Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jangan Paksa Pemerintah Blokir Google dan YouTube
Oleh : Opini
Senin | 20-06-2016 | 15:46 WIB

Oleh: Andre Penas*

BEBERAPA waktu belakangan ini publik ramai membicarakan perlakuan aksi pemerkosaan yang dilakukan secara beramai-ramai yang terjadi di berbagai tempat, terutama yang dikalangan kaum muda. Sebut saja kasus yang terjadi di Tangerang, korban setelah diperkosa beramai-ramai kemudian dibunuh menggunakan cangkul tepat di kemaluan korban. Para pelaku diketahui masih berusia muda bahkan ada yang masih tergolong anak-anak, sehingga belum bisa dihukum berat meski kejahatan yang dilakukan termasuk tingkat tinggi. Konon hampir semua pelaku pornografi dan kejahatan seksual itu mengaku mendapatkan rangsangan dan inspirasi dari tayangan porno yang bersumber dari mesin pencari Google dan YouTube yang sangat mudah diakses, baik melalui komputer ataupun telepon genggam.

Diperkirakan karena alasan itulah Sekjen ICMI meminta pemerintah memblokir situs layanan Google dan YouTube. Apalagi berdasarkan penelusuran tim riset ICMI terhadap situs Google dan YouTube pada rentang waktu 2010 sampai dengan 2016, Indonesia merupakan negara pengakses terbesar kedua situs tersebut. Hal lain yang menjadi pertimbangan rekomendasi penutupan kedua layanan situs tersebut adalah masalah pajak, keduanya sudah memperoleh banyak keuntungan selama berperasi di Indoensia, tetapi tidak membayar pajak sepersen pun.

Ternyata permintaan tersebut tidak medapat dukungan masyarakat terutama mereka yang melihat kehadiran kedua situs itu dari sisi berbeda dan justru menemukan informasi bermanfaat dari situs itu. Sejumlah nitizen mengatakan mereka memerlukan bantuan situs mesin pencari itu untuk mengerjakan skipsi. Nitizen lain justru terinspirasi untuk melakukan penelitian soal sikap ICMI itu sebagai bahan skripsi. Pandangan masyarakat sejalan dengan pendapat politisi Senayan yang tidak setuju Google dan YouTube diblokir, lantaran masalah pornografi dan kekerasan. Kedua situs tersebut dipandang sebagai jalur akses ke berbagai informasi dan juga bisa dipakai untuk berbagai hal positif, karena itu mestinya konten saja yang diblokir bukan situsnya.

Penggunaan gadget atau ponsel canggih saat ini sudah merupakan kebutuhan kebanyakan masyarakat Indonesia untuk berbagai aktivitas mereka. Selain sebagai media komunikasi pribadi, alat komunikasi canggih ini juga digunakan untuk menshare informasi baik tulisan maupun gambar untuk berbagai keperluan. Sebagai alat komunikasi, hanya digunakan untuk memudahkan masyarakat penggunanya baik untuk kebaikan maupun hal negatif lainnya. Permasalahannya terkletak pada penggunanya itu sendiri.

Gagasan memblokir Google dan YouTube lebih disebabkan karena pihak yang konsen dengan permasalahan ahlak anak muda yang tergerus mengalami kebuntuan dalam mencari cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan kekerasan seksual dan pornoaksi yang belakanagan ramai tejadi. Namun faktanya masyarakat sudah sangat bergantung pada penggunaan media sosial untuk mencari informasi tentang segala hal. Karena itu diharapkan Kemenkominfo segera membuat polisi cyber yakni orang yang bekerja melakukan filtering konten negatif di internet, untuk mengawasi berbagai konten yang tidak sesuai ketentuan. Polisi cyber sudah ada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Singapura untuk menangani berbagai masalah cyber. Selama ini pengawasan konten yang dilakukan Kemenkominfo melalui tim panel serta Trust Positif yang mencegah akses menuju situs bermuatan negatif.

Diharapkan Sekjen ICMI dapat memahami mengapa pemerintah tidak setuju memblokir kedua situs layanan tersebut, yang bisa dilakukan adalah memfilter saja. Undang-undang kita tidak melegitimasi pemblokiran sebagaimana yang diusulkan ICMI, terlebih lagi Google dan YouTube bukanlah situs yang sengaja dibuat untuk menyuguhkan konten negatif seperti kekerasan dan pornografi. Kita sadari lewat situs itu pula masyarakat bisa belajar, menunjang aktivistas pendidikan, mendukung perkembangan ekonomi, dan kegiatan positif lainnya. Sebaiknya ICMI serta pihak terkait lebih gencar lagi menyelenggarakan pendidikan internet sehat yang bertujuan agar lebih banyak orang jadi melek internet dan paham cara untuk memanfaatkannya sebagai sesuatu yang positif.

*) Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik.