Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Akibat Intervensi Pemerintah Golkar Diprediksi Bakal Pecah Kembali
Oleh : Irawan
Minggu | 22-05-2016 | 12:48 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf, menilai intervensi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla dalam menentukan siapa yang menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub lalu, begitu kentara.

 

Langkah pemerintah ini, kata Asep, adalah langkah yang mengacak-acak demokrasi yang sudah dibangun dengan darah pasca reformasi 98 lalu.

“Intervensi atau campur tangan untuk ikut mengatur siapa yang harus menjadi ketum partai, seperti pada kasus Partai Golkar dalam Munaslubnya di Bali beberapa waktu lalu, begitu mencolok betul. Siapa yang diinginnkan pemerintah jadi, maka jadilah dia seperti halnya Setya Novanto," kata Asep Warlan Yusuf kepada wartawan, Minggu (22/5/2016).

Intervensi penguasa dan aroma persaingan penguasa antara Jokowi yang mendukung Setya Novanto dan JK mendukung Ade Komaruddin, kata Warlan, di Munaslub sangat terasa sekali.

Asep berpandangan, pemerintah seharusnya menjadi pembina partai politik dan memelihara kehidupan demokrasi yang sehat. Cara pemerintah yang seperti ini jelas mengembalikan demokrasi kita ke dulu.

”Setya Novanto berkomunikasi dengan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan dan kehadiran Luhut sepanjang Munaslub Partai Golkar jelas-jelas mempertontonkan intervensi. Jadi tidak cukup dengan membuat konflik, pemerintah kemudian menentukan siapa ketua umum partai,” ujar Profesor Hukum Tata Negara ini.

Praktek pemerintahan saat ini, menurut Asep, meniru persis praktek penguasa orde baru, di mana penguasa menginginkan mengendalikan semua partai politik dengan cara menempatkan orang-orang yang diinginkan dalam pimpinan partai.

Sayangnya, Partai Golkar yang diintervensi justru tidak merasa diintervensi seperti halnya yang dilakukan Megawati saat orde baru.

”Berbeda dengan Megawati yang kemudian protes dengan mendirikan PDI Perjuangan karena pemerintahan Soeharto mendukung Soerjadi menjadi Ketua Umum PDIP, Golkar justru mengamini intervensi pemerintah ini dan tidak melawan. Golkar pun kembali ke khitahnya kembali ke ketek penguasa seperti halnya Golkar di era Orde Baru dan akan patuh dan taat pada penguasa,” tambahnya.

Dukungan Jokowi kepada Setya Novanto, menurutnya, hanya melihat hitung-hitungan secara politik, di mana Jokowi bisa ikut diamankan oleh Partai Golkar melalui ketua umum yang didukungnya Setya Novanto untuk menjalani roda pemerintahan dan sekaligus mengamankan posisinya untuk pemilu 2019 mendatang.

Sementara Setya Novanto terlepas dari kasus Papa Minta Saham yang kontroversial juga memiliki sederet kasus yang melibatkannya. Dukungan Setya Novanto pada Jokowi tentunya tidak gratis, karena nampaknya dirinya akan aman dari kasus-kasus hukum yang menjeratnya.

Jadi dengan kata lain, dukungan pemerintah ke Setya Novanto dan dukungan Setya Novanto ke Jokowi adalah hubungan yang mutualis dan menguntungkan mereka saja.

Menurut Warlan, dukung mendukung dalam bentuk koalisi, aliansi atau kerjasama politik menurutnya adalah hal yang biasa. Namun dalam kasus Golkar menjadi tidak biasa karena bentuk saling mendukung itu menjadi tidak beradab.

”Demokrasi pun menjadi sekedar jargon saja karena pada dasarnya kita kembali ke era seperti Orde Baru. Belum juga Setya Novanto membentuk kepengurusan, dia langsung menegaskan dukungannya pada Jokowi juga pada Ahok.Ini kan kelihatan betul, belum apa-apa Partai Golkar sudah didagangkan,” kata Warlan.

Dia pun yakin kalau kondisi ini akan membawa Partai Golkar ke ranah kehancuran dan perselisihan di antara para elit Partai Golkar akan terus berlanjut.

”Yah kalau seperti ini cara memilihnya maka tidak mungkin ada rekonsiliasi. Pihak yang kalah tidak mungkin bisa menerima kekalahannya dan pihak yang menang tidak mungkin mengakomodir pihak yang kalah,” paparnya.

Partai Golkar yang selama ini selalu mengusung kader-kader berpengalaman dan cerdas serta memiliki program-program yang kuat dan merakyat menurutnya akan ditingkalkan pemilihnya.

”Saya rasa para pemilih akan meninggalkan Partai Golkar karena cara-cara pemilihan yang tidak demokratis dan juga ketua umum terpilih bukanlah yang sebenar-benarnya diinginkan kader-kader Partai Golkar yang menganut suara rakyat adalah suara Tuhan,” tandasnya.

Editor: Surya