Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ramos Horta Cakap, Papua Lebih Baik Tetap Bergabung dengan Indonesia
Oleh : Redaksi
Sabtu | 07-05-2016 | 09:38 WIB
ramoshortabyvoa.jpg Honda-Batam

Mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta berpidato soal perdamaian dan kebebasan di Theater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Mei 2016 (Foto: VOA/Fathiyah)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Usai memberikan pidato tentant perdamaian dan kebebasan di Theater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Kamis malan (5/5), mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta kepada wartawan mengatakan Papua lebih baik tetap bergabung dengan Indonesia daripada berjuang untuk menjadi negara merdeka.

 

Menurut Horta, pemerintahan zaman orde baru berbeda dengan pemerintahan sekarang.

Saat ini, lanjut Horta, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk memenuhi harapan sebagian besar rakyat Papua untuk memperoleh kesempatan lebih luas untuk mendapat pendidikan dan memiliki pekerjaan. Presiden Jokowi juga dinilainya lebih aspiratif dan mau mendengarkan keinginan rakyat Papua.

Lebih lanjut Horta menjelaskan dengan pendidikan rakyat Papua bisa selamat sebagai sebuah bangsa dalam negara Indonesia. Tidak ada satu bangsa besar pun dapat selamat tanpa rakyat berpendidikan baik.

"Untuk pertama kali saya melihat ada sebuah kesempatan sejati bagi pemerintah Indonesia untuk mendengarkan keinginan rakyat Papua dan mereka mendengarkan, serta melakukan lebih banyak lagi upaya untuk membangun wilayah Papua untuk menciptakan kesempatan kerja dan belajar bagi warga Papua," kata Horta.

Beberapa waktu lalu di Papua terjadi aksi mendukung United Liberation Movement for West Papua untuk menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG). Mereka berharap Papua dapat merdeka.

Horta menegaskan persoalan di Papua bukan mengenai keinginan untuk lepas dari Indonesia, tapi warga Papua bisa hidup bebas dalam konteks negara Indonesia. Seperti orang Bali dan Jawa dapat hidup bebas dalam negara Indonesia.

Horta mengatakan pemerintah Indonesia sebenarnya tengah berupaya meningkatkan kemampuan warga Papua secara ekonomi, meningkatkan sumber daya rakyat Papua, mengakhiri pelanggaran hak asasi, dan memperoleh kembali kepercayaan dari rakyat Papua.

"Saya percaya dengan tujuan dan cara yang bagus yang ingin dicapai Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya terhadap rakyat Papua. Masyarakat internasional mesti membantu mereka untuk benar-benar melaksanakan kebijakan ini. Ini pertama kalinka saya melihat komitmen serios di Jakarta untuk menganas amar persoalan dalam konflik di Papua," lanjutnya.

Berbeda dengan Ramos Horta, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengatakan pemerintah harus merubah pendekatan pertahanan keamanan di Papua.

Hingga sekarang ini pemerintah masih mengedepankan pendekatan keamanan yang kerap melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat Papua. Bahkan Komnas HAM mencatat, kata Natalius, dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM seperti penangkapan, penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap setidaknya 700 orang Papua.

Seluruh peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua itu, kata Pigai, dilakukan oleh negara secara sistemas, terencana dan terstruktur. Menurutnya, siapapun presidennya sepanjang negara tidak mau mengubah strategi pertahanan dan keamanan di wilayah paling ujung Indonesia itu, maka peristiwa demi peristiwa kekerasan di Papua tetap selalu ada.

Pemerintah, lanjutnya, harus memanusiakan orang Papua di antaranya dengan upaya memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua secara total serta mengeluarkan kebijakan yang berbasis penghargaan terhadap hak asasi manusia di masa yang akan datang.

"Pelanggaran HAM terus terjadi maka yang diinginkan semangatnya adalah harus melakukan perubahan strategi pertahanan itu dengan meninggalkan berbagai kekerasan dan kejahatan kemanusiaan, membuat orang Papua menjadi orang Indonesia, memanusiakan orang Papua. Jadi pendekatan ini yang harus dikedepankan," imbuh Natalius Pigai. (Sumber: VOA Indonesia)

Editor: Dardani