Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Industri di Karimun, Bintan dan Tanjungpinang Masuk Zona Merah
Oleh : Irawan
Rabu | 25-05-2016 | 12:41 WIB
Djasarmen Purba1.jpg Honda-Batam

Anggota Komite II DPD RI Djasarmen Purba, Senator asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Hingga tahun 2015 akhir, tercatat bahwa rasio elektrifikasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih 84%, masih jauh dari target nasional sebesar 97%. Rasio elektrifikasi yang masuk zona merah alias berbahaya adalah di Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, dan Kota Tanjungpinang, mengingat tingginya waiting list (daftar tunggu), baik rumah tangga, jasa dan industri.

Hal itu disampaikan Anggota Komite II DPD RI Djasarmen Purba dalam Laporan Kegiatan di Daerah Anggota DPD RI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) beberapa wakrtu lalu.

Menurut Djasarmen, sejak Pulau Bintan dan Karimun telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, perkembangan kedua kawasan tersebut tidak cukup menggembirakan. Bahkan, Bintan melalui kawasan BIIE (Bintan International Industrial Estate) justru tampak mengalami kemunduran dari segi tenant dan volume ekspor.

Sementara Kabupaten Karimun dalam beberapa tahun terakhir belum mampu mendatangkan investor yang baru. Hingga saat ini hanya terpaku pada 3 investasi besar seperti Sinopec, Saipem dan Oiltacking yang sudah lama beroperasi.

"Salah satu kendala yang dihadapi Karimun dan Bintan menghadirkan Investor dikawasan tersebut yakni kurangnya pasokan tenaga listrik. Sampai saat ini pengadaan listrik di kawasan-kawasan industri di Bintan dan Karimun masih bersumber dari pembangkit tenaga listrik masih berasal dari sumber generator primer dan mandiri yang dimiliki oleh perusahaan/kawasan industri yang ada. Padahal ketersediaan infrastruktur dasar seperti lahan, listrik, telekomunikasi, gas, air dan jalan merupakan syarat utama ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya," kata Djasarmen.

Untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik di Tanjung Pinang, Bintan dan Karimun sebenarnya pihak Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dapat mengalirkannya dari Kota Batam.

Hal ini dikarenakan di Batam masih terdapat sekitar 318 MW kapasitas terpasang tenaga listrik yang tidak terserap untuk internal konsumsi Batam.

Namun, kelebihan pasokan listrik ini belum semuanya dapat ditrasmisikan ke luar Batam terutama oleh pembangkit PLTU PT. Tanjung Kasam, dimana kapasistas 110 MW terpasang sesungguhnya baru menggunakan 2 turbin. Kapasitas idealnya semestinya 4 turbin, yakni 220 MW, sesuai MOU awal dengan pihak China power corporation.

"Saat ini jaringan transmisi dari Batam hingga ke Bintan sudah terkoneksi namun untuk penyambungan ke Kawasan Industri di Bintan dan Tanjung Pinang masih mengalami kendala terutama untuk membangun tapak jaringan yang dapat mengalirkan tenaga listrik," katanya.

 

Expand