Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Asosiasi Profesi Minta Peta China yang Klaim Natuna sebagai Wilayahnya Tak Dipakai
Oleh : Redaksi
Minggu | 12-06-2016 | 08:29 WIB
asosiasi.jpg Honda-Batam

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia (ISOI) menggelar keterangan pers soal klaim China atas Natuna.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Asosiasi profesi di Indonesia mengecam dan mempertanyakan langkah pemerintah China yang memasukkan Natuna sebagian wilayah mereka. Untuk itu, asosiasi profesi tersebut menandatangani nota keprihatinan atas konsep 9 dash line yang diluncurkan oleh China.

 

Adapun asosiasi profesi tersebut adalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia (ISOI).

Nota keprihatinan tersebut keluar karena klaim China atas wilayah tradisional fishing ground yang dibuat menjorok masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, yaitu Kepulauan Natuna.

"Pertama, kami mendukung sikap pemerintah yang mempertanyakan klaim Tiongkok atas 9 dash line. Kedua, kami sangat keberatan atas munculnya beberapa peta terkait wilayah kedaulatan NKRI yang digunakan sebagai materi paparan oleh beberapa pihak, termasuk oleh badan-badan pemerintahan yang di dalamnya masih memuat 9 dash line karena hal itu bertentangan dengan sikap pemerintah yang mempertanyakan klaim Tiongkok tersebut," ujar Ketua Umum IAGI Sukmandaru Prihatmoko di Jakarta kemarin.

Ia meminta agar peta yang memuat 9 dash line tersebut tidak digunakan di forum-forum formal maupun ilmiah.

"Ketiga, menghimbau agar seluruh peta yang digunakan dalam semua forum terbuka, formal dan ilmiah untuk tidak memuat 9 dash line," katanya.

Sembilan dash line adalah garis yang dibuat oleh Pemerintah China di Laut China Selatan sebagai wilayah tradisional fishing ground mereka. Garis-garis tersebut meliputi wilayah Philipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah sadar dan menolak klaim China tersebut. Penolakan karena adanya multi intrepretasi karena overlaping wilayah yang diklaim oleh China.

Wilayah Indonesia yang masuk dalam 9 dash line tersebut adalah Kepulauan Natuna khususnya Natuna Timur. Yang menjadi dasar penolakan pemerintah Indonesia adalah karena adanya potensi cadangan gas bumi sebesar 222 Tcf dan gas yang bisa diproduksi sebesar 45 Tcf dengan lapangan utamanya di Natuna D Alpha.

"Peluang yang ada di Natuna Timur adalah Natuna Timur terbukti memiliki potensi hidrokarbon yang cukup besar. Serta memiliki potensi geowisata dengan keindahan pantai yang menarik," ujar Sukmandaru.

Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Pemerintah Indonesia untuk pengembangan Natuna Timur. Antara lain masih perlu evaluasi secara menyeluruh dan terintegrasi sehingga dapat ditemukan lagi cadangan baru.

Remote area yang jauh dari fasilitas serta offshore. Komposisi hidrokarbon yang beragam merupakan hambatan utama pengembangan blok Natuna Timur sehingga memerlukan penanganan khusus.

"Dan tantangan yang paling utama adalah pengakuan sepihak 9 dash line yang dilakukan pemerintah China merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah secara geopolitik," katanya.

Sebelumnya, China memasukkan sebagian wilayah perairan laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, ke dalam peta wilayah mereka atau yang dikenal dengan 9 dash line.

China mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara China dan Filipina. Sengketa ini, akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna.

China telah menggambar peta laut Natuna di Laut China Selatan masuk peta wilayahnya dengan sembilan dash line atau garis terputus, bahkan dalam paspor terbaru milik warga China juga sudah dicantumkan.

Editor: Surya