirampung terbitkan".

Entah apa alasannya, tidak mungkin tidak ada alasannya mengapa tidak rampung. Padahal timnya sudah lama dibentuk, anggaran sudah terpakai/digelontorkan untuk itu. Namun tidak rampung, dan tidak menjadi temuan. Heran, semua senyap.

Kedua, Hak Pengelolaan (HPL) BP Batam, yang menyeluruh di Pulau Batam dan pulau-pulau lainnya, menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan tata ruang, yang juga menimbulkan benturan pelaksanaan kewenangan. Hal ini dikarenakan adanya pergeseran konsep filosofis fungsi social tanah, dimana social kemasyarakatan itu sendiri hanya menjadi kewenangan Pemko Batam sebagai pelaksana tugas pemerintahan di daerah, dan bukan fungsinya BP Batam.

Ketiga, Pemko Batam, sebagai pelaksana Otonomi Daerah di Kota Batam, menjadi tidak diberi kewenangan yang sama dengan kewenangan yang ada di kota-kota lainnya, khususnya dalam kewenangan yang penuh dalam mengelola dan menentukan konsep pembangunan di daerahnya sendiri, karena UU mewajibkannya untuk bekerjasama dengan BP Batam sebagai peralihan dari Otorita Batam perdasarkan PP 46/2007.

 

Expand