Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Naskah Akademik sudah Disusun

DPD RI Minta Pemerintah dan DPR RI segera Bahas RUU PKS
Oleh : Irawan
Senin | 23-05-2016 | 18:06 WIB
RUU PKS_edit.jpg Honda-Batam
Konferensi Pers Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas dan Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

BATAMTODAY.COM, Jakarta-DPD RI mendesak pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) terhadap anak. 


Hal ini dikatakan Wakil Ketua DPD RI, GKR. Hemas bersama Ketua Komite III DPD RI, Hardi Selamat Hood, Wakil Ketua Komite III, Fahira Idris dan sejumlah anggota Komite III lainnya saat memberikan keterangan pers DPD RI, Jakarta, Senin, (23/5/2016).

Hemas menilai kondisi saat ini menunjukkan darurat kekerasan seksual terhadap anak. Namun sayangnya hukum yang diterapkan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku dan belum memberikan advokasi, perlindungan yang memadai terhadap korban.

"DPD RI dalam masa reses kemarin telah melakukan upaya jemput bola melihat kemungkinan kasus YY terjadi di daerah-daerah. Saat ini DPD sudah menyusun naskah akademik RUU tersebut, tinggal dibahas dan segera disahkan bersama DPR RI dan pemerintah," ujar Hemas.

Lebih lanjut Hemas menjealaskan, DPD RI bekerjasama dengan kalangan akademisi, Komnas Perempuan dan lain-lain untuk mendapatkan peta yang komprehensif terkait kekerasan seksual secara spesifik. 

Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan rumusan hukuman yang berkeadilan bagi korban dan keluarganya serta menimbulkan efek jera.

Sementara itu, Ketua Komite III DPD RI, Hardi Selamat Hood menyatakan keprihatinan Komite III DPD atas ancaman predator kekerasan seksual. 

Dia mengatakan pemerintah dan penegak hukum wajib menghentikan ancaman tersebut, memulihkan kondisi korban dan melakukan upaya preventif mencegah kekerasan seksual.

"Kami sudah sejak tiga bulan yang lalu mempersiapkan RUU PKS ini. Kami sudah sejak awal menganggap ini sebagai prioritas, untuk itu kami mohon dukungannya agak dapat segera dibahas bersama DPD-RI, DPR-RI, dan Pemerintah hingga disahkan sebagai undang-undang," kata Hardi.

DPD RI, lanjut Hardi, mendesak semua pihak agar bergandengan tangan melakukan gerakan bersama anti kekerasan seksual, empati pada anak, dan perempuan serta menciptakan lingkungan dan sistem pendidikan yang mampu menjamin kenyamanan serta perlindungan bagi anak dan perempuan.

Menurut Hardi, untuk kurun waktu 4 bulan (Januari – April 2016) saja berdasarkan data Polrestabes Bandung, sepanjang Tahun 2015 terdapat 91 kasus kekerasan seksual. Bahkan Komnas Perempuan mencatat setiap 2 jam terdapat 3 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Hal itu karena secara hukum meski ada UU KUHP, UU No.35Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak, UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), namun semua UU tersebut tidak memberikan efek jera bagi predator kekerasan seksual tersebut.

"KUHP hanya mengenal perkosaan sebagai satu dari 15 bentuk kekerasan seksual yang diidentifikasi oleh Komnas Perempuan. Itu pun dengan keterbatasan unsur delik yang seringkali menyulitkan korban terkait pembuktian. Ancamannya pun ringan sepanjang tidak menimbulkan luka dan kematian. Pada UU No.35 tahun 2004 perlindungan anak, ancaman pidananya hanya memberikan perlindungan jika korban berusia anak, sehingga setiap korban tidak dapat disediakan UU ini," tandasnnya.

Editor: Surya