Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pionir Ideologi Asing Desak Pemerintah
Oleh : Opini
Rabu | 08-06-2016 | 13:22 WIB

Oleh: Achmad Irfandi*

BERBICARA mengenai ideologi, tentunya tidak akan lepas dari pemikiran dan karakteristik bangsa dan negara. Sejak Bung Karno membacakan naskah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 silam, Indonesia telah banyak mendapat cobaan berupa masalah yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Permasalahan tersebut tidak lepas dari perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia, termasuk kedalam perbedaan pendangan secara ideologi pada massa lalu, namun Indonesia tetap dapat bertahan untuk mempertahankan kedaulatannya berkat persatuan rakyat dan negara.

Negara yang kuat tercipta dari pembuatan kebijakan yang tepat, tetapi tidak jarang kebijakan yang dibuat pemerintah menjadi bumerang yang dapat menghancurkan negara itu sendiri. Telah banyak negara yang hancur dan hampir hancur karena pemerintah melakukan kesalahan dengan membuat kebijakan yang tidak tepat, tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah Indonesia juga pernah membuat suatu kebijakan yang sangat fatal dan hampir menghancurkan negara Indonesia. Kebijakan tersebut adalah mengizinkan berdirinya PKI (Partai Komunis Indonesia) yang pada akhirnya hampir membuat negara Indonesia hancur pada tahun 1966.

PKI merupakan partai komunis yang berkiblat ke Rusia dan memiliki misi untuk membuat negara Indonesia menjadi negara komunis. Pada awalnya PKI selalu mendukung pemerintah dan selalu mensukseskan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi hal tersebut dilakukan untuk menarik massa dan simpatisan yang pada akhirnya berencana untuk mengkudeta pemerintah menciptakan negara komunis.

Meskipun hingga saat ini, pergerakan PKI hampir tidak ada lagi, tetapi idiologi komunis tetap dimiliki oleh sisa-sisa pengikut PKI. Idiologi komunis adalah bahaya laten yang tetap tertanam dalam bangsa Indonesia, dan selalu berupaya untuk hidup kembali dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan oleh PKI untuk hidup kembali di Indonesia adalah memasukan kader-kader PKI kedalam jajaran pemerintahan dan berupaya mengubah kebijakan yang dapat menguntungkan PKI.

Misi utama kader PKI yang masuk ke dalam jajaran pemerintahan adalah untuk menghapuskan TAP MPRS No. XXV/1966 yang merupakan benteng terakhir yang mencegah PKI lahir kembali di Indonesia. Dengan adanya TAP MPRS tersebut, organisasi dan faham komunis menjadi dilarang di Indonesia. Peraturan tersebut muncul pasca adanya pemberontakan yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia.

Pemberontakan G 30/S/PKI, 50 tahun lalu, merupakan ancaman serius terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, karena pemberontakan itu dinilai bertujuan untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Oleh karena itu, Orde Baru merasa "trauma" atas tragedi berdarah tersebut sehingga secara resmi Indonesia melarang keras penyebaran paham komunis di Indonesia. Kebijakan penguasa Orde Baru dalam mengikis habis paham komunis di Tanah Air mendapat dukungan dari masyarakat karena sebagian besar rakyat tetap memilih setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara.

PKI bukanlah partai yang mensejahterakan rakyat kecil dan kaum tani, seperti yang selalu meraka suarakan hingga sekarang. Tetapi, PKI hanyalah memanfaatkan rakyat kecil dan kaun tani untuk menggalang kekuatan dan mencoba lahir dan bangkit kembali di Indonesia dan mencoba menghancurkan negara Indonesia lagi. Oleh karena itulah, sebagai bangsa yang cerdas, Indonesia melalui pemerintah, rakyat, dan seluuruh elemen didalamnya harus selalu waspada terhadap pergerakan bawah tanah yang dilakukan kader-kader PKI agar kegagalan bangsa Indonesia yang pernah terjadi 50 tahun silam tidak terulang kembali sekarang dan masa yang akan datang.

Selain itu, guna menangkal penyebaran ideologi komunis di Indonesia, diperlukan upaya membangun moralitas bangsa atas dasar keimanan kepada Tuhan diharapkan. Semakin bermoral berarti semakin bisa membedakan mana nilai-nilai/ajaran yang benar/baik dan mana nilai-nilai yang salah; atau membedakan mana nilai-nilai yang bisa mensejahterakan manusia dan mana nilai-nilai yang bisa merugikan manusia, termasuk dalam menilai paham-paham yang sedang berkembang di masyarakat. Pentingnya penanaman nilai agama dalam kehidupan setiap individu diharapkan mampu menghadapi pengaruh nilai ataupun paham yang tidak sesuai dengan Pancasila.

*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Budaya dan Sejarah